Kata Pengantar Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang
senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah serta Inayah-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas pembuatan makalah ini yang membahas tentang Pengertian,
Kekuatan dan Jenis Putusan Hakim dan dapat diselesaikan meskipun sangat jauh
dari kesempurnaan. Dan mohon maaf makalah ini sangat singkat sekali. Semoga
dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi kami selaku penulis dan
bagi para pembaca semuanya.
Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu demi penyempurnaan tulisan ini, kami
mengharapkan masukan dan saran yang bersifat membangun.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat
bagi pihak-pihak yang berkompeten. Amin.
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dalam
makalah ini peyeusun akan membahas dan menguraikan sebagaimana dalam rumusan
masalah. Baikalah untuk lebih jelasnya akan dibahas berikut ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apa
itu putusan dan bagaimana kekuatan putusan tersebut?
2. Bagaimana
isi putusan itu dan berpa jenis putusan?
C. Rumusan Tujuan
1. Menjelaskan
tentang putusan dan kekuatan hukumnya
2. Menjelaskan
isi putusan itu dan berpa jenis putusan
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Putusan
Menurut
sistem HIR( Het Herziene Indonesisch Reglement) dan Rbg (Rechts Reglement
Buitengewesten) hakim mempunyai peranan aktif memimpin acara dari awal sampai akhir
pemeriksaan perkara. Hakim berwenang untuk memberikan petunjuk kepada pihak
yang mengajukan gugatannya ke pengadilan (Pasal. 119 HIR-143 Rbg) dengan maksud
supaya perkara yang dimajukan itu menjadi jelas persoalannya dan memudahkan
hakim dalam memeriksa perkara itu.[1]
Menurut Darwan Prinst, Putusan merupakan hasil akhir dari pemeriksaan perkara
di pengadilan.[2]
B. Kekuatan Putusan
HIR
(Het Herziene Indonesisch Reglement) tidak mengatur tentang kekuatan putusan
hakim. Putusan mempunyai 3 macam kekuatan:
1.
Kekuatan
Mengikat
Putusan
Hakim mempunyai kekuatan mengikat artinya mengikat kedua belah pihak (Pasal.
1917 KUH Perdata). Terikatnya para pihak kepada putusan menimbulkan bebrapa
teori yang hendak mencoba memberi dasar tentang kekuatan mengikat daripada
putusan.
2.
Kekuatan
Pembuktian
Kekuatan
pembuktian dituangkan putusan dalam bentuk tertulis, yang merupakan akta
otentik, tidak lain bertujuan untuk dapat digunakan sebagai alat bukti bagi
para pihak, yang mungkin diperlukannya untuk mengajukan banding, kasasi atau
pelaksanaanya. Arti putusan itu sendiri dalam hukum pembuktian ialah bahwa
dengan putusan itu telah diperoleh suatu kepatian tentang sesuatu.
3.
Kekuatan
Eksekutorial
Suatu
putusan dimaksudkan untuk menyelesaikan suatu persoalan atau sengketa dan
menetapkan hak atau hukumnya. Ini tidak berarti semata-mata hanya menetapkan
hak atau huumnya saja, melainkan juga realisasi atau pelaksanaannya
(eksekusinya) secara paksa. Kekuatan mengikat saja dari suatu putusan
pengadilan belumlah cukup dan tidak berarti apabila putusan itu tidak dapat
direalisir atau dilaksanakan. Oleh karena putusan itu menetapkan dengan tegas
hak atau hukumnya untuk kemudian direalisir, maka putusan hakim mempunyai
kekuatan eksekutorial, yaitu kekuatan untuk dilaksanakannya apa yng ditetapkan
dalam putusan itu secara paksa oleh alat-alat negara. Bahwa kata-kata “Demi
Keadilan berdasarkan keTuhanan Yang Maha Esa” memberi kekuatan eksekutorial
bagi putusan-putusan pengadilan di Indonesia.
C. Susunan dan Isi
Putusan
Adapun
di dalam HIR (Het Herziene Indonesisch Reglement) tidak ada ketentuan yang
mengatur tentang bagaiaman putusan hakim harus dimuat di dalam putusan diatur
dalam Pasal 183, 184, 187 HIR (Pasal 194, 195, 198 Rbg), 25 Undang-Undang Nomor
4 Tahun 2004, 27 RO, 61 Rv. Menurut Sudikno Mertokusumo, suatu putusan hakim
terdiri dari 4 bagian, yaitu:
a.
Kepala Putusan
Setiap
putusan haruslah mempunyai kepala pada bagian atas putusan yang berbunyi: “Demi
Keadilan berdasarkan ke-Tuhanan Yang Maha Esa”. Kepala Putusan ini memberikan
kekuatan eksekutorial pada putusan.
b.
Identitas Para
Pihak
Setiap
perkara atau gugatan mempunyai sekurang-kurangnya 2 pihak, maka di dalam
putusan harus dimuat identitas para pihak lain antara lain: nama, umur, alamat,
dan nama pengacara kalau ada.
c.
Pertimbangan
Pertimbangan
dalam putusan perdata dibagi 2, yaitu pertimbangan tentang duduk perkara atau
peristiwa dan pertimbangan tentang hukumnya.
d.
Amar
Amar
merupakan jawaban terhadap petitum dari pada gugatan yang merupakan amar atau
diktum. Ini berarti bahwa diktum , merupakan tanggapan terhadap petitum.[3]
D. Jenis-jenis
Putusan
Menurut Darwan Prinst,
putusan diklasifikasikan sebagai berikut:
1)
Interlocotoir
Vonis
Interlocotuir Vonis
(putusan sela), adlah putusan yang belum merupakan putusan akhir. Putusan sela (Interlocotuir
Vonis) itu dapat berupa:
a.
Putusan
Provisional (Tak Dim). Putusan Provisional (Tak Dim), adalah putusan yang
diambil segera mendahului putusan akhir tentang pokok perkara; karena adanya alasan-alasan
yang mendesak itu. Misalnya dalam hal istri menggugat suaminya, di mana gugatan
pokoknya adlah “mohon cerai”, akan tetapi sebelum itu karena suami yang digugat
itu telah melalaikan kewajibannya memberikan nafkah kepada istrinya itu, maka
si suami tersebut terlebih dahulu dihukum untuk membayar nafkah kepada istrinya
itu, sebelum putusan akhir terhadap gugatan cerai itu. Demikian juga halnya
mengenai mengizinkan seseorang untuk berperkara secara cuma-cuma (Pro Deo),
sesuai Pasal 235 HIR/Pasal 271 RBG, ditetapkan dengan putusan Provisional.
b.
Putusan
Preparatoir. Putusan Preparatoir, adalah putusan sela guna mempersiapkan putusan
akhir. Misalnya putusan yang menolak/mengabulkan pengunduran sidang, karena
alasan yang tidak tepat/ tidak dapat diterima. Dalam praktek seringkali terjadi
perbedaan pendapat tentang pengunduran sidang antara penggugat dengan tergugat,
maka dalam keadaan demikian hakim harus mengambil keputusan mengenai
pengunduran sidang itu.
c.
Putusan Ins
idental. Putusan Insidental, adalah putusan sela yang diambil secara
insidental. Hal ini terjadi misalnya karena kematian kuasa dari salah satu
pihak (penggugat/tergugat), dan lain-lain sebagainya. Terhadap putusan sela
atau belum merupakan putusan akhir, maka tidak dapat dimintakan banding secara
tersendiri. Oleh karena itu harus diajukan bersama-sama dengan permohonan
banding terhadap putusan akhir (Pasal 9 Undang- Undang Nomor. 20 Tahun 1974).
Logika pelarangan permohonan banding terhadap putusan sela secara terpisah dari
perkara pokok, adalah untuk menghindarkan berlarut-larutnya perkara di
pengadilan.
2)
Putusan Akhir
Putusan akhir dari
suatu perkara, dapat berupa:
a.
Niet Onvankelijk
Verklaart. Niet Onvankelijk Verklaart berarti tidak dapat diterima, yakni putusan
pengadilan yang menytakan, bahwa gugatan penggugat tidak dapat diterima. Adapun
alasan-alasan pengadilan mengambil keputusan menyatakan suatu gugatan tidak
dapat diterima, adalah sebagai berikut:
a) Gugatan
tidak berdasarkan hukum;
b) Gugatan tidak patut;
c) Gugatan
itu bertentangan dengan kesusilaan/ketertiban umum;
d) Gugatannya
salah;
e) Gugatannya
kabur;
f) Gugatannya
tidak memenuhi persyaratan;
g) Objek
gugatannya tidak jelas;
h) Subjek
gugatannya tidak lengkap;
i)
Dan lain- lain.
b.
Tidak berwenang
mengadili. Suatu gugatan yang diajukan kepada pengadilan yang tidak berwenang,
bukan menyangkut kompetensi absolut maupun kompetensi relatif, akan diputus
oleh pengadilan tersebut dengan menyatakan dirinya tidak mengadili gugatan itu.
Oleh karena itu gugatan dinyatakan tidak dapat diterima.
c.
Gugatan
dikabulkan. Suatu gugatan yang terbukti kebenarannya dipengadilan akan
dikabulkan seluruhnya atau sebagian. Adapun apabila gugatan terbukti
seluruhnya, maka gugatan akan hanya terbukti sebagian, mka akan dikabulkan
sebagian pula sepanjang yang dapat dibuktikan itu.
Adakalanya
pula suatu gugatan yang dikabulkan ternyata menjadi nihil, dan tidak dapat
dilaksanakan, karena adanya kelemahan dalam petitum gugatan yang kemudian
dikabulkan oleh pengadilan. Demikianlah misalnya putusan perkara perdata Nomor
249/Pdt.G/1988/PN.Mdn, dimana tergugat MS dihukum
REFERENSI
Sumber tulisan
ini diambil dari kara ilmiah/sekripsi saudari
Susanti, karya ilmiah yang berjudul Penolakan Permohonan Kasasi Dlam Perkara
Kepailitan (Suatu Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Nomor
771 K/Pdt.Sus/2010 Mahkamah Agung) Semoga apa yang ditulis oleh saudaari
Susanti bisa bermanfaat.
[1]
Abdulkadir Muhamad, Hukum Acara Perdata Indonesia, PT.Citra Aditya Bakti,
Bandung, 1990. hal. 21.
[2] Darwan
Prinst, OP.Cit. hal. 205
[3] Sudikno
Mertokusmo , OP.Cit. hal.220-225.
0 Response to "Makalah Putusan Hakim"
Posting Komentar