Hukum Kewarisan Masa Awal Islam

Tradisi Jahiliyah, adopsi ini/pengangkatan anak merupakan hal yang lazim dan mengakar dalam masyarakat. Kehadirannya dalam keluarga dimasukkan dalam keluarga besar bapak angkatnya, yang status hukumnya sama dengan anak kandung. Jadi prasktis hubungan kekeluargaan dengan ayah kandungnya terputus. Jika salah satu dari keduanya meninggal dunia, maka yang lain tidak dapat mewarisi harta peninggalannya.
Sebagai tradisi yang telah membudaya dalam masyarakat, tradisi ini terus berlanjut sampai masa awal-awal Islam diturunkan. Salah sumber yang disebutkan Hasanain Muhammad Makhluf, Nabi Muhammada SAW, pernah mengangkat anak bernama Zaid ibn Harisah, seorang hamba sahaya yang telah dimerdekakan. Para sahabat menganngap, tindakan beliau seperti itu lazim berlaku sebelumnya, maka dipanggillah Zaid dengan sebutan Zaid ibn Muhammad, bukan Zaid ibn Harisah.
Pada masa awal Islam kewarisan masih belum mengalami perubahan, hal ini bias dimengerti sehubungan memang prioritas utamaajaannya adalah membina aqidah atau keyakinan bagi para pemeluknya, yaitu mentauhidkan Allah Yang Maha Esa. Hal in dimaksudkan untuk mengoreksi keyakinan mereka yan terseretkedalam kepercayaan syirik atau menyekutukan Allah, yang berupa penyembahan patung yang sebagian ditaruh di Ka’bah. Untuk berjuang di Makkah membutuhkan perjuangan yang ekstra tinggi sehubungan tokoh Abu Jahl yang mewakili identitas dari kekerasan dengan cara-cara yang biadab, yang merupakan tokoh perlawanan dan penolakan musyrikin Makkah. Fuad Hashem mengemukakan :
Bagi Abu Jahl, pesatnya pengembangan agama baru ini mengancam nilai yang ada. Di mana keberanian dan kebijakan adalah tonggak ukuran, dia dengan mudah digulingkan Muhammada beserta pangikutnya yang begitu taat. Dengan sumber agama berdasar wahyu dari Allah, Muhammad bakal meruntuhkan semua nilai sampai rata dengan tanah dan membangun masyarakat baru berasaskan Islam yang tidak akan pernah memberikan tempat kepada orang semacam Abu Jahl. Bahkan dengan pengikutnya yang mungkin hanya dua ratusan yang sekarang ini, Muhammad telah begitu menonjol tanpa saingan. Makin cepat ia dan pengikutnya dibinasakan, makin aman masa depan Abu Jahal.
Sampai dengan saat itu masyarakat belum siap untuk mengatur, bahkan ayat-ayat yang mengatur soal warisan belum cukup tepat untukditurunkan. Ayat-ayat yang diturunkan adalah ayat yang menganjurkan dan memberi rangsangan agar mengikuti hijrah Rasulullah SAW dari Makkah ke Madinah. Sehingga dasar-dasar yang dijadikan sebab-sebab mewarisi pada masa awal Islam ini adalah :
a) Al-Qarabah (pertalian kerabat);
b) Al-Hilf wa al-Mu’aqadah (janji setia);
c) Al-Tabanni (adopsi atau pengangkatan anak);
d) Hijrah (dari Makah keMadinah);
e) Muakhah (ikatan persaudaraan antara orang-orang Muhajirin pendatang dan orang-orang Anshar (yang memberi pertolongan).
Hijrah dijadikan sebagai salah satu sebab mewarisi pada masa awal Islam didasari oleh pertimbangan strategi dakwah, untuk tidak mengatakannya politis. SElain untuk menambah motivasi agarmereka bersedia ikut hijrah, juga demi memperbesar komunitas Islam yang waktu itu baru diikuti lebih kurang 200-an orang Pilihan hijrah Nabi, selain karena undangam dua suku besar Madinah, Aus dan Kharzrzj Juga dikuatkan oleh wahyu Allah. Mereka mengundang Nabi Muhammada karena kepiawaian dan kepemimpinan beliau yang mengagumkan. Beliau diundang untuk menjadi arbitrator (hakam) dan sekaligus pemimpin mereka yang selama ini terlibat saling bersaing dan berebut kuasa. Atasdasar itu kemudian eliau bersama-saa sahabat-sahabat yang setia, hijrah ke Madinah, meski harus melalui cara-cara yang sulit.
Namun Alhamdulillah setelah sampai Madinah, warga Madinah menyambut begitu antusias. Malahan mereka berebut untuk dapat menjamu Nabi, memberi perlindungan dan membantu menghalau musuh yang menyerang kaum Muhajirin. Mereka inilah yang disebut kaum Ansar artinya orang-orang yang memberi pertolongan Sebagai pengharhaan terhadap sambutan dan dukungan kaum Ansar dan untuk lebih mempererat ikatan persaudaraan antara mereka dan kaum Muhajirin, Rosulullah SAW memutuskan bahwa ikatan persaudaraan diantara mereka sebagai sebab saling mewarisi diantara mereka, apabila salah satunya meninggal dunia. Langkah legislasi Rasul tersebut mendapat persetujuan dari Allah SWT melalui Firmann-Nya (QS,al-Anfal,8:72) Jadi sebenarnya hijrah dan ikatan persaudaraan ini merupakan salah satu dari strategi”politis” dari Rasul, dan legialasi hukum Islam yang mengandung dinamika, kelihatannya bersifat sangat semerntara. Karena pada saat itu setelah Rasul di Madinah beserta para sahabat dapat menghimpun kekuatan sebagai komunitas politik atau Negara-bangsa (nation-state). Melalui perjuangan diplomatic dan pengerahan kekuatan fisik, diawali ditanda tanganinya perjanjian Hudaibiyah, dalam waktu tidak terelalu lama, ditaklukanlah Makkah. Peristiwa ini dikenal dengan sebagai fathu-Makkah.
Dengan kekuatan baru tersebut, dijadikanlah sebagai salah satu alasan, bahwa sebab-sebab mewarisi yang didasarkan atas hijrah dan muakhah (migrasi dan persaudaraan) ditiadakan. Kemudian diintrodusir sebab-sebab mewarisi yang khas Islam,, yaitu :
kekerabatan;
perkawinan;
hubungan wala’atau memerdekakan budak.
Jadi kehadiran hukum kewarisan Islam dengan sangat tegas menempatkan anak-anak, perempuan, dan laki-laki masing-masing memiliki hak untuk menerima bagian, sesuai dengan ketentuan yang telah dibakukan. Dalam hal ini memang bagian untuk laki-laki lebih besar dari bagian untuk perempuan. Muhammad Ali al-Sabuni dalam bukunya al-Mawaris fi al-Syari’ah al- Islamiyah fi Dau al-Kitab wa al-Sunnah menjelaskan, bahwa Islam membedakan bagian laki-laki dengan perempuan, mempunyai alasan berikut :
  • Seorang perempuan telah tercukupi biaya dan kebutuhan hidupnya, dan nafkahnya dibebankan kepada anak laki-laki, ayah, saudara laki-laki atau yang lain dari kerabatnya; 
  • Perempuan tidak dibebani tanggung jawab untuk memberi nafkah atas seseorang, berbedadengan laki-laki yang dibebani memberi nafkah keluarga dan kerabatnya yang lain yangberada dalam lingkup tanggung jawabnya; 
  • Nafkah laki-laki lebih banyak, kewajiban kebendaannya lebih besar, dan kebutuhsanmaterialnya juga lebih banyak dari pada kebutuhan perempuan; 
  • Seorang laki-laki harus memberi mahar kepada istrinya, dan dibebani memberi nafkahberup[a tempat tinggal, makana, pakaian, kepada istri dan anak-anak; 
  • Kebutuhan pendidikan anak-anak, pengobatan dan kebutuhan lain istri dan anak juga ditanggung laki-laki bukan perempuan.

Related Posts :

0 Response to "Hukum Kewarisan Masa Awal Islam"

Posting Komentar