KATA
PENGANTAR Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang
senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah serta Inayah-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas pembuatan makalah ini yang membahas tentang Jarimah Al – Sariqah dan Macam –Macam dan dapat
diselesaikan dengan tepat tanpa mengalami hambatan yang berarti. Semoga dengan
selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi kami selaku penulis dan bagi para
pembaca semuanya.
Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu demi penyempurnaan tulisan ini, kami
mengharapkan masukan dan saran yang bersifat membangun.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat
bagi pihak-pihak yang berkompeten. Amin.
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dalam
makalah ini peyeusun akan membahas dan menguraikan sebagaimana dalam rumusan
masalah. Baikalah untuk lebih jelasnya akan dibahas berikut ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apa
itu jarimah Sariqah dalam hukum
pidana Islam?
2. Apa
macam-macam Jarimah Sariqah?
3. Apa
sajah unsur-unsur pencurian dan syarat - syarat pencurian?
4. Syarat
– Syarat Pencurian Menurut Fiqh Jinayah
5. Dasar
Hukum Al-Sariqah Dalam Fiqih Jinayah
C. Rumusan Tujuan
1. Menjelaskan
apa itu jarimah Sariqah dalam hukum
pidana Islam
2. Menjelaskan
apa macam-macam Jarimah Sariqah
3. Menjelaskan
unsur-unsur pencurian dan syarat - syarat pencurian
4. Menjelaskan
syarat – syarat pencurian menurut fiqh Jinayah
5. MenjelaskanDasar
hukum Al-Sariqah dalam fiqh Jinayah
BAB
II
PEMBAHASAN
Definisi
Al – Sariqah
Pengertian
Al-Sariqah Secara Etimmologi ialah Pencurian asal kata dari saraqa yasriqu-saraqan,
wa sariqan wa saraqatan, wa sariqatan wa sirqatan, yang berarti mengambil sesuatu
secara sembunyi-sembunyi atau secara terang terangan.[1]
Menurut
Muhammad Syaltut Pencurian adalah mengambil harta orang lain dengan sembunyi-sembunyi
yang dilakukan oleh orang yang tidak dipercayai menjaga barang tersebut.
Sedangkan
Menurut Sayyid Sabiq Pencurian adalah mengambil barang orang lain secara
sembunyi-sembunyi misalnya mencuri suara, karena mencuri suara dengan sembunyi-sembunyi
dan dikatakan pula mencuri pandang karena memandang dengan sembunyi-sembunyi
ketika yang dipandang lengah.[2]
Definisi
lain tentang Pencurian adalah perbuatan mengambil harta orang lain secara
diam-diam dengan tujuan tidak baik. Yang dimaksud dengan mengambil harta secara
diam-diam adalah mengambil barang tanpa sepengetahuan pemiliknya dan tanpa
kerelaanya, seperti mengambil barang dari rumah orang lain ketika penghuninya
sedang tidur.
Macam
– Macam Al – Sariqah dalam Fiqh Jinayah
Dari
berbagai definisi tentang pencurian, yaitu mengambil harta orang lain secara
sembunyi-sembunyi dari tempat penyimpanannya, pencurian ditinjau dari segi
hukumnya dibagi penyimpanannya,
pencurian ditinjau dari segi hukumnya dibagi menjadi dua macam, yaitu:
1.
Pencurian yang
hukumannya ta’zir
Pencurian
ini dibagi menjadi dua bagian. Yang pertama yaitu, semua jenis pencurian yang
dikenai hukuman had, tetapi syarat–syaratnya tidak terpenuhi, atau ada syubhat.
Contohnya seperti pengambilan harta milik ayah oleh anaknya. Yang kedua adalah
pengambilan harta milik orang lain dengan sepengetahuan pemilik tanpa
kerelaannya dan tanpa kekerasan.
Contohnya
seperti menjambret kalung dari leher wanita, lalu penjambret itu melarikan diri
dan pemilikan barang tersebut melihatnya sambil berteriak meminta bantuan.
Contoh
hukuman ta’zir misalnya seorang yang mencuri barang berharga bukan ditempat
penyimpanannya atau tidak mencapai nishab (batas minimal), maka pencuri
tersebut dapat dikenakan hukuman ta’zir, seperti: hukuman penjara atau hukuman
dera. Pemberian hukuman tersebut diserahkan kepada hakim atau penguasa.
2.
Pencurian yang
hukumanya had
Menurut
Abdul Qodir Audah pencurian dikategorikan menjadi dua bagian, yaitu pencurian
ringan (sirqatus sughra) dan pencurian berat (sirqatus kubra). Pencurian ringan
(sirqatus sughra) adalah Pencurian ringan adalah mengambil harta milik orang
lain cara diam-diam, yaitu dengan jalan sembunyisembunyi.[3]
Sedangkan
pengertian pencurian berat (sirqatus kubra) adalah mengambil harta milik orang
lain dengan cara kekerasan.
Contoh
hukuman had misalnya seseorang yang mencuri barang berharga di tempat
penyimpanannya yang lebih dari batas minimal (nishab) pencurian, maka pencuri
tersebut dikenakan hukuman had berupa potong tangan.
Unsur-Unsur
Pencurian dan Syarat - Syarat Pencurian
Unsur
– Unsur Pencurian dalam Fiqih Jinayah
Dalam
hukum Islam hukuman potong tangan mengenai pencuriannya di jatuhi unsur-unsur
tertentu, apabila salah satu rukun itu tidak ada, maka pencurian tersebut tidak
dianggap pencurian. Unsur-unsur pencurian ada empat macam, yaitu sebagai
berikut.[4]
1.
Pengambilan
secara diam-diam atau sembunyi-sembunyi. Pengambilan secara diam-diam terjadi
apabila pemilik (korban) tidak mengetahui terjadinya pengambilan barang tersebut
dan ia tidak merelakanya. Contohnya,
mengambil barang-barang milik orang lain dari dalam rumahnya pada malam hari
ketika ia (pemilik) sedang tidur. Pengambilan harta harus dilakukan dengan
sempurna jadi, sebuah perbuatan tidak di anggap sebagai tindak pidana jika
tangan pelaku hanya menyentuh barang tersebut.[5]
2.
Barang yang
diambil berupa harta. Salah satu unsur yang penting untuk dikenakannya hukuman
potong tangan adalah bahwa barang yang dicuri itu harus barang yang bernilai
mal (harta), ada beberapa syarat yang
harus dipenuhi untuk dapat dikenakan hukuman potong tangan, syarat-syarat
tersebut adalah:
a) Barang
yang dicuri harus mal mutaqawwin yaitu barang yang dianggap bernilai menurut
syara’. Menurut, Syafi’i, Maliki dan Hambali, bahwa yang dimaksud dengan benda
berharga adalah benda yang dimuliakan syara’, yaitu bukan benda yang diharamkan
oleh syara’ seperti khamar, babi, anjing, bangkai, dan seterusnya, karena
benda-benda tersebut menurut Islam dan kaum muslimin tidak ada harganya. Karena
mencuri benda yang diharamkan oleh syara’, tidak dikenakan sanksi potong tangan. Hal ini diungkapkan oleh Abdul Qadir
Awdah, “Bahwa tidak divonis potong tangan kepada pencuri anjing terdidik
(helder) maupun anjing tidak terdidik, meskipun harganya
mahal, karena haram menjual belinya.
b) Barang
tersebut harus barang yang bergerak Untuk dikenakanya hukuman had bagi pencuri
maka disyaratkan barang yang dicuri harus barang atau benda yang bergerak.
Suatu benda dapat dianggap sebagai benda bergerak apabila benda tersebut bisa dipindahkan
dari satu tempat ke tempat lainya.
c) Barang
tersebut harus barang yang tersimpan Jumhur fuqaha berpendapat bahwa salah satu
syarat untuk dikenakannya hukuman had bagi pencuri adalah bahwa barang yang di
curi harus tersimpan di tempat simpanannya. Sedangkan Zhahiriyah dan sekelompok
ahli hadis tetap memberlakukan hukuman had walaupun pencurian bukan dari tempat
simpanannya apabila barang yang dicuri mencapai nisab yang dicuri.
d) Barang
tersebut mencapai nisab pencurian Tindak pidana pencurian baru dikenakan
hukuman bagi pelakunnya apabila barang yang dicuri mencapai nisab pencurian.
Nisab harta curian yang dapat mengakibatkan hukuman had potong ialah seperempat
dinar (kurang lebih seharga emas 1,62gram), dengan demikian harta yang tidak mencapai
nisab itu dapat dipikirkan kembali, disesuaikan dengan keadaan ekonomi pada
suatu dan tempat.
3.
Harta Tersebut
Milik Orang Lain. Untuk terwujudnya tindak pidana pencurian yang pelakunya
dapat dikenai hukuman had, disyaratkan barang yang dicuri itu merupakan barang
orang lain. Dalam kaitannya dengan unsur ini yang terpenting adalah barang
tersebut ada pemiliknya, dan pemiliknya itu bukan si pencuri melainkan orang
lain. Dengan demikian, apabila barang tersebut tidak ada pemiliknya seperti
benda-benda yang mubah maka pengambilanya tidak dianggap sebagai pencurian,
walaupun dilakukan secara diam-diam.
Syarat
– Syarat Pencurian Menurut Fiqh Jinayah
Menurut Sayid Sabiq,
bahwa syarat – syarat pencuri yang dihukumi potong tangan adalah sebagai
beikut:
1.
Taklif yaitu
sudah cakap hukum dan sudah dewasa.
2.
Perbuatan
tersebut atas kehendak sendiri bukan atas paksaan orang lain.
3.
Nilai harta yang
dicuri jumlahnya mencapai satu nisab, yaitu kadar harta tertentu yang
ditetapkan sesuai dengan undang - undang.
4.
Sesuatu yang
dicuri bukan barang Syubhat
Dasar
Hukum Al-Sariqah Dalam Fiqih Jinayah
Telah
disepakati oleh kaum muslimin bahwa tiap-tiap peristiwa pasti ada
ketentuan-ketentuan hukumnya, dan sumber hukum Islam merupakan segala sesuatu
yang dijadikan pedoman. Yang menjadi sumber syari’at Islam yaitu: al-Qur’an,
Hadist, dan Ijma’. Disamping itu ada yang menyebutkanbahwa sumber hukum Islam
itu ada empat yaitu: Al-Qur’an, As Sunnah, Ijma dan Qiyas. [6]
[1]
Mardani, Kejahatan Pencurian dalam Hukum Pidana Islam, Jakarta: CV INDHILL CO,
[2]
Sayyid Sabiq, Fiqh Al – Sunnah, Kuwait : Dar Al Bayan, 1968, Juz 9 hlm. 202.
[3]
Abdul Qadir Audah,op.cit, hlm 214
[4]
Ahmad Wardi Muslich, op. cit., hlm. 83
[5]
Tim Tsalisah, Ensklipodi hukum pidana islam,Bogor : PT kharisma ilmu tanpa
tahun. Hlm 80
[6] Teungku
Muhammad Hasbi Ash Shddiqy, Falsafah Hukum Islam, Ed-2, Semarang: PT. Pustaka
Rizki Putra, Cet-1, 2001, hlm. 33.
0 Response to "Makalah Jarimah Al-Sariqah dan Macam –Macam "
Posting Komentar