Makalah Puasa Dalam Perspektif Tafsir Ahkam


BAB II
PEMBAHASAN
 Puasa merupakan salah satu hukum Allah yang pokok dalam islam. Sebagaimana kita ketahui, bahwa pokok-pokok rukun islam lainnya adalah mencakup 2 kalimat syahadat, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan ibadah haji bagi yang mampu. Di dalam al-Quran dijelaskan bahwa seruan untuk melaksanakan puasa adalah untuk orang-orang mukmin. Tidak untuk manusia secara keseluruhan. Hal itu menunjukan dua makna, yaitu:
pertama, puasa diwajibkan pada orang-orang mukmin saja, karena iman itu lah yang menjadi dasar adanya perintah untuk menunaikan puasa. Jika iman tidak ada maka perintah beribadah juga tidak ada. Sebab puasa itu merupakan rukun islam dan sekaligus manifestasi dari iman itu sendiri.
Kedua, puasa itu sah dalam arti mendapatkan pahala dari Allah jika didasarkan atas iman. Bahkan tidak hanya puasa, tetapi juga segala amal lainnya, tidak sah atau tidak akan mendapatkan pahala di sisi Allah jika tidak didasarkan atas iman.
Adapun perumusan masalah yang digunakan dalam membahas masalah ini adalah dari hasil penelitian studi pustaka secara kualitatif, yaitu kumpulan data-data atau sumber pokok masalah yang di bahas berasal dari kajian dan penelitian dari berbagai kitab tafsir dan kitab-kitab lainnya.
Sistematika pembahasan dalam makalah ini merujuk pada beberapa kitab tafsir yang dimulai dari pencarian lafadz Shaum  di dalam kitab Fathurrahman dan al-Mu’jam al-Mufahras fi al-Fadzil Qur`an, yang dilanjutkan dengan penelitian lafadz-lafadz yang semakna dengan lafadz Shaum dari kitab-kitab tafsir lainnya. Dalam makalah ini juga akan membahas tentang istinbath hukum Shaum, dispensasi dalam shaum, aktifitas utama bagi orang yang berpuasa serta hikmah shaum. Ahir kata semoga makalah ini bermanfaat untuk kita semua amin.
B.     Shaum
1.      Definisi Shaum
Menurut teknis yang diperkenalkan oleh syariat islam Shaum adalah menahan diri dari makan dan minum serta perbuatan-perbuatan tertentu yang bersifat badani (fisik) yang dimulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari. Lafadz shaum dengan segala derivasinya disebut 13 kali dalam al-Qur’an, di antaranya adalah yang terdapat dalam surat al-Baqarah ayat 183,184,185, 187, dan 196, surat al-Maidah ayat 89 dan 95, surat al-Ahzab ayat 35, surat an-Nisa ayat 92, surat al-Mujadalah ayat 4, dan surat maryam ayat 26.[1]
Sedangkan menurut kadar M Yusuf, Shaum secara bahasa berarti menahan. Menurut istilah syara’ Shaum berarti menahan diri dari makan, minum, jima’(bersetubuh), dan segala yang membatalkan puasa yang disertai dengan niat, yang dimulai dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari. Dan untuk mencapai kesempurnaan puasa, orang yang berpuasa harus menahan diri dari segala yang diharamkan, seperti berbohong, dan membicarakan aib orang lain.[2]
Menurut Q Shaleh dalam bukunya Ayat-ayat hukum menerangkan bahwa arti puasa menurut syara ialah menahan diri dari hal-hal yang telah ditentukan yang dapat membatalkan puasa seperti makan, minum, jima, dan sebagainya pada waktu yang telah ditentukan dari mulai terbit fajar shadiq sampai terbenamnya matahari.[3]
2.      Term yang semakna dengan Shaum
Kata lain atau term yang semakna dengan lafadz Shaum yaitu:
a.       Lafadz أَمْسَكَ  (menahan).
Maksud menahan di sini yaitu menahan diri dari sesuatu yang bisa membatalkan puasa seperti makan, minum, dan perbuatan-perbuatan  fisik seperti jima` dan lain-lain.
Sebagaimana firman Allah swt dalam surat al-Isra` ayat 100 sebagai berikut:
@è% öq©9 öNçFRr& tbqä3Î=ôJs? tûÉî!#tyz ÏpyJômu þÎn1u #]ŒÎ) ÷Läêõ3|¡øB`{ spuô±yz É-$xÿRM}$# 4 tb%x.ur ß`»|¡RM}$# #YqçGs%
Artinya: Katakanlah:"Kalau seandainya kamu menguasai perbendaharaan-perbendaharaan rahmat Tuhanku, niscaya perbendaharaan itu kamu tahan, karena takut membelanjakannya". dan adalah manusia itu sangat kikir.
b.      Lafadz  اَصْطَامَ (mengekang)
c.       Lafadz رَكَدَتْ (diam atau berhenti)[4]
Untuk lafadz  اَصْطَامَ dan  رَكَدَتْ,  penulis belum menemukan ayatnya dalam al-Qur`an. Tetapi kedua lafadz tersebut makna secara bahasanya sama dengan makna shaum (puasa) yaitu mengekang hawa nafsu dari perbuatan-perbuatan buruk, serta berhenti untuk melakukan perbuatan buruk tersebut.
C.    Sejarah Shaum
Shaum telah diwajibkan kepada para Nabi dan umat terdahulu sejak Nabi Adam. Dengan kata lain ibadah shaum itu merupakan ibadah yang telah lama ditetapkan, tidak hanya diwajibkan kepada umat Nabi Muhammad saw, tetapi juga kepada seluruh umat sebelum mereka dengan tujuan agar yang berpuasa itu dapat meningkatkan diri menjadi orang yang termasuk golongan muttaqien dan dapat memelihara ibadah yang berlaku sejak Nabi Adam as.[5]
Sebagaimana yang tecantum dalam al-Quran surat al-Baqarah ayat 183:
Artinya:Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,(QS. Al-Baqarah:183)

Ayat diatas turun pada bulan sya’ban tahun ke-2 hijriyah. Tercatat dalam sejarah islam bahwa pada tahun inilah umat islam mulai secara resmi diwajibkan berpuasa di bulan ramadhan. Ayat di atas juga menunjukan bahwa umat-umat terdahulu sebelum diutusnya Nabi Muhammad saw, juga mendapat perintah berpuasa. Umat Nabi Muhammad sebelum diturunkannya perintah puasa di bulan ramadhan sudah melakukan ibadah puasa tiga hari dalam sebulan. Kemudian setelah mereka diwajibkan berpuasa di bulan ramadhan maka kewajiban puasa tiga hari dalam satu bulan itu dimansukhkan.[6]
Puasa juga dikenal dalam agama-agama penyembah bintang. Ibnu an-Nadim dalam bukunya al-Farasat menyebutkan, agama para penyembah bintang berpuasa tiga puluh hari setahun. Adapula puasa sunnah sebanyak 16 hari dan ada juga yang 27 hari. Puasa mereka sebagai penghormatan kepada bulan, juga kepada bintang mars yang mereka percaya sebagai bintang nasib, dan juga kepada matahari.
Nabi Musa as sendiri pernah puasa 40 hari. Sampai kepada zaman kita ini orang yahudi masih tetap melakukan puasa pada hari-hari tertentu, puasa satu minggu sebagai peringatan terhadap hancurnya Jerussalem dan diambilnya kembali. Puasa hari kesepuluh pada bulan ke 7 menurut perhitungan mereka yang mereka puasakan sampai malam.[7]
Dalam ajaran budha pun dikenal puasa, sejak terbit sampai terbenamnya matahari. Mereka melakukan puasa 4 hari dalam sebulan. Orang yahudi mengenal puasa selama 40 hari, bahkan dikenal beberapa macam puasa yang dianjurkan bagi penganut-penganut agama ini, hususnya untuk mengenang para nabi atau peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah mereka.[8]
Pada permulaan puasa wajib, umat islam boleh memilih antara dua hal, yaitu berpuasa atau membayar fidyah. Mereka boleh membayar fidyah walaupun sanggup berpuasa. Kemudian kebolehan memilih itu di nasakh oleh surat al-Baqarah ayat 185, yaitu:
Artinya:Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu,
Dengan turunnya ayat ini maka umat islam wajib berpuasa, tidak boleh menggantinya dengan fidyah kecuali dalam keadaan tertentu.[9]

D.    Istinbath hukum Shaum
Dalam al-Qur’an kewajiban puasa menggunakan redaksi yang berbunyi P$uÅ_Á9$# ã Nà6øn=tæ |=ÏGä.  pemilihan bentuk redaksi tersebut disebabkan karena yang mewajibkannya sedemikian jelas dalam hal ini adalah Allah SWT. Tetapi boleh jadi juga untuk mengisyaratkan bahwa seandainya pun bukan Allah yang mewajibkan puasa, maka manusia yang menyadari manfaat puasa dan akan mewajibkannya atas dirinya sendiri. Terbukti motifasi berpuasa (tidak makan atau mengendalikan diri) yang selama ini dilakukan manusia, bukan semata-mata atas dorongan ajaran agama. Misalnya demi kesehatan atau kecantikan tubuh.[10]
Berdasarkan ayat di atas maka puasa ramadhan diwajibkan bagi setiap muslim, baligh, berakal, mampu untuk puasa dan mukim, baik lelaki maupun perempuan, serta tidak ada hal-hal yang menghalangi seperti haid dan nifas, dua halangan tersebut khusus bagi perempuan. [11]
Allah mewajibkan puasa kepada umat islam sebagaimana telah diwajibkan kepada umat terdahulu. Firman Allah (QS. Al-Baqarah:183)

Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”
Kewajiban puasa ramadhan itu dilihat dari dua hal:
1.      Melihat hilal oleh orang yang adil, muslim dan kuat penglihatannya, baik laki-laki maupun perempuan.
2.      Menggenapkan bulan sya’ban menjadi 30 hari.[12]

E.     Dispensasi dalam Shaum
Dalam puasa terdapat rukhshah-rukhshah (dispensasi) bagi orang-orang tertentu. Seperti dalam surat al-Baqarah ayat 184  menjelaskan:
Artinya:.Maka Barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi Makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan[114], Maka Itulah yang lebih baik baginya. dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.(Maksudnya memberi Makan lebih dari seorang miskin untuk satu hari).

·            Orang-orang yang mendapatkan dispensasi tersebut  diantaranya yaitu:
1.         Orang yang tidak mampu berpuasa karna faktor usia atau sakit yang tidak dapat diharapkan lagi kesembuhannya, baik dalam kondisi mukim maupun safar. Cukup dengan memberi makan sehari satu orang miskin. Hal tersebut cukup sebagai ganti puasa. Ia membuatkan makanan untuk beberapa hari yang ia tidak puasa, kemudian memanggil orang-orang miskin. Ia boleh memilih: antara memberi makan setiap kali dia tidak berpuasa, atau menundanya sampai hari terakhir. Ia mengeluarkan setiap satu hari yaitu satu sha’ makanan (satu sha’ menurut ulama hanafiyah ialah =3261,5 gram. Sedangkan menurut selain ulama hanafiyah ialah= 2172 gram) lalu memberikannya kepada orang miskin.
2.         Orang yang pikun dan kabur ingatannya, tidak wajib berpuasa dan tidak usah membayar kafarat karena dia sudah tidak mempunyai kewajiban syari’at.
3.         Bagi perempuan yang haid dan nifas, haram berpuasa, mereka wajib berbuka dan menqadha setelah selesai masa haid dan nifas. Bila telah suci kedua perempuan yang dalam keadaan haid dan nifas disiang hari atau musafir yang datang dalam keadaan berbuka, maka tidak wajib menahan (dari makan dan minum), mereka hanya wajib mengqadha saja.
4.         perempuan hamil dan menyusui bila hawatir pada dirinya dan anaknya, maka hendaknlah berbuka dibulan ramadhan kemudian mengqadha setelah ramadhan.[13]
5.         Bagi orang yang puasa dalam perjalanan:
a.       Lebih baik bagi orang yang berpuasa untuk berbuka jika dalam perjalanan. Adapun bagi orang yang melakukan perjalanan (musafir) dibulan ramadhan jika antara berpuasa atau tidak berpuasa sama saja. Maka lebih baik baginya adalah berbuka. Dan jika puasa sangat memberatkan nya maka ia wajib berbuka kemudian mengqadhanya dibulan lain.
b.      Disunnahkan bagi orang yang mau berpergian pada bulan ramadhan untuk berbuka sebelum naik kendaraan. Barang siapa berbuka untuk kemaslahatan orang lain, seperti menyelamatkan orang yang tenggelam atau memadamkan kebakaran dan sejenisnya, maka ia wajib mengganti puasanya.[14]
c.       Barang siapa yang sakit dan puasa itu memberatkan baginya atau ia sedang dalam perjalanan maka ia boleh tidak puasa tetapi ia wajib mengqadhanya pada hari-hari yang lain, baik berurutan maupun tidak, sebanyak hari-hari yang ditinggalkannya itu.
Rasulullah saw bersabda:
Artinya:   kami bepergian bersama Nabi saw, orang yang berpuasa tidak mencela yang berbuka dan juga yang berbuka tidak mencela yang berpuasa.

6.         Jika seseorang makan atau minum karena lupa bahwa ia sedang berpuasa maka puasanya tidak batal. Menengenai ini Nabi Muhammad saw bersabda:

Artinya:dari Abi Hurairah ra dia berkata, bersabsa Rasulullah saw “barang siapa makan atau minum dalam keadaan lupa maka puasanya tidak batal. Sesungguhnya hal itu merupakan rizki dari Allah swt.

Berdasarkan keterangan di atas maka jelaslah bahwa islam merupakan suatu agama yang sangat menghargai kodrat manusia, selalu memberikann kelapangan dan kelonggaran hukum bagi orang-orang yang tidak mampu melaksanakannya.[15]

F.     Aktivitas utama bagi orang yang Shaum
            Bulan ramadhan merupakan bulan penuh berkah, pada bulan ini tiap amal ibadah umat muslim balasannya akan dilipat gandakan. Dan memanfaatkan moment ini sebagai ladang pahala, dengan malaksanakan yang wajib dan mengisi kegiatan sehari-hari dengan amal ibadah yang sunnat, ada beberapa amalam ibadah sunnat lainnya yang dapat kita praktekkan dalam sehari-hari, diantaranya yaitu:
1.      Membaca al-Qur’an
Membaca al-Qur’an pada bulan ramadhan memiliki keutamaan bahwa tiap huruf yang dibaca akan mendapat pahala 27 kali.
“bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)”.(QS. Al-Baqarah:185)

2.      Sedekah
Diriwayatkan dalam hadis shahih: Rasulullah ditanya: “sedekah manakah yang paling utama? Beliau menjawab: sedekah dibulan ramadhan”. (HR Turmudzi).
Firman Allah swt dalam surat An-Nisa ayat 114:
Artinya:  Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau Mengadakan perdamaian di antara manusia. dan Barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keredhaan Allah, Maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.

3.      Shalat tarawih
Sabda Nabi Muhammad saw:
“sesungguhnya Allah telah mewajibkan puasa Ramadhan dan aku telah mensunatkan qiyamnya (shalah dimalam hari)karena itu, barang siapa berpuasa di bulan ramadhan dan shalat dimalam harinya karena iman dan mengharap pahala serta ridha Allah, maka keluarlah dosanya sebagimana pada hari dia dilahirkan oleh ibunya”(HR Bukhari, Muslim, Adu Daud dan Tirmidzi).
4.      Shalat witir
Ali r.a. berkata, bahwasanya Nabi saw. pernah bersabda: “barang siapa tidak mengerjakan witir maka bukan dari golonganku”.(HR Ahmad).
5.      I’tikaf
Ibadah ini disunnahkan pada tiap waktu, terutama pada sepuluh hari terakhir karena sepuluh terakhir ramadhan dan malam-malam ganjil terdapat malam “lailatul qadr”[16]. Firman Alah swt dalam surat al-Baqarah ayat 187

Artinya: janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf di dalam masjid.

Ayat ini turun berkenaan dengan perintah puasa pada bulan Ramadhan, sehingga dapat disimpulkan bahwa i`tikaf lebih utama dikerjakan pada bulan Ramadhan.
6.      Makan sahur, seperti Hadis Nabi yang berbunyi:
Artinya:  “Bersahurlah kalian, karena pada santap sahur itu ada keberkahan.” (HR. Bukhari No. 1923, Muslim No. 1095)
7.      Ta’jil, menyegarkan berbuka
Artinya: “apabila berbuka sesorang dari pada kamu, hendaklah ia berbuka dengan kurma. Jika ada, hendaklah ia berbuka dengan air, karena ia itu pembersih”(Rawahu al-Khamsah)[17]
8.      Menjauhi hal-hal yang bertentangan dengan puasa.
Artinya: “barang siapa tidak tinggalkaan perkataan dusta dan ber’amal dengannya dan (kelakuan) bodoh, maka tidak ada keperluan bai Allah pada ketiadaan makan dan minumnya” (HR bukhari dan Daud)[18]
9.      Giat beribadat pada sepuluh hari terkhir dari ramadhan[19]
Artinya: “dari ‘Aisyah. Ia berkata: adalah rasulullah saw. apabila masuk (tanggal) sepuluh, ya’ni sepuluh yang akhir dari ramadhan, ia bersedia sungguh-sungguh dan ia hidupkan malamnya dan ia bangunkan ahli rumahnya.” (Mutafaq ‘alaih)[20]
10.  Umrah pada bulan Ramadhan
Telah diriwayatkan dari Nabi saw. beliau bersabda:
 “umroh pada pada bulan ramadhan menyerupai haji”(HR.Bukhari)
11.  Memperbanyak dzikir doa dan istighfar.
Allah swt berfirman:
Artinya:   Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.
Sesungguhnya malam dan siang ramadhan adalah waktu-waktu yang utama dan mulia, maka manfaatkanlah dengan memperbanyak dzikir dan doa, khususnya pada waktu-waktu istajabah, diantaranya:
a.       Saat berbuka
Rasulullah SAW bersabda:”
Artinya: “orang yang berpuasa itu mempunyai dua kebahagiaan, yaitu: kebahagiaan ketika berbuka dan kebahagiaan ketika bertemu dengan rabbNya.” (HR Bukhari)
b.      Sepertiga malam. Allah berfirman:
Artinya:“Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan, Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan m
ereka”. (QS. Al-Furqan: 63-64).
c.       Waktu sahur[21]
G.    Hikmah Shaum
1.      Puasa sebagai media untuk bertakwa kepada Allah ta’ala dengan mengerjakan kewajiban dan meningggalkan larangannya. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat al-Baqarah ayat 183
Artinya:  “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”
2.      Puasa membiasakan manusia untuk menjaga diri dan menahan hawa nafsu juga melatih untuk mengemban tanggung jawab serta bersabar atas penderitaan.
3.      Puasa menjadikan seseorang merasakan dan solidaritas terhadap penderitaan saudara-saudaranya. Hal ini mendorong untuk bertindak dan berbuat baik kepada fakir miskin, sebagai bentuk realisasi cinta dan persaudaraan.
4.      Puasa mengandung penyucian jiwa dari akhlak-akhlak tercela dan perbuatan buruk. Puasa juga membuat pencernaan istirahat dari pengisisan terus menerus
 dan mengosongkannya, hingga pulih kembali dan dapat beraktifitas dan energik.[22]
5.      Melatih jiwa dan watak untuk memelihara amanat.
6.      Menempa jiwa supaya mempunyai kekuatan dan daya tahan yang tangguh dalam menanggung derita.
7.      Mencegah gangguan kejiwaan dan membina kesehatan mental, serta memupuk rasa santun kepada fakir miskin.
8.      Mengendalikan sifat rakus dan tamak terhadap makan dan minum serta keinginan-keinginan nafsu lainnya.
9.      Puasa merupakan upaya efektif untuk menundukkan setan sebagai musuh Allah.
10.  Puasa mengandung ajaran pencegahan diri yang merupakan amal yang sangat rahasia, yang hanya diketahui oleh Allah SWT.[23]
11.  Puasa dapat dijadikan sebagai pelebur bahan-bahan yang mengendap didalam tubuh (seperti lemak), terlebih didalam tubuh orang-orang yang mampu dan mempunyai daya tampung makan yang banyak tetapi sedikit gerak. Puasa juga membersihkan perut besar dari berbagai kotoran dan racun yang merupakan akibat terlalu kenyang.[24]
H.    kesimpulan
1.      Shaum secara bahasa berarti menahan.
Menurut istilah syara’ Shaum berarti menahan diri dari makan, minum, jima’(bersetubuh), dan segala yang membatalkan puasa yang disertai dengan niat, yang dimulai dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari
2.      Term yang semakna dengan Shaum
Kata lain atau term yang semakna dengan lafadz Shaum yaitu:
a.       Lafadz أَمْسَكَ  (menahan)
b.      Lafadz  اَصْطَامَ (mengekang)
c.       Lafadz رَكَدَتْ (diam atau berhenti)

3.      Sejarah Shaum
Shaum telah diwajibkan kepada para Nabi dan umat terdahulu sejak Nabi Adam. Dengan kata lain ibadah shaum itu merupakan ibadah yang telah lama ditetapkan, tidak hanya diwajibkan kepada umat Nabi Muhammad saw, tetapi juga kepada seluruh umat sebelum mereka dengan tujuan agar yang berpuasa itu dapat meningkatkan diri menjadi orang yang termasuk golongan muttaqien dan dapat memelihara ibadah yang berlaku sejak Nabi Adam as.
4.      Hikmah puasa
a.       Puasa sebagai media untuk bertakwa kepada Allah ta’ala dengan mengerjakan kewajiban dan meningggalkan larangannya.
b.      Puasa membiasakan manusia untuk menjaga diri dan menahan hawa nafsu juga melatih untuk mengemban tanggung jawab serta bersabar atas penderitaan.
c.       Puasa menjadikan seseorang merasakan dan solidaritas terhadap penderitaan saudara-saudaranya. Hal ini mendorong untuk bertindak dan berbuat baik kepada fakir miskin, sebagai bentuk realisasi cinta dan persaudaraan. Dan masih banyak hikmah lainnya di balik pensyariatan ber puasa pada bulan ramadhan.


DAFTAR PUSTAKA


Al-Maraghi, Ahmad Musthafa, Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1993)

El-Saha, M Ishom Dan Saiful Hadi, Sketsa Al-Quran, Seri II, (Lista Fariska Putra, 2005)

            http://m.voa-islam.com//news/ibadah/2011/08/03/15713/9-amal-ibadah-
utama-di-bulan-ramadhan/

Katsir, Ibnu, Imamuddin Al-Fida Ismail, Tafsir Al-Quran Al-‘Azhim, (Bandung: Syirkah Nur Asia, Jilid I, tt)

Munawwir, A. W., Kamus Al-Munawwir, Edisi II, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997)

M.Yususf, Kadar,Tafsir Ayat Ahkam Tafsir Tematik Ayat –Ayat Hukum, (Jakarta : Amzah, 2011)

 Shihab, M. Quraish, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1997)

Shaleh, Q Dkk, Ayat-Ayat Hukum, Cet  III, (Bandung: CV Diponegoro, tt)

Shihab, M.Quraish Tafsir Al-Misbah : Pesan, Kesan Dan Keserasian Al-Qur’an, Jilid 1, (Jakarta: Lentera Hati, 2002)

Syekh Muhammad Bin Ibrahim Bin Abdullah Ats-Tsuwaijiri Ensiklopedi Islam Al-Kamil (Jakarta: Darussunah Press, Cet Kesembilan, 2011)
            Sabiq, Sayid, Fiqkih sunnah 3, (Bandung: Alma’arif, 1988)

Hassan, A. Tarjamah Bulughul maram ibnu hajar al-‘asqalani¸(Bandung: Cv Penerbit Diponogoro, 2006)




[1]  M Ishom El-Saha dan Saiful Hadi, Sketsa Al-Quran, , (Lista Fariska Putra, 2005), Seri II, Hal. 581, selanjutnya ditulis Ishom, sketsa
[2]  Kadar M.Yususf, Tafsir Ayat Ahkam Tafsir Tematik Ayat –Ayat Hukum, (Jakarta : Amzah, 2011), Hal. 62, selanjutnya ditulis yusuf, tafsir
[3] Q Shaleh Dkk, Ayat-Ayat Hukum, (Bandung: CV Diponegoro), Cet  III, Hal. 86, selanjutnya ditulis sholeh, ayat
[4]  A. W. Munawwir, Kamus Al-Munawwir, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997),  Edisi III, Hal.  804
[5]  Shaleh, Ayat, Hal. 87
[6]  Ibnu Katsir, Imamuddin Al-Fida Ismail, Tafsir Al-Quran Al-‘Azhim, (Bandung: Syirkah Nur Asia), Jilid I, tt, Hal. 213
[7]  Op Cit., sketsa Al-Qur’an, Hal. 582
[8]  M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah : Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Jilid 1, Jakarta: Lentera Hati, 2002, Hal. 402
[9]  Op Cit., Tafsir Ayat Ahkam Tafsir Tematik Ayat –Ayat Hukum, Hal. 68
                [10] M. Quraish shihab, Wawasan Al-Qur’an, (bandung: Mizan, 1997), hal. 534
                [11] Op.cit., ensiklopedi islam al-kamil. Hal. 806
                [12] Op.cit., ensiklopedi islam al-kamil. Hal. 808
                [13] Op.cit., ensiklopedi islam al-kamil. Hal. 810-811
                [14] Ibid., hal. 812
[15]  Op.Cit., Tafsir Ayat Ahkam Tafsir Tematik Ayat –Ayat Hukum,Hal. 67-71
                [16] http://blog.lazada.co.id/5-amal-ibadah-mulia-di-bulan-puasa-ramadhan/
                [17] A. Hassan, Tarjamah Bulughul maram ibnu hajar al-‘asqalani¸(Bandung: Cv penerbit diponogoro, 2006), hal. 291
                [18] Ibid., Tarjamah Bulughul maram ibnu hajar al-‘asqalani, hal. 292
                [19] Sayid sabiq, Fiqkih sunnah 3, (bandung: Alma’arif, 1988), hal.211-220
                [20] Op. Cit,. Tarjamah Bulughul maram ibnu hajar al-‘asqalani, hal. 306
                [21]http://m.voa-islam.com//news/ibadah/2011/08/03/15713/9-amal-ibadah-utama-di-bulan-ramadhan/
                [22] Syekh Muhammad Bin Ibrahim Bin Abdullah Ats-Tsuwaijiri Ensiklopedi Islam Al-Kamil (Jakarta:Darussunah Press Cet Kesembilan, 2011), Hal. 805-806
                [23] Op.cit., Sketsa al-Qur’an hal. 583
                [24] Ahmad musthafa al-Maraghi, tafsir al-Maraghi,(semarang: PT. Karya toha putra, 1993), hal.119-120

0 Response to "Makalah Puasa Dalam Perspektif Tafsir Ahkam"

Posting Komentar