Ia dilahirkan di Madinah
pada tahun 80 H dan wafat pada tahun 149 H. pada tahun yang sama, lahir pula Imam
Abu Hanifah madzhab Hanifah tahun 80 H; dan pada saat itu pula, lahir paman
Abu Ja’far, Jaid ibn Ali Zainal Abidin ibn Husein ibn Ali bin Abi Thalib (madzhab Jaidiyah). Bapak Abu Jafar
Ash-Shadiq adalam Imam Muhammad al-Baqir ibn Ali Zainal Abidin,
sedangkan ibunya, Umi Furwat bini Al-Qashim ibn Muhammad ibn Abi Bakar
Ash-Shiddiq. Imam Ja’far berasal dari keturunan suci, yaitu keturunan
Rasulullah. Kakek dari ibunya adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq, nasab demikian tidak didapati
pada imam madzhab fiqh lain.
Imam Ja’far
belajar ilmu langsung dari bapaknya karena ia hidup dengannya selama 30 tahun. Di samping itu,
ia belajar dari kakek-kakeknya (sahabat Nabi). Kakek dari ibunya, Al-Qasim bin Muhammad bin Abu
Bakar juga kakek dari bapaknya, Ali Jainal Abidin bin Al Husen bin
Abi Thalib, dari mereka berdualah, Abu Ja’far belajar ilmu sehingga dalam usia dini,
ia telah hafal Al-Quran, mendalami tafsir, hadis dan sunnah dari sumber yang paling
terpercaya dari kalangan ahlu bait dari imam Ali bin Abi Thalib, Abu Bakar dan sahabat
lainnya. Karena sejak kecil ia sudah mengetahui bahwa Ali bin Abi Thalib sering dicaci,
bahkan dikutuk oleh para penguasa Bani Umayah, pada usia muda, ia mendatangi
Khalifah Umar bin Abdul Aziz untuk menghentikan kutukan tersebut. Sejak saat itu,
tidak ada lagi kutukan terhadap Ahlu Bait sampai akhirnya Khalifah Umar bin Abdul
Aziz dihormati dikalangan Ahlu Bait.
Masa hidupnya
tidak jauh berbeda dengan masa hidup Imam Abu Hanifa, yakni pada masa Umayah dan
Abasiyah. Meskipun Abu Ja’far meninggal dunia lebih dahulu daripada Imam Abu
Hanifah. Pada saat yang sama, Imam Abu Hanifah pun pernah berguru kepada Imam
Abu Ja’far, kurang lebih dua tahun setelah peristiwa debat dihadapan Khalifah
Al-Mansyur dengan empat puluh pertanyaan yang dijawab semua oleh Imam Ja’far. Di
sinilah, Imam Abu Hanifah mengakui keilmuan Imam Ja’far dengan
berkata,”sesungguhnya Ja’far Ash-Shadiq adalah orang yang paling tahu tentang perbedaan pendapat
di antara para fuqaha” karena Imam Ja’far paham benar aliran Irak, Kufah,
apalagi fuqaha Ahl Bait.
Secara
keilmuan, Imam Ja’far menguasai ilmu-ilmu Al-Quran, hadis. Fiqh, ilmuilmu alam.
Bahkan, ilmu alam telah dihimpun oleh muridnya, Jabir ibn Hayyan sekitar 500
risalah. Kejuhudan Imam Ja’far terhadap ilmu sangat tinggi dibandingkan
politik, bahkan ketika ditawari menjadi khalifah, ia menolaknya. Kekejaman para
penguasa tidak bisa dilawan dengan senjata atau politik. Imam Ja’far berusaha
melawan dengan ilmu atau kata-kata atau dengan pemikirannya.
Kerangka
berfikir hukum yang digunakan Imam Ja’far adalah, Al-Quran, As-Sunnah, dan bila
tidak ada dari keduanya, ia menggunakan keputusan akal. Kemudian, mengaitkan
dengan tujuan syariat, yakni kemaslahatan bagi umat manusia karena akal bisa
membedakan mana yang baik dan buruk. Imam Ja’far Ash-Shadiq meninggal dunia ketika
Imam Malik berguru kepadanya. Bahkan Imam Abu Hanifah berkata, “Seandainya
tidak ada dua tahun itu waktu berguru kepada Ja’far, niscaya Nu’man telah
binasa”. Karena di mata Ja’far, qiyas yang sering digunakan oleh Imam Abu
Hanifah, disamakan dengan iblis sebagaimana hadis yang diterima Ja’far, wa
Allahu ‘alam.
0 Response to "Biografi Imam Jafar As-Shidiq Ulama Fiqih"
Posting Komentar