Perbedaan Fikih dengan Syari’at

Secara terminologis, kata syariah berarti sumber air yang digunakan untuk mi- num. Namun dalam perkembangannya kata ini lebih sering digunakan untuk jalan yang lurus (                               ), yakni agama yang benar. Pengalihan ini bisa dimengerti karena sumber mata air merupakan kebutuhan pokok manusia untuk memelihara kehidupannya, sedangkan agama yang benar juga merupakan kebu- tuhan pokok manusia yang akan membawa pada keselamatan dan kebaikan hidup di dunia dan akhirat. Oleh karena itu, selanjutnya arti syariah menjadi agama yang lurus yang diturunkan oleh Allah Swt. (satu-satunya Tuhan semesta Alam) untuk umat manusia. Secara umum keberadaan syariah Islam ialah untuk menga- tur kehidupan manusia sebagai makhluk individual  untuk taat, tunduk dan patuh kepada Allah Swt. Ketaatan dan ketundukan tersebut diwujudkan dalam bentuk ibadah yang telah diatur dalam syariah Islam. Adapun tujuan syariah secara khu- sus yang lebih dikenal dengan istilah Maqâsid Al-Syariah yaitu:
1.  Untuk memelihara agama (Hifz  Al-din)
Yaitu untuk menjaga dan memelihara tegaknya agama dimuka bumi. Agama diturunkan oleh Allah untuk dijadikan pedoman hidup dalam hablum minallah dan hablum minannas, sehingga manusia akan sejahtera dan tenteram dalam kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Oleh karena itu agama menjadi sesuatu hal yang sangat penting dan mutlak bagi manusia.
2.  Memelihara jiwa (Hifz  al-Nafs)
Yaitu kewajiban menjaga dan memelihara jiwa manusia dalam arti luas. Larangan membunuh manusia merupakan salah satu bentuk dari peran syariah untuk memberikan kedamaian dan kenyamanan dalam berkehidupan.
3.  Memelihara akal (Hifz  Al-Aql)
Yaitu  kewajiban  menjaga  dan  memelihara  akal  sebagai  anugeraAllah yang sangat prinsip karena tidak diberikan kepada makhluk selain manusia. Akal inilah di antara anugerah Allah yang paling utama, sehingga dapat membedakan antara manusia dengan makhluk lain dan dapat membedakan antara manusia yang sehat jiwanya dengan manusia yang tidak sehat jiwanya
4.  Memelihara keturunan (Hifz  Al-Nasl)
Yaitu kewajiban menjaga dan memelihara keturunan yang baik karena dengan memelihara keturunan, agama akan berfungsi, dunia akan terjaga. Salah satu bentuknya adalah hukum tentang pernikahan yang telah banyak diatur dalam Al-Qur’an dan As-sunnah.
5.  Memelihara harta (Hifz   Al-Mâl)
Yaitu kewajiban menjaga dan memelihara harta benda dalam rangka sebagai sarana untuk beribadah kepadanya.

Selanjutnya, mari kita perhatikan uraian para pakar fikih yang menjelaskan fikih secara terminologis berikut:
1.  Asy-Syatibi menjelaskan bahwa syariah sama dengan agama
2. Manna al-Qattan (pakar fikih dari Mesir) mengatakan bahwa syariah merupakan segala ketentuan Allah Swt. bagi hamba-Nya yang meliputi akidah, ibadah, akhlak dan tata kehidupan manusia untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
3.  Fathi ad-Duraini menyatakan bahwa syariah adalah segala yang diturunkan oleh Allah Swt. kepada Nabi Muhammad Saw., baik yang ada dalam Al- Qur’an maupun al-Sunnah al-Shahihah, di mana keduanya disebut dengan teks-teks suci (                             )

Berdasarkapenjelasadatasdapadisimpulkabahwsyariaadalah teks-teks suci yang bebas dari kesalahan, baik isi maupun keautentikannya, yang darinya bersumber pemahaman ulama yang mendalam yang menghasilkan kes- impulan hukum-hukum amaliah (fikih). Upaya untuk memahami teks-teks suci yang dilakukan oleh para ulama untuk menghasilkan hukum sesuatu inilah yang dikenal sebagai ijtihad. Dengan kata lain, fikih merupakan hasil ijtihad para ulama yang tentu kualitasnya tidak bisa disamakan dengan kesucian dua hal yang menjadi sumbernya, yakni Al-Qur’an dan al-Sunnah. Oleh karena itu tidak salah, kalau dalam penjelasannya Fathi ad-Duraini mengatakan bahwa syariah selaman- ya bersifat benar, sedangkan fikikarena merupakan hasil pemikiran manusia memungkinkan untuk benar ataupun salah.
Meskipun fikimerupakan hasil ijtihad atau pikiran ulama, kita juga tidak boleh meremehkan begitu saja karena para ulama dalam berijtihad melakukannya dengan disiplin metodologi keilmuan yang sangat ketat. Seperti halnya dalam dunia kedokteran, hasil ijtihad para ulama, walau tidak dapat dikatakan sama per- sis, bisa diserupakan dengan resep obat sebuah penyakit yang direkomendasikan oleh dokter berdasarkan keilmuan yang dikuasainya. Oleh karena itu, seorang pasien yang awam dalam ilmu kedokteran hendaknya mengikuti saja resep yang disarankan oleh dokter. Namun demikian, bukan berarti dokter adalah sosok yang tak mungkin salah. Ia tetap sosok manusia biasa yang mungkin juga melakukan kesalahan. Nah, bagi pasien yang gejala penyakitnya tidak mengalami perubahan untuk sembuh, bisa mencari pengobatan baru ke dokter lain yang lebih ahli (dari dokter umum ke spesialis, misalnya) sehingga tertangani dengan tepat, bukan mengobati dirinya sendiri tanpa pengetahuan yang memadahi. Sementara itu bagi dokter lain yang memiliki kemampuan dan kewenangan untuk mengecek apakah yang dilakukan oleh seorang dokter merupakan kesalahan malpraktik atau tidak, bisa melakukan penelitian untuk membuat kesimpulan dan menyatakan kebena- ran atau kesalahan suatu tindakan seorang dokter.
Sedikit berbeda dari kasus kedokteran, dalam fikih, karena dasar berpijaknya adalah Al-Qur’an dan al-Sunnah, setiap fatwa fikih yang dikeluarkan oleh ulama bisa dipertanyakan atau ditelusuri dasar berpijaknya dari Al-Qur’an dan al-Sun- nah. Ketika sebuah fatwa fikih yang dikeluarkan itu ditemukan dasar berpijaknya dalam kedua sumber tersebut, tentunya dengan metodologi keilmuan fikih yang benar dan bisa dipertanggungjawabkan, maka umat pun akan tenang melakukan fatwa tersebut sebagai sesuatu yang benar secara syar’i. Mengetahui dasar ber- pijak sebuah fatwa inilah yang justru disarankan dalam Islam, yang lebih dike- nal sebagai ittiba(nanti akan dibahas tersendiri), bukan mengikutinya secara membabi buta (taqlid). Sehingga letak perbedan antarSyariah dan Fikih adalah sebagai berikut:
SYARIAH
FIKIH
Bersumber dari Al-Quran Hadis serta kesimpulan-kesimpulan yang diambil dari keduanya
Bersumber dari para Ulama dan ahli Fiqh, tetapi tetap merujuk pada Al- Qur›an dan Hadis
Hukumnya bersifat Qat i (Pasti)
Hukumnya bersifat  zannŦ (dugaan)
Hukum Syariahnya hanya Satu (Universal) tetapi harus ditaat oleh semua umat Islam
Berbagai ragam cara pelaksanaannya
Tidak ada campur tangan manusia (ulama)
dalam menetapkan hukum
Adanya campur tangan (ijtihad) para Ulama dalam penetapan pelaksanan hukum

Contoh Sederhana Perbedaan Syariah, Fikih dan Bukan Fikih
Untuk memperoleh gambaran yang bisa mempermudah kalian membedakan syariah, fikih dan bukan fikih, mari kita perhatikan ayat Al-Qur’an dan sunnah Nabi terkait dengan wudhu berikut:
$pkšr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä #sŒÎ) óOçFôJè% n<Î) Ío4qn=¢Á9$# (#qè=Å¡øî$$sù öNä3ydqã_ãr öNä3tƒÏ÷ƒr&ur n<Î) È,Ïù#tyJø9$# (#qßs|¡øB$#ur ......
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki…. (al-Maidah: 6)

َﺪَّﺛَﻨَﺎ ﺃَﺑُﻮ ﺍﻟﻨُّﻌْﻤَﺎﻥِ ﺣَﺪَّﺛَﻨَﺎ ﺣَﻤَّﺎﺩُ ﺑْﻦُ ﺯَﻳْﺪٍ ﻋَﻦْ ﻳَﺤْﻴَﻰ ﺑْﻦِ ﺳَﻌِﻴﺪٍ ﻋَﻦْ ﻣُﺤَﻤَّﺪِ
ﺑْﻦِ ﺇِﺑْﺮَﺍﻫِﻴﻢَ ﻋَﻦْ ﻋَﻠْﻘَﻤَﺔَ ﺑْﻦِ ﻭَﻗَّﺎﺹٍ ﻗَﺎﻝَ ﺳَﻤِﻌْﺖُ ﻋُﻤَﺮَ ﺑْﻦَ ﺍﻟْﺨَﻄَّﺎﺏِ ﺭَﺿِﻲَ
ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻨْﻪُ ﻳَﺨْﻄُﺐُ ﻗَﺎﻝَ ﺳَﻤِﻌْﺖُ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲَّ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻳَﻘُﻮﻝُ ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ
ﺍﻟﻨَّﺎﺱُ ﺇِﻧَّﻤَﺎ ﺍﻟْﺄَﻋْﻤَﺎﻝُ ﺑِﺎﻟﻨِّﻴَّﺔِ ﻭَﺇِﻧَّﻤَﺎ ﻟِﺎﻣْﺮِﺉٍ ﻣَﺎ ﻧَﻮَﻯ ﻓَﻤَﻦْ ﻛَﺎﻧَﺖْ ﻫِﺠْﺮَﺗُﻪُ ﺇِﻟَﻰ
ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻭَﺭَﺳُﻮﻟِﻪِ ﻓَﻬِﺠْﺮَﺗُﻪُ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻭَﺭَﺳُﻮﻟِﻪِ ﻭَﻣَﻦْ ﻫَﺎﺟَﺮَ ﺇِﻟَﻰ ﺩُﻧْﻴَﺎ ﻳُﺼِﻴﺒُﻬَﺎ ﺃَﻭْ
ﺍﻣْﺮَﺃَﺓٍ ﻳَﺘَﺰَﻭَّﺟُﻬَﺎ ﻓَﻬِﺠْﺮَﺗُﻪُ ﺇِﻟَﻰ ﻣَﺎ ﻫَﺎﺟَﺮَ ﺇِﻟَﻴْﻪِ
Telah menceritakan kepada kami Abu Nu'man telah menceritakan kepada kami Hammad bin Zaid dari Yahya bin Sa'id dari Muhammad bin Ibrahim dari Alqomah bin Waqqash mengatakan, aku mendengar Umar bin Khaththab radliallahu 'anhu berpidato, dia mengatakan, aku mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Hai manusia, hanyasanya amal itu tergantung niyatnya, dan setiap orang mendapatkan sesuai yang diniatkan, barangsiapa hijrahnya karena Allah dan rasul-Nya,, maka hijrahnya dihitung karena Allah dan rasul-Nya, barangsiapa hijrahnya karena dunia yang ingin diperolehnya, atau wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya sekedar mendapat yang diniatkan."HADIST BUKHARI NO - 6439

Dari ayat dan hadis di atas, para ulama fikih merumuskan rukun wudhu ada enam, yakni: niat, membasuh muka, membasuh tangan, mengusap kepala dan membasuh kaki, serta dilakukan dengan tertib. Niat diperoleh dari hadis keti- ka memulai sebuah perbuatan (dalam hal ini wudhu), sedangkan setelah itu dari membasuh muka sampai dengan kaki diperoleh dari Al-Qur’an. Sementara itu . tertib diperoleh dari kaidah ushul fikih bahwa huruf wawu pada surat al-Maidah di atas menunjukkan urutan. Ketika terjadi perbedaan antar ulama fikih, apakah niat itu dilafadzkan ataukah cukup dalam hati, maka perbedaan pemahaman ini masih bisa ditolerir, artinya tidak sampai menghilangkan keabsahan wudhu yang dilakukan seseorang, dan masih bisa dikategorikan memiliki dasar berpijak dari Al-Qur’an maupun sunnah Nabi (sebagai syari’ah). Sedangkan contoh pendapat yang keluar dan tidak bisa disebut sebagai fikih (pemahaman yang mendalam atas Al-Qur’an dan sunnah Nabi), adalah ketika orang berwudhu tanpa niat, kemudian hanya membasuh kaki saja. Perbuatan seperti ini tidak disebut fikih, dan tidak sah disebut sebagai wudhu. Demikian sekilas gambaran yang membedakan syari’ah, fikih dan yang bukan fikih. Kajian yang lebih mendalam bisa kalian lakukan sam- bil belajar di Madrasah kalian.
Contoh yang lain adalah tentang perintah sholat dan tata cara pelaksaannya. Perintah sholat adalah masuk kategori syariah, sementara tata cara pelaksaan sho- lat adalah masuk wilayah fikih. Sehingga tata cara pelaksaan shalat terutama pada gerakan dan beberapa bacaannya terkadang terjadi perbedaan antara ulama yang satu dengan ulama yang lain. Sementara gerakan yang tidak termasuk fikih adalah memutar-mutar tangan pada saat setelah takbiratul ikhram.

D.  Ibadah dan Karakteristiknya
1.  Pengertian Ibadah
Menurut bahasa ada empat makna dalam pengertian ibadah; (1) ta’at (         ); (2) tunduk (            ); ( ) hina (       ) ; dan (4) (            ) pengabdian. Jadi ibadah itu meru- pakan bentuk ketaatan, ketundukan, dan pengabdian kepada Allah.
Didalam Al Qur`an, kata ibadah berarti: patuh (at-tâ`ah), tunduk (al-khudu`), mengikut, menurut, dan doa. Dalam pengertian yang sangat luas, ibadah adalah se- gala sesuatu yang dicintai dan diridhai Allah, baik berupa perkataan maunpun per- buatan. Adapun menurut ulama Fikih, ibadah adalah semua bentuk pekerjaan yang bertujuan memperoleh ridho Allah dan mendambakan pahala dari-Nya di akhirat.

2.  Dasar tentang ibadah dalam Islam
Dalam Al-Qur’an banyak ayat tentang dasar-dasar ibadah sebagaimana beri- kut di bawah ini :
$tBur àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur žwÎ) Èbrßç7÷èuÏ9 ÇÎÏÈ  
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku. ( Q.S.  Adz Dzariyaat: 56 )
$pkšr'¯»tƒ â¨$¨Y9$# (#rßç6ôã$# ãNä3­/u Ï%©!$# öNä3s)n=s{ tûïÏ%©!$#ur `ÏB öNä3Î=ö6s% öNä3ª=yès9 tbqà)­Gs? ÇËÊÈ  
Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang Telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa,( Q.S. Al-Baqarah : 21 )

3.  Macam-macam Ibadah
Secara garis besar, ibadah dibagi menjadi 2 yakni : ibadah khassah (khusus) atau mahdah dan ibadah `ammah (umum) atau ghairu mahdah.
a Ibadah mahdah adalah ibadah yang khusus berbentuk praktik atau perbuatan yang menghubungkan antara hamba dan Allah melalui cara yang telah ditentukan dan diatur atau dicontohkan oleh Rasulullah saw.. Oleh karena itu, pelaksanaan dan bentuk ibadah ini sangat ketat, yaitu harus sesuai dengan contoh dari Rasulullah seperti, shalat, zakat, puasa, dan haji.
b.  Adapun ibadah ghairu mahdah adalah ibadah umum berbentuk hubungan sesama manusia dan manusia dengan alam yang memiliki nilai ibadah. Ibadah ini tidak ditentukan cara dan syarat secara detail, diserahkan kepada manusia sendiriIslahanymemberperintaataanjurandaprinsip-prinsip umum saja. Misalnya : menyantuni fakir-miskin, mencari nafkah, bertetangga, bernegara, tolong-menolong, dan lain-lain.

Ibadah dari segi pelaksanaannya dapat dibagi dalam 3 bentuk, yakni sebagai berikut:
a IbadaJasmaniaRuhaniahyaitperpaduaibadaantarjasmandan rohani misalnya shalat dan puasa.
b.  Ibadah Ruhaniah dan maliah, yaitu perpaduan ibadah rohaniah dan harta seperti zakat.
c.  Ibadah Jasmani, Ruhaniah, dan Mâliyah yakni ibadah yang menyatukan ketiganya contohnya seperti ibadah Haji.

Ditinjau dari segi kepentingannya, ibadah dibagi menjadi 2 yaitu kepentingan fardi (perorangan) seperti shalat dan kepentingan ijtima`i(masyarakat) seperti zakat dan haji. Ditinjau dari segi bentuknya, ibadah ada 5 macam yaitu sebagai berikut :
a.   Ibadah dalam bentuk perkataan atau lisan, seperti zikir, doa, tahmid, dan membaca Al-Qur`an.
bIbadah dalam bentuk perbuatan yang tidak ditentukan bentuknya, seperti membantu atau menolong orang lain, jihad, dan mengurus jenazah.
c Ibadadalabentupekerjaayanteladitentukabentuknyaseperti shalat, puasa, zakat dan haji.
d.  Ibadah yang tata cara pelaksanaannya berbentuk menahan diri, seperti puasa, i`tikaf, dan ihram.
e.   Ibadah yang berbentuk menggugurkan hak, seperti memaafkan orang yang telah melakukan kesalahan terhadap dirinya dan membebaskan sesorang yang berutang kepadanya.

4.  Prinsip prinsip ibadah dalam Islam
Ibadah yang disyariatkan oleh Allah Swt. dibangun di atas landasan yangg kokoh, yaitu :
a Niat beribadah hanya kepada Allah
x$­ƒÎ) ßç7÷ètR y$­ƒÎ)ur ÚúüÏètGó¡nS ÇÎÈ  
Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan. (Qs. Al-Fatihah [1]:5)
b.  Ibadah yang tulus kepada Allah Swt. semata haruslah bersih dari tendensi- tendensi lainnya. Apabila sedikit saja ada niatan beribadah bukan hanya karena Allah, tapi karena sesuatu yang lain, seperti riya' atau ingin dipuji orang lain, maka rusaklah ibadah itu.
ö@è% !$yJ¯RÎ) O$tRr& ׎|³o0 ö/ä3è=÷WÏiB #Óyrqム¥n<Î) !$yJ¯Rr& öNä3ßg»s9Î) ×m»s9Î) ÓÏnºur ( `yJsù tb%x. (#qã_ötƒ uä!$s)Ï9 ¾ÏmÎn/u ö@yJ÷èuù=sù WxuKtã $[sÎ=»|¹ Ÿwur õ8ÎŽô³ç ÍoyŠ$t7ÏèÎ/ ÿ¾ÏmÎn/u #Jtnr& ÇÊÊÉÈ  
Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadakuBahwsesungguhnytuhakamitadalatuhayanmaha Esa. “Barangsiapa mengharap perjumpaan dgn tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal saleh & janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya (QS Al Kahfi : 110)
c Keharusan untuk menjadikan Rasulullah Saw. sebagai teladan & pembimbing dalam ibadah.
ôs)©9 tb%x. öNä3s9 Îû ÉAqßu «!$# îouqóé& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_ötƒ ©!$# tPöquø9$#ur tÅzFy$# tx.sŒur ©!$# #ZŽÏVx. ÇËÊÈ  
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yg baik bagi kalian…” (QS Al Ahzab )
d.  Ibadah  itu  memiliki  batas  kadar  dan  waktu  yang  tidak  boleh  dilampaui. Sebagaimana firman Allah Swt.:
¨bÎ) no4qn=¢Á9$# ôMtR%x. n?tã šúüÏZÏB÷sßJø9$# $Y7»tFÏ. $Y?qè%öq¨B ÇÊÉÌÈ  
“Sesungguhnya shalat kewajiban yg telah ditentukan waktunya” (QS An-nisa : 103)
e. Keharusan menjadikan ibadah dibangun di atas kecintaan, ketundukan, ketakutan dan  pengharapan kepada Allah Swt..
y7Í´¯»s9'ré& tûïÏ%©!$# šcqããôtƒ šcqäótGö6tƒ 4n<Î) ÞOÎgÎn/u s's#Åuqø9$# öNåkšr& Ü>tø%r& tbqã_ötƒur ¼çmtGyJômu šcqèù$sƒsur ÿ¼çmt/#xtã 4 ¨bÎ) z>#xtã y7În/u tb%x. #YräøtxC ÇÎÐÈ  
“Orang-orang yg mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka yg lebih dekat (kepada Allah) & mengharapkan rahmat-Nya & takut akan azab-Nya” (QS Al-Isra :57)
f.   Beribadah dalam keseimbangan antara dunia akhirat, artinya proporsional tidak hanya semata-semata kehidupan akhirat saja yang dikejar tetapi kehidupan dunia juga tidak dilupakan sebagai sarana beribadah kepada Allah Swt.
$s)n=sÜR$$sù #Ó¨Lym !#sŒÎ) !$us?r& Ÿ@÷dr& >ptƒös% !$yJyèôÜtGó$# $ygn=÷dr& (#öqt/r'sù br& $yJèdqàÿÍhŸÒム#yy`uqsù $pkŽÏù #Y#yÉ` ߃̍ムbr& žÙs)Ztƒ ¼çmtB$s%r'sù ( tA$s% öqs9 |Mø¤Ï© |Nõy­Gs9 Ïmøn=tã #\ô_r& ÇÐÐÈ  
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuabaikkepadamudajanganlakamberbuakerusakad(muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS. Al-Kahfi:77)
g.  Ibadah tidaklah gugur kewajibannya pada manusia sejak baligh dalam keadaan berakal sampai meninggal dunia.
Ÿwur ¨ûèòqèÿsC žwÎ) NçFRr&ur tbqßJÎ=ó¡B ÇÊÉËÈ  
“…dan janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan memeluk agama Islam” (QS. Ali’Imra[3] : 102)

5.  Tujuan ibadah dalam Islam
Tujuan ibadah adalah untuk membersihkan dan menyucikan jiwa dengan mengenal dan mendekatkan diri kepada Allah Swt. serta mengharapkan   ridha dari   Allah Swt.. Sehingga ibadah disamping untuk kepentingan yang bersifat ukhrawi juga untuk  kepentingan dan kebaikan bagi diri sendiri, keluarga serta masyarakat yang bersifat duniawi.

6. Keterkaitan ibadah dalam kehidupan sehari-hari
Ibadah dalam Islam menempati posisi yang paling utama dan menjadi titik sentral seluruh aktivitas manusia. Sehingga apa saja yang dilakukan oleh manusia bisa bernilai ibadah namun tergantung pada niatnya masing-masing, maka dapat dikatakan bahwa aktivitas manusia dapat bernilai ganda, yaitu bernilai material dan bernilai spiritual.



0 Response to "Perbedaan Fikih dengan Syari’at"

Posting Komentar