BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Istilah Delik atau ‘strafbaar feit’ lazim
diterjemahkan sebagai tindak pidana, yaitu suatu perbuatan yang bersifat
melawan hukum (wederrechtelijk atau on rechtmatige). Tindak pidana dapat
terjadi dengan melakukan suatu perbuatan yang dilarang oleh undang-undang,
seperti dalam hal pencurian, penipuan, penggelapan, dan pembunuhan.
Di sisi lain, tindak pidana juga dapat terjadi karena
diabaikannya atau dilalaikannya untuk melakukan suatu perbuatan yang diharuskan
oleh undang-undang, seperti dalam hal keharusan menolong seseorang yang jiwanya
dalam keadaan terancam atau keharusan memenuhi panggilan pengadilan untuk di
dengar kesaksiannya dalam sidang pengadilan.
Sedangkan dalam Hukum Perdata istilah
delik tidak lazim digunakan. Untuk menyebut seseorang melakukan delik, biasanya
digunakan istilah seseorang telah melakukan wanprestasi. Namun demikian,
perbuatan yang tergolong bersifat wanprestasi pada dasarnya merupakan perbuatan
yang bersifat melawan hukum, bertentangan dengan undang-undang (onrechtmatige).
Sebagai contoh dalam kasus utang-piutang. Seorang debitur dikatakan melakukan wanprestasi apabila ia
tidak memenuhi kewajibannya untuk mengembalikan sejumlah uang yang telah
diterimanya dari pihak kreditor atau terlambat memenuhinya atau memenuhinya
tetapi tidak seperti yang telah diperjanjikan.
B. Perumusan
Masalah
Dari pemaparan latar belakang diatas untuk
membatasi pembahasannya maka yang akan menjadi pokok bahasan dalam makalah ini
adalah tentang Pembagian
Delik Pidana Yang
akan diuraikan dengan beberapa pertanyaan diantaranya:
a. Apa
pengertuan dari delik itu?
b. Bagaimana
pandangan pakar hukum mengenai delik?
c. Macam-macam delik seperti apa?
C. Tujuan
Makalah
Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk
memaparkan bahasan tentang Pembagian
Delik Pidana yang mencakup pengertian, pandangan pakar,dan macam-macamnya.
selain itu diharapkan makalah ini dapat memberikan pemahaman dan memperluas
wawasan kepada mahasiswa mengenai pembahasan kali ini.
BAB II
Pembagian
Delik Pidana
A.
Pengertian
Delik dalam bahasa Belanda disebut Strafbaarfeit yang
terdiri atas tiga kata, yaitu straf, baar dan feit. Straf diartikan sebagai
pidana dan hokum, baar diartikan sbagai dapat dan boleh, sedangkan feit
diartikan sebagai tindak, peristiwa, pelanggaran dan perbuatan. Delik dalam
bahasa asing disebut delict yang artinya suatu perbuatan yang pelakunya dapat
dikenakan hukuman (pidana).
Menurut Halim (Chazawi.2002:72) menyatakan delik
adalah “suatu perbuatan atau tindakan yang terlarang dan diancam dengan hukuman
oleh undang-undang (pidana).”
Moeljatno (Chazawi,2002:72) mengartikan bahwa suatu Strafbaarfeit
itu sebenarnya adalah “suatu keakuan manusia yang diancam pidana oleh peraturan
perundang-undangan.”
Jonkers (Chazawi,2002:75) juga merumuskan
strafbaarfeit sebagai peristiwa pidana yang diartikannya sebagai “suatu
perbuatan yang melawan hukum (wederrechttelijk) yang berhubungan dengan
kesengajaan atau kesalahan yang dilakukan oleh orang yang dapat
dipertanggungjawabkan.”
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat
disimpulkan bahwa para ahli hukum daa memakai istilah strafbaarfeit menggunakan
istilah yang berbeda-beda. Ada yang menggunakan istilah peristiwa pidana,
tindak pidana maupun perbuatan pidana.
B.
Istilah Menurut
Para Ahli Hukum
Pengertian suatu istilah dalam ilmu hukum pidana
sangat penting dipahami, demikian halnya dengan istilah delik,jika diperhatikan
penempatannya selalu mendahului / diutamakan dari rangkaian kata berikutnya.
Istilah delik (delict) dalam bahasa Belanda di sebut starfbaarfeeit di
mana setelah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, oleh beberapa sarjana
hukum diartikan secara berlain-lainan sehingga otomatis pengertiannya berbeda.
Agar lebih jelasnya,penulis mengelompokkan dalam 5
kelompok istilah yang lazim digunakan oleh beberapa sarjana hukum sebagai
berikut:
Pertama :
Peristiwa pidana : digunakan oleh Andi Zainal Abidin Farid (1962: 32),
Rusli Efendi
(1981: 46), Utrecht (Sianturi 1986: 206) dan lain-lainya.
Kedua
: Perbuatan pidana : digunakan oleh Moejanto(1983 : 54)dan
lain-lain
Ketiga
: Perbuatan yang boleh di hukum :digunakan oleh H.J.Van Schravendijk
(Sianturi 1986 :206)dan lain-lain
Keempat :
Tindak pidana : digunakan oleh Wirjono Projodikoro(1986 : 55),
Soesilo (1979 :26)dan S.R Sianturi (1986 :
204) dan lain-lain
Kelima :
Delik : Digunakan oleh Andi Zainal Abidin Farid (1981 :
146 dan Sotochid Karta Negara (tanpa tahun : 74) dan
lain-lain
Sarjana hukum tersebut di atas menggunakan istilah masing-masing dengan
disertai alasan dan pertimbangan sebagai berikut:
Moelijanto (Sianturi 1986 : 207) beralasan bahwa digunakannya istilah
”perbuatan pidana” karena kata ”perbuatan” lazim dipergunakan dalam
percakapan sehari-hari seperti kata perbuatan cabul,kata perbuatan jahat,dan kata
perbuatan melawan hukum.
Lebih
jauh Moeljanto (1983: 56) menegaskan bahwa perbuatan menunjuk ke dalam yang
melakukan dan kepada akibatnya,dan kata perbuatan berarti di buat oleh
seseorang yang dapat dipidana adalah kepanjangan dari istilah yang merupakan
terjemahan dari starfbaarfeit.
Lebih
jelasnya Moeljanto menyatakan (sianturi 1986 : 207) sebagai berikut:
1. Kalau utrecht,sudah lazim dipakai istilah hukum, maka hukum lalu
berarti: berecht, diadili yang sama sekali tidak mesti berhubungan
dengan starf, dipidana karena perkara-perkara perdata pun diberech,
diadili maka saya memilih untuk terjemahan strafbaar adalah istilah
pidana sebagai singkatan dari”yang dapat dipidana”.
2. Perkataan perbuatan berarti dibuat oleh seseorang menunjuk lain pada yang
melakukan maupun pada akibatnya, sedangkan perkataan peristiwa tidak menunjuk
bahwa yang melakukannya adalah ”handling” atau ”gedraging” seseorang
mungkin atau mungkin juga hewan atau alam dan perkataan tindak berarti langkah
baru dan tindak tanduk atau tingkah laku.
Wirjono Projodikoro (1986 : 55) lebih cenderung menggunakan istilah tindak
pidana karena tindak pidana menurut beliau dapat diartikan sebagai suatu
perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukum pidana dan Soesilo (1979 : 26)
menggunakan pula istilah tindak pidana.
Istilah delik H.J Van Schravendiik mengartikannya sebagai perbuatan yang boleh
di hukum,sedangkan Utrecht (Sianturi 1986 : 207) lebih
menganjurkan pemakaian istilah peristiwa pidana,karena istilah pidana menurut
beliau meliputi perbuatan (andelen) atau doen positif atau
melainkan (visum atau nabetan atau met doen,negatif/maupun
akibatnya).
S.R. Sianturi menggunakan delik sebagai tindak pidana jelasnya Sianturi (1986 :
211) memberikan perumusan sebagai berikut:
tindak
pidana adalah sebagai suatu tindakan pada,tempa,waktu,dan keadaan tertentu yang
dilarang (atau diharuskan) dan diancam dengan pidana oleh undang-undang
bersifat melawan hukum,serta dengan kesalahan di lakukan oleh seseorang (yang
bertanggung jawab).
Sianturi (1986 : 209) berpendapat bahwa istilah tindak adalah merupakan
singkatan dari kata ”tindakan” artinya pada orang yang melakukan tindakan
adalah dinamakan penindak. Tindakan apa saja dilakukan semua orang,akan tetapi
dalam banyak hal suatu tindakan hanya dapat dilakukan oleh orang-orang
tertentu, misalnya menurut golongan dalam pekerjaan dan menurut golongan
kelamin. Sianturi menjelaskan bahwa menurut golongan kelamin misalnya wanita
atau pria sedangkan menurut golongan dalam pekerjaan misalnya seperti buruh,
pegawai dan lain-lain sebagainya, jadi status/klasifikasi seorang penindak
menurut Sianturi (1986 : 209) haruslah dicantumkan unsur”barang siapa”.
orang-orang
tetapi yang jelas orang lain.
Terhadap tindak pidana,maka dikomentari oleh Moeljanto (1983 : 55 ) sebagai
berikut:
Meskipun kata tindak lebih pendek dari pada kata ”perbuatan” tapi ”tindak”tidak
menunjuk kepada hal yang abstrak seperti perbuatan,tapi hanya menyatakan
keadaan konkrit sebagaimana halnya dengan peristiwa dengan perbedaan bahwa
tindak adalah kelakuan,tingkah laku,gerak-gerik,sikap jasmani seseorang,halaman
lebih dikenal dalam tindak tanduk,tindakan dan bertindak dan belakangan di
pakai ”ditindak” oleh karena itu tindak sebagai kata tidak begitu di kenal,maka
perundang-undangan yang menggunakan istilah tindak pidana baik dalam
pasal-pasalnya sendiri maupun dalam penjelasannya hampir hampir selalu di pakai
kata ”perbuatan”.
Selain Utrecht yang menggunakan pidana,Andi Zainal Abidin juga
menggunakan kata peristiwa yang mendapat kritikan dari Moeljanto dalam setip
perumusannya, jelasnya Moeljanto ( 1986 : 55 ) menyatakan sebagai berikut:
Peristiwa itu saja tidak mungkin dilarang, hukum
pidana adanya orang mati tetapi melarang adanya orang mati karena perbuatan
orang lain, jika matinya orang itu karena keadaan alam entah karena tertimpa
oleh pohon roboh ditiup angin puyuh maka peristiwa itu tidak penting sama sekali
memakai hukum pidana.
Sebaliknya Andi Zainal Abidin (1962 : 34 ) memberi komentar pula dengan
mengemukakan sebagai berikut:
Dengan tidak memperkecil arti dari pada perbuatan (pidana) yang diintrodusir
oleh Prof. Moeljanto,SH sebagai terjemahan dari fiet (strafbaarfeit)
yang kebetulan sesuai dengan istilah yang dipakai oleh Schravendiik Mr. Kami :
maka yang paling tetap ialah peristiwa (pidana) sebab dalam tiap-tiap,
peristiwa selalu ada peranan manusia.
Dari itu aliran modern dan praktek tela menerima bahwa selain orang suatu badan
yang menjadi pemangku kewajiban menuntut hukum pidana diancam pula dengan
pidana : misalnya pasal 15 undang-undang nomor 7 tahun 1955 : lembaga negara
1955 No, 27 : nyata bahwa suatu badan kooperatif tidak dikatakan melakukan
perbuatan pidana. Mereka ini hanya dapat mengadakan atau mewujudkan peristiwa
pidana juga kata perbuatan aktif, sedangkan hukum pidana ada juga perbuatan
pasif yaitu tidak berbuat atau melainkan dan sebagainya.
Demikian halnya dengan Satocid Kartanegara dimana
dalam rangkaian kuliah beliau di Universitas Indonesia dan AHM/PTHM (Sianturi
1986 : 207), menganjurkan istilah tindak pidana karena istilah tindak
(tindakan) mencakup pengertian melakukan atau berbuat, (active handting)
dan/atau tidak melakukan, tidak berbuat, tidak melakukan suatu perbuatan (passive
handeling).
Istilah perbuatan menurut Satocid adalah berarti melakukan, berbuat (actieve
handeling) tidak mencakup pengertian mengakibatkan/ tidak melakukan, istilah
peristiwa tidak menunjukkan kepada hanya tindakan manusia. Sedangkan terjemahan
pidana staarbaarfeit yang setelah membahas uraian tentang pengertian
delik, yang pada akhirnya pilihannya jatuh pada istilah delik.
Andi Zainal Abidin (1986 : 146) memilih istilah delik
dengan menggunakan sebagai berikut:
Pada hakikatnya istilah yang paling tepat adalah ”delik” yang berasal dari
bahasa latin ”delictum delicta” karena:.
1. Bersifat universal, semua orang di
dunia ini mengenalnya.
2. Bersifat ekonomis karena singkat
3. Tidak menimbulkan kejanggalan
seperti ”peristiwa pidana”, ”perbuatan pidana” (bukan peristiwa perbuatan yang
di pidana, tetapi pembuatnya).
4. Luas pengertiannya sehingga meliputi
juga delik-delik yang diwujudkan oleh korporasi orang tidak kenal menurut hukum
pidana ekonomi Indonesia.
Jadi
hukum pidana tidak mempersoalkan orang-orang yang karena perbuatannya era/
kasuistis dengan timbulnya peristiwa tersebut dengan perkataan lain bahwa yang
diancam itu adalah pembuatnya.
C.
Macam-Macam
Pembagian Delik dalam Hukum Pidana
Pembagian
delik menurut H.A.Abu Ayyub Saleh, meliputi:
- Delik Kejahatan adalah rumusan delik yang
biasanya disebut delik hukuman, ancaman hukumannya lebih berat.
- Delik Pelanggaran adalah biasanya disebut delik
undang-undang yang ancaman hukumannya memberi alternatif bagi setiap
pelanggarnya.
- Delik Formil yaitu delik yang selesai, jika
perbuatan yang dirumuskan dalam peraturan pidana itu telah dilakukan tanpa
melihat akibatnya.
Contoh: delik pencurian pasal 362 KUHP.
- Delik Materiil adalah jika yang dilarang itu
selalu justru akibatnya yang menjadi tujuan si pembuat delik.
Contoh: delik pembunuhan pasal 338, Undang-undang
hukum Pidana, tidak menjelaskan bagaimana cara melakukan pembunuhan, tetapi yang
disyaratkan adalah akibatnya yakni adanya orang mati terbunuh, sebagai tujuan
si pembuat/pelaku delik.
- Delik Umum adalah suatu delik yang dapat
dilakukan oleh siapa saja dan diberlakukan secara umum.
Contoh: penerapan delik kejahatan dalam buku II KUHP,
misalnya delik pembunuhan pasal 338 KUHP.
- Delik Khusus atau tindak pidana khusus hanya
dapat dilakukan oleh orang tertentu dalam kualitas tertentu, misalnya
tindak pidana korupsi, ekonomi, subversi dan lain-lain.
- Delik Biasa adalah terjadinya suatu perbuatan
yang tidak perlu ada pengaduan, tetapi justru laporan atau karena
kewajiban aparat negara untuk melakukan tindakan.
- Delik Dolus adalah suatu delik yang dirumuskan
dilakukan dengan sengaja.
Contoh: pasal-pasal pembunuhan, penganiayaan dan
lain-lain.
- Delik Kulpa yakni perbuatan tersebut dilakukan
karena kelalaiannya, kealpaannya atau kurang hati-hatinya atau karena
salahnya seseorang yang mengakibatkan orang lain menjadi korban.
Contoh: seorang sopir yang menabrak pejalan kaki,
karena kurang hati-hati menjalankan kendaraannya.
- Delik Berkualifikasi adalah penerapan delik yang
diperberat karena suatu keadaan tertentu yang menyertai perbuatan itu.
Contoh: pasal 363 KUHP, pencurian yang dilakukan pada
waktu malam, atau mencuri hewan atau dilakukan pada saat terjadi bencana alam
dan lain-lain, keadaan yang menyertainya itulah yang memberiatkan sebagai delik
pencurian yang berkualifikasi.
- Delik Sederhana adalah suatu delik yang berbentuk
biasa tanpa unsur dan keadaan yang memberatkan.
Contoh: pasal 362 KUHP tentang delik pencurian biasa.
- Delik Berdiri Sendiri (Zelfstanding Delict)
adalah terjadinya delik hanya satu perbuatan saja tanpa ada kelanjutan
perbuatan tersebut dan tidak ada perbuatan lain lagi.
Contoh: seseorang masuk dalam rumah langsung membunuh,
tidak mencuri dan memperkosa.
- Delik Berlanjut (Voortgezettelijke Handeling)
adalah suatu perbuatan yang dilakukan secara berlanjut, sehingga harus
dipandang sebagai satu perbuatan yang dilanjutkan.
- Delik Komisionis adalah delik yang karena rumusan
Undang-undang bersifat larangan untuk dilakukan.
Contoh: perbuatan mencuri, yang dilarang adalah
mencuri atau mengambil barang orang lain secara tidak sah diatur dalam Pasal
362 KUHP.
- Delik Omisionis adalah delik yang mengetahui ada
komplotan jahat tetapi orang itu tidak melaporkan kepada yang berwajib,
maka dikenakan Pasal 164 KUHP, jadi sama dengan mengabaikan suatu
keharusan.
- Delik Aduan adalah delik yang dapat dilakukan
penuntutan delik sebagai syarat penyidikan dan penuntutan apabila ada
pengaduan dari pihak yang dirugikan/korban.
Contoh: pencurian keluarga pasal 367 KUHP, delik
penghinaan pasal 310 KUHP, delik perzinahan pasal 284 KUHP.
BAB III
Penutup
Kesimpulan
Secara umum,
pengertian delik, baik dalam lapangan Hukum Pidana maupun
Hukum Perdata, dapat didefinisikan sebagai perbuatan seseorang terhadap siapa
sanksi sebagai konsekuensi dari perbuatannya itu diancamkan. Definisi semacam
ini mensyaratkan bahwa sanksi itu diancamkan terhadap seseorang yang
perbuatannya dianggap oleh pembuat undang-undang membahayakan masyarakat, dan
oleh sebab itu pembuat undang-undang bermaksud untuk mencegahnya dengan sanksi
tersebut. Perlu dicatat bahwa fakta tentang delik bukan hanya terletak pada
suatu perbuatan tertentu saja, melainkan juga pada akibat-akibat dari perbuatan
tersebut.
0 Response to "Makalah Pembagian Delik Pidana"
Posting Komentar