Kata Pengantar Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah serta Inayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah ini yang membahas tentang Jarimah dan Macam – Macamnya dan dapat diselesaikan dengan tepat tanpa mengalami hambatan yang berarti. Semoga dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi kami selaku penulis dan bagi para pembaca semuanya.
Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu demi penyempurnaan tulisan ini, kami
mengharapkan masukan dan saran yang bersifat membangun.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat
bagi pihak-pihak yang berkompeten. Amin.
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dalam
makalah ini peyeusun akan membahas dan menguraikan sebagaimana dalam rumusan
masalah. Baikalah untuk lebih jelasnya akan dibahas berikut ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apa
itu jarimah dalam hukum pidana Islam
2. Apa
macam-macam Jarimah
C. Rumusan Tujuan
1. Menjelaskan
tentang jarimah dalam hukum pidana Islam
2. Menjelaskan
terkait macam-macam jarimah
BAB
II
PEMBAHASAN
a. Definisi Jarimah
dalam Fiqh Jinayah
Istilah tindak pidana
dalam hukum Islam disebut jarimah (arab) atau jinayah (arab). Secara etimologi
Jarimah adalah melukai, berbuat dan kesalahan. Sedangkan menurut terminologi
Jarimah adalah yaitu larangan – larangan syara’ yang diancam oleh Allah SWT., dengan
hukuman had atau ta’zir.[1]
Sedangkan dikalangan
fuqaha, yang dimaksud dengan katakata jinayah ialah perbuatan yang dilarang
oleh syara’ baik perbuatan itu mengenai (merugikan) jiwa atau harta benda
ataupun yang lainlainya.[2]
Dalam
hukum Islam, kejahatan (jarimah/jinayat) didefinisikan sebagai
larangan-larangan hukum yang diberikan Allah, yang pelanggarannya membawa
hukuman yang ditentukan-Nya, atau tidak melakukan suatu perbuatan yang tidak
diperintahkan. Dengan demikian, suatu kejahatan adalah perbuatan yang hanya
dilarang oleh syari’at. Dengan kata lain, melakukan (commission) atau tidak
melakukan (ommission) suatu perbuatan yang membawa kepada hukuman yang
ditentukan oleh syari’at adalah kejahatan.[3]
Suatu
hukuman dibuat agar tidak terjadi jarimah atau pelanggaran dalam masyarakat,
sebab dengan larangan-larangan saja tidak cukup. Meskipun hukuman itu juga
bukan sebuah kebaikan, bahkan dapat dikatakan sebagai perusakan bagi si pelaku.
Namun hukuman tersebut sangat diperlukan sebab bisa membawa ketentraman dalam
masyarakat, karena dasar pelarangan suatu perbuatan itu adalah pemeliharaan
kepentingan masyarakat.
Dari
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa jarimah adalah melaksanakan
perbuatan-perbuatan terlarang dan meninggalkan perbuatan-perbuatan wajib yang
diancam syara’ dengan hukuman had atau hukuman ta’zir. Jadi perbuatan seseorang
dianggap sebagai perbuatan pidana apabila mempunyai kriteria – kriteria sebagai
berikut :
·
Perbuatan itu
diharamkan atau dilarang oleh syara’
·
Perbuatan itu
berbahaya bagi agama, jiwa, akal, kehormatan dan harta.[4]
Macam
– Macam Jarimah dalam Fiqh Jinayah
Dalam hukum pidana
Islam (fiqih jinayah) tindak pidana (jarimah), berdasarkan berat ringanya
hukuman, dapat dikategorikan ke dalam tiga bagian, yaitu:
1. Jarimah
hudud
Kata hudud adalah
bentuk jama’ dari kata had. Secara etimologi, kata had berarti batas pemisah
antara dua hal agar tidak saling bercampur atau supaya salah satunya tidak
masuk pada wilayah yang lainnya.[5]
Kata had juga berarti pelanggaran, pencegahan, serta batas akhir dari sesuatu
yang dituju. Menurut Ahmad Hanafi, jarimah hudud adalah jarimah yang diancamkan
hukuman had yaitu hukuman yang telah ditentukan macam dan jumlahnya dan menjadi
hak Tuhan. ciri khas dari jarimah hudud yaitu:
1)
Hukumannya
tertentu dan terbatas, dalam artian bahwa hukumannya telah ditentukan oleh
syara’ dan tidak ada batas maksimal dan batas minimal.
2)
Hukuman tersebut
merupakan hak Allah semata, atau kalau ada hak manusia, maka hak Allah yang
lebih menonjol.
Hukuman
hudud tidak mempunyai batas terendah atau batas tertinggi. Pengertian hak Tuhan
adalah bahwa hukuman tersebut tidak dapat dihapuskan baik oleh perseorangan
yang menjadi korban jarimah ataupun oleh masyarakat yang diwakili oleh negara.
Hukuman yang termasuk hak Tuhan ialah setiap hukuman yang dikehendaki oleh
kepentingan umum (masyarakat) seperti untuk memelihara ketentraman dan keamanan
masyarakat, dan manfaat penjatuhan hukuman tersebut akan dirasakan oleh
keseluruhan masyarakat.
Disamping itu, hukuman had merupakan perangkat
pengancam yang ditetapkan oleh Allah SWT agar orang tidak mengerjakan sesuatu
yang dilarang-Nya atau meninggalkan sesuatu yangdi perintahkan-Nya. Karena pada
dasarnya tabiat manusia itu cenderung untuk menuruti hawa nafsunya, kenikmatan
sesaat membuat mereka melupakan ancaman Akhirat. Sehingga dalam hal ini Allah
SWT menetapkan ancaman dengan hukumanhukuman (had) yang dapat menghalangi
manusia untuk menghindari dari pedihnya hukuman dan jatuhnya harga dirinya.
Imam Al Mawardi menjelaskan bahwa, pembagian hukuman had ada dua macam:
Pertama, hukuman yang merupakan hak Allah SWT. Kedua, hukuman yang berkaitan
dengan hak manusia.[6]
Hukuman
(had) yang berkaitan dengan hak Allah SWT ada dua macam, yaitu: Hukuman atas meningalkan
perbuatanperbuatan yang wajib, dan hukuman atas mengerjakan laranganlarangan-
Nya. Macam-macam jarimah yang diancam dengan hukuman hudud oleh kebanyakan para
fuqaha’ ditetapkan ada tujuh macam, yaitu : Zina, Qadzaf (tuduhan zina) sukr
al-khamr (minuman keras), sariqah (pencurian), hirabah qatl al-thariq
(perampokan), riddah (keluar dari islam) dan bughah (pemberontakan).[7]
2. Jarimah
qishas - diyat
Menurut
bahasa kata qishas adalah bentuk masdar, sedangkan bentuk madhinya adalah
qashasha yang artinya memotong. Atau juga berasal dari kata Iqtashasha yang
artinya ”mengikuti”, yakni mengikuti perbuatan si pelaku sebagai balasan atas
perbuatannya. Jarimah qishas diyat ialah: perbuatan-perbuatan yang diancam
dengan hukuman qishas atau hukuman diyat. Hukuman yang berupa qishas maupun
hukuman yang berupa diyat adalah hukuman-hukuman yang telah ditentukan batasnya,
dan tidak mempunyai batas terendah maupun batas tertinggi, tetapi menjadi hak
perseorangan (hak manusia). Dengan pengertian, bahwa si korban bisa memaafkan
si pelaku jarimah, dan apabila dimaafkan oleh si korban, maka hukumannya
menjadi hapus.[8]
Jadi,
ciri dari jarimah qishas diyat adalah:
1)
Hukumannya sudah
tertentu dan terbatas, yakni sudah ditentukan oleh syara’ dan tidak terdapat
batas maksimal dan minimal.
2)
Hukuman tersebut
merupakan hak perseorangan (individu), dalam artian bahwa, si korban atau
keluarganya berhak memberikan pengampunan terhadap pelaku.
Jarimah
qishas diyat dalam Hukum Pidana Islam terdiri dari tiga macam, yakni :
Pembunuhan sengaja (al-qatl al-amd),
pembunuhan semi sengaja (al-qatl syibh al-amd), pembunuhan tidak sengaja
(al-qatl al-khatha’), Sedangkan penganiayaan terdir dari 2 macam yaitu
penganiayaan sengaja (al-jarh al-amd), dan penganiayaan tidak sengaja (al-jarh
al-khatha’).[9]
3. Jarimah ta’zir
Menurut
bahasa lafaz ta’zir berasal dari kata A’zzara yang sinonimnyaYang artinya
mencegah dan menolak, mendidik Pengertian tersebut di atas sesuai dengan apa
yang dikemukakan oleh Abdul Qadir Audah dan Wahbah Azzuhaily, bahwa ta’zir
diartikan mencegah dan menolak karena ia
dapat mencegah pelaku agar tidak mengulangi perbuatannya lagi. Sedangkan ta’zir
diartikan mendidik ( karena ta’zir
dimaksudkan untuk mendidik dan memperbaiki pelaku agar Ia menyadari perbuatan
jarimahnya kemudian meninggalkan dan menghentikannya.[10]
Istilah
jarimah ta’zir menurut hukum pidana Islam adalah tindakan yang berupa edukatif
(pengajaran) terhadap pelaku perbuatan dosa yang tidak ada sanksi had dan
kifaratnya, atau dengan kata lain, ta’zir adalah hukuman yang bersifat edukatif
yang ditentukan oleh hakim. Jadi ta’zir merupakan hukuman terhadap perbuatan
pidana/delik yang tidak ada ketetapan dalam nash tentang hukumannya.
Hukuman
hukuman ta’zir tidak mempunyai batas-batas hukuman tertentu, karena syara’
hanya menyebutkan sekumpulan hukuman, mulai dari yang seringan-ringannya sampai
hukuman yang seberat beratnya. Dengan kata lain, hakimlah yang berhak
menentukan macam tindak pidana beserta hukumannya, karena kepastian hukumnya
belum ditentukan oleh syara.[11]
Di
samping itu juga, hukuman ta’zir merupakan hukuman atas tindakan pelanggaran
dan kriminalitas yang tidak diatur secara pasti dalam hukum had. Hukuman ini
berbeda-beda, sesuai dengan perbedaan tindak pidana dan pelakunya. Dalam bukunya
Mahmoud Syaltut ( al-Islam Aqidah wa Syari’ah) sebagaimana yang dikutip oleh
Abdullahi Ahmed an-Na’im dikatakan bahwa, yurisprudensi Islam historis
memberikan penguasa negara Islam atau hakimhakimnya kekuasaan dan kebijaksanaan
yang tersisa, apakah mempidanakan dan bagaimana menghukum apa yang mereka
anggap sebagai perilaku tercela yang belum tercakup dalam kategori-kategori
khusus hudud dan jinayat.
Tujuan
hak penentuan jarimah ta’zir dan hukumannya diberikan kepada penguasa/ulil amri
adalah, supaya mereka dapat mengatur masyarakat dan memelihara
kepentingankepentingannya, serta bisa menghadapi dengan sebaik-baiknya setiap
keadaan yang bersifat mendadak.
Penulis menyimpulkan
perbedaan hukuman antara tiga jenis jarimah di atas adalah jarimah hudud dan qishas,
hukuman tidak bisa terpengaruh oleh keadaan-keadaan tertentu yang berkaitan
dengan pelaksanaan jarimah, kecuali apabila pelaku tidak memenuhi syarat-syarat
taklif, seperti gila, atau dibawah umur. Akan tetapi hal ini berbeda dalam
jarimah ta’zir, keadaan korban atau suasana ketika jarimah itu dilakukan dapat
mempengaruhi berat ringannya hukuman yang akan dijatuhkan kepada si pelaku
BAB
III
KESIMPULAN
Jadi dapat disimpulkan
bahwa yaitu larangan – larangan syara’ yang diancam oleh Allah SWT., dengan hukuman
had atau ta’zir sedangkan Macam – Macam Jarimah dalam Fiqh Jinayah adalah
Jarimah hudud Jarimah qishas – diyat Jarimah ta’zir
[1]
1 Mardani, Kejahatan Pencurian dalam Hukum Pidana Islam, Jakarta: CV INDHILL
CO,
cet – 1, 2008, hlm. 4.
[2]
2Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, Jakarta: PT Bulan Bintang, Cet.
Ke- 5,1993, hlm. 1
[3]
Topo Santoso, Membumikan Hukum Pidana Islam: Penegakan Syari’at dalam Wacana
dan Agenda, Jakarta: Gema Insani Press, 2003, hlm. 20.
[4]
Mardani, op.cit., hal.7.
[5]
5Rokhmadi, Reaktualisasi Hukum Pidana Islam (Kajian Tentang Formulasi Sanksi
Hukum Pidana Islam), Semarang: Departemen Agama IAIN Walisongo Semarang, Pusat
Penelitian thn 2005, hlm. 22.
[6]
Iman al-Mawardi, Hukum Tata Negara dan Kepemimpinan dalam Takaran Islam,
Jakarta: Gema Insani Press, Cet- I, 2000, hlm. 425.
[7] Abdul
Qadir Awdah, Al-Tasyri’ Al-Jina’y Al-Islami, Beirut: Muassasah al Risalah,
Juz1, hlm. 79.
[8] Ahmad
Hanafi, op. cit, hlm. 7-8.
[9] 10Abdul
Qadir Audah, op. cit,, hlm. 78-80.
[10] Ahmad
Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, Cet-2, 2005, hlm. 248-249.
[11]
12Rokhmadi, op. cit, hlm. 56.
0 Response to "Makalah Fiqih Jinayah Jarimah dan Macam-Macamnya"
Posting Komentar