BAB II
PEMBAHASAN
CLD (Counter Legal Draft)
Laatar belakang CLD muncul disebabkan sebagai berikut Pertama: Anggapan mengenai pentingnya ‘memaknai-ulang’ hukum tekstual dalam
KHI. Kedua: Hampir semua pasal dalam KHI yang dianggap mendiskriminasikan
perempuan, makaa dalam darap CLD terutama yang dianggap mendiskriminasikan
perempuan dilucuti dengan argumentasi hukum yang berdasarkan pada kaidah-kaidah
fikih Ketiga: Dalam KHI sudah tidak sesuai dengan jamannya. Itulah salah satu dari munculnya CLD (Counter Legal Draft) di Indonesia
Namun adanya Pembatalan yang dilakukan Menteri Agama RI Maftuh
Basyuni terhadap draf revisi Kompilasi Hukum Islam (KHI) Senin, 14 Februari
2005 yang lalu cukup menghenyakkan, baik bagi pihak yang mendukung (pembatalan)
maupun bagi pihak yang menyokong perubahan (revisi). Menag melandaskan
keputusannya pada kekhawatiran terhadap kemungkinan akan menimbulkan keresahan
masyarakat mengenai usulan-usulan yang dimuat dalam Counter Legal Draft (CLD)
Dari sekian tema yang dibahas di dalam KHI, paling tidak terdapat 3
isu yang (rawan) menjadi konsumsi publik. Pertama, tarik-menarik mengenai
konsep dan praktik poligami. Dalam KHI, sangat jelas dinyatakan bahwa poligami
diperbolehkan meskipun dengan beberapa syarat, di antaranya dan yang paling
penting adalah adanya izin dari pihak istri. Sementara, di dalam CLD, poligami
mutlak diharamkan dengan alasan mengandung muatan dan berpotensi menciptakan
kekerasan dan ketidakadilan bagi perempuan. Persoalannya menjadi lebih rumit
lagi ketika keduanya sama-sama melandaskan pada kekuatan interpretasi teks,
yang sebenarnya hanya akan menghasilkan keputusan yang menduga-duga.
Kedua, kontroversi mengenai konsep dan praktik nikah beda agama.
Dalam KHI, nikah beda agama sangat ditentang karena dianggap tidak sesuai
dengan kandungan hukum yang termuat dalam teks Alquran. Sementara di dalam
pasal CLD, nikah model ini diperbolehkan dan tidak diharamkan berdasarkan Hukum
Islam.
Ketiga, konsep kontroversial tentang kawin kontrak (mut’ah). Jika
di dalam KHI, nikah mut’ah mutlak diharamkan, maka di dalam pasal CLD nikah
pada suatu masa tertentu diperbolehkan asalkan sesuai dengan kesepakatan kedua
belah pihak. Dalam pasal ini seakan-akan ingin dijelaskan bahwa laki-laki dan
perempuan memiliki hak sama dalam menikmati penjalinan kehidupan rumah tangga,
sama halnya ketika keduanya memutuskan untuk memisahkan diri pada masa (waktu)
yang telah ditentukan. Dengan pengertian lain, konsep mengenai sakralitas
pernikahan berusaha dimangkirkan dan diganti dengan konsep mengenai kebebasan
manusia untuk menentukan siapa yang akan dipilih sebagai pendamping, kapan ia
harus dilangsungkan atau tidak menikah sama sekali.
PERDA
Syariah Isu Penerapan Hukum Islam di Daerah
Perda bermuatan syariah dibuat dalam rangka implementasi kebebasan
pengaturan dalam beragama sebagaimana dijamin dalam Pasal 29 UUD 1945. bahwa
kehadiran perda bermuatan syariah merupakan manifestasi dari pluralisme sistem
hukum di Indonesia yang terdiri dari Hukum Adat, Hukum Islam dan Hukum Perdata
Barat (BW). Bahwa implementasi perda bermuatan syariah secara khusus ditujukan
bagi pemeluk agama islam serta sejauh ini terbukti tidak merugikan kelompok
agama lain diluar agama islam. Dengan demikian perda bermuatan syariah tersebut
terbukti turut memberikan kontribusi dalam pembangunan sistem hukum nasional.
Perda syariah Aceh
Penerapan syar’iat Islam di NAD dilaksanakan berdasarkan
undang-undang otonomi khusus dengan melakukan transplantasi syar’iah ke dalam
hukum positif dalam bentuk “Qanun”. Kebijakan ini dikeluarkan sehubungan dengan
tuntutan dan permintaan masyarakat Aceh atas pelaksanaan hukum yang khusus
dalam wilayah NAD yang memiliki kekhasan sosial dan sejarahnya
Disamping berbagai undang-undang di atas, pada masa reformasi juga
muncul berbagai peraturan daerah yang memuat nilai-nilai hukum Islam di
daerah-daerah diantaranya yaitu ;
No
|
Asal
Peraturan
|
Jenis
|
Nomor/ Tahun
|
Perihal
|
1
|
NAD
|
Qanun
|
11/2002
|
Syariat
bidang ibadah, akidah, dan syiar Islam di
|
13/2003
|
Maisir (judi)
|
|||
14/2003
|
Khalwat
(mesum)
|
|||
7/2004
|
Pengelolaan
zakat
|
|||
2
|
Propinsi
Sumbar
|
Perda
|
11/2001
|
Pemberantasan
dan
pencegahan
maksiat
|
3
|
Kota Solok
(Sumbar)
|
Perda
|
10/2001
|
Kewajiban
membaca Al-
Qur’an bagi
siswa dan
pengantin
|
4
|
Padang
Pariaman
(Sumatera
Barat)
|
Perda
|
2/2004
|
Pencegahan
penindakan
dan
pemberantasan
maksiat
|
5
|
Kota Padang
(sumbar)
|
Perda
|
3/2003
|
Wajib baca
Al-Qur’an
|
6
|
Insruksi
Walikota
|
451.442/
BINSOSIII/
2005
|
Kewajiban
berbusana
muslimah
|
|
7
|
Pasaman
Barat
(Sumbar)
|
Perda
|
Aturan
berbusana muslim
di sekolah
|
|
8
|
Kota
Bengkulu
|
Perda
|
Perda Larangan pelacuran dalam
Kota Bengkulu
|
|
9
|
Riau
|
Surat
Gubernur
|
003.1/UM
/08.01.20
03
|
Pembuatan
papan nama
arab
|
10
|
Kota Batam
|
Perda
|
6/2002
|
Ketertiban
sosial (berisi
pemberantasan
pelacuran,
pengaturan
pakaian
warga, dan
pemberantasan
kumpul
kebo)
|
11
|
Kota Pangkal
Pinang
|
Perda
|
6/2006
|
Pengawasan
dan
pengendalian
minuman
beralkohol
|
12
|
Sumatera
Selatan
|
Perda
|
13/2002
|
Pemberantasan
maksiat
|
13
|
Kota
Palembang
|
Perda
|
2/2004
|
Pemberantasan
pelacuran
|
14
|
Kota
Banjarmasin
|
Perda
|
4/2005
|
Perubahan
atas Peraturan
Daerah Kota
Banjarmasin
No. 13/2003
tentang
larangan
kegiatan pada
Bulan
Ramadhan
|
15
|
Kabupaten
Bandung
|
Perda
|
9/2005
|
ZIS
|
16
|
Cirebon
|
Perda
|
77/2004
|
Pendidikan
madrasah
diniah
awaliyah
|
Perda
|
5/2002
|
Larangan
perjudian,
prostitusi,
minuman keras
|
||
17
|
Kabupaten
Serang
|
Perda
|
1/2006
|
Ketentuan
penyelenggaraan
wajib
belajar
madrasah diniyah
awaliyah
|
18
|
Kodya
Yogyakarta
|
Keputusan
Walikota
|
169/2006
|
Pembentukan
tim
kebijakan dan
tim
pemberantasan
perjudian,
kemaksiatan,
penyalahgunaan
narkotika,
psikotropika,
dan zat
adiktif, minuman
keras,
kenakalan remaja,
pornografi
serta bentuk kekerasan lainnya
|
19
|
Prop.Banten
|
Prop. Banten
|
4/2004
|
Pengelolaan zakat
|
20
|
Cilegon
|
Perda
|
4/2001
|
Pengelolaan
ZIS
|
21
|
Kab. Serang
|
Perda
|
6/2002
|
Pengelolaan
zakat
|
22
|
Kab.
Tangerang
|
Perda
|
24/2004
|
Pengelolaan
ZIS
|
Perda
|
7/2005
|
Pelarangan
pengedaran
dan penjualan
minuman
beralkohol
|
||
Perda
|
8/2005
|
Pelarangan
pelacuran
|
||
23
|
Prop.Jabar
|
Keputusan
Gubernur
|
73/2001
|
Pengelolan
zakat,
pengurus BAZ
Prop.
Jabar
|
24
|
Sukabumi
|
Kep.
Bupati
|
114/2003
|
Susunan
organisasi dan
personalia
pengurus
Badan
Pengkajian Dan
Pengembangan
Syariat
Islam (BPPSI)
Sukabumi
|
nstruksi
Bupati
|
04/2004
|
Pemakaian
busana
muslim bagi
siswa dan
mahasiswa di
Sukabumi
|
||
Perda
|
11/2005
|
Penertiban
minuman
beralkohol
|
||
25
|
Kab.
Inderamayu
|
Perda
|
7/1999
|
Prostitusi
|
Perda
|
30/2001
|
Pelarangan
peredaran dan
penggunaan
minuman
keras
|
||
Perda
|
2/2003
|
Wajib belajar
madrasah
diniyah
awaliyah
|
||
Perda
|
7/2005
|
Pelarangan
minuman
beralkohol
|
||
Edaran
Bupati
|
Wajib busana
muslimah
dan pandai
baca Al-
Qur’an untuk
siswa
sekolah
|
|||
26
|
Kab. Cianjur
|
Perda
|
7/2000
|
Pengelolaan
zakat
|
27
|
Jember
|
Perda
|
14/2001
|
Penanganan
pelacuran
|
28
|
Gresik
|
Perda
|
7/2002
|
Larangan
praktik
prostitusi
|
29
|
Pamekasan
|
Perda
|
18/2001
|
Larangan
peredaran
minuman
beralkohol
|
Fenomena perda bernuansa syariat merupakan dampak dari perubahan
sistem politik kenegaraan dan pemerintahan. Sistem politik yang otoritarian
berubah menjadi demokratis. Sistem emerintahan yang sentralistik berubah
menjadi desentralistik. Perubahan-perubahan tersebut berdasarkan tuntutan
masyarakat dan telah ditampung dalam Amandemen UUD 1945. Disahkannya
Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang
Nomor 25 tahun 1999 tentang Pengaturan Anggaran Daerah dan Pusat menjadikan
pemerintah daerah lebih otonom.
0 Response to "Makalah Pembaharuan Hukum Keluarga Islam Di Indonesia "
Posting Komentar