Makalah Perkawinan Campuran Dan Problematikanya

BAB II
PEMBAHASAN
  • Pengertian Perkawinan Campuran

Pengertian Perkawinan Campuran ialah perkawinan yang dilakukan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarga negaraan Indonesia sesuai dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 pada (pasal 57)
  • Ruang Lingkup Perkawinan Campuran

Undang-undang nomor I tahun l974 tentang Perkawinan, adalah hasil Badan Legislatif Negara Republik Indonesia dalam menciptakan Hukum Nasiond yang berlaku bagi sehrmh warga negara Indonesia Dalam hal perkawinan campu:m diatur dalam pasal 57 UU Perkawinan yang menetapkan sebagai berikut: "Yang dimaksud dengan perkawinan campunm dalam undang-undang ini ialah perkawinan antara dua orang ,ang di lndonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarga negaraan dari salah satu pihak berkewarga negaraan Indonesia Berdasarkan pasal 57.
  • Masalah Kesahan Perkawinan

Di dalam Undang-undang Perkawinan No.l Tahun 1974 sudah ditentukan bahwa sahnya suatu perkawinan di Indonesia adalah berdasarkan pada masing-masing agama dan kepercayaannya tertera dalam (Pasal 2 ayat 1 ). Oleh karena itu mengenai perkawinan campuran yang dilangsungkan di Indonesia harus dilakukan berdasarkan hukum perkawinan yang berlaku Indonesia jadi kesahan perkawinan tersebut harus berdasarkm hukum agama dan harus dicatal apabila kedua belah pihak calon suami-isteri ini menganut agama yang sama tidak akan menimbulkan masalah namun apabila berbeda agama, maka akan timbul masalah hukum antar agama
Masalahnya tidak akan menjadi rumit apabila jalan keluamya dengan kerelaan salah satu pihak untuk meleburkan diri/mangikuti kepada agama pihak yang lainnya tetapi kesulitan ini muncul apabila kedua belah pihak tetap ingin rnempertahankan keyakinannya. Terlebih lagi karena Kantor Catatan Sipil berdasrkan Keppres No.l2 Tahun 1983, tidak lagi berfungsi untuk menikahkan. Namun di dalam kenyalaannya sering terjadi untuk mudahnya pasangan tersebut kawin berdasarkan agama salah satu pihak, dan kemudian setelah perkawinarmya disahkan mereka kembali kepada keyakinannya masing-masing.
 Di Indonesia perkawinan antar agama masih merupakan suatu problem yang masih perlu dicarikan jalan keluamya dengan sebaik-baiknya. Mengenai ke-sahan perkawinan campuran ini memang belum ada aturan khusus, sehingga di dalam prakteknya sering terjadi dan untuk memudahkan pasangan tersebut kawin berdasarkan agama salah satu pihal namun kemudian setelah perkawinan disahkan mereka Berdasarkan hal tersebut. karena masalah perkawinan campuran ini tidak mungkin dihilangkan. maka untuk adanya suatu kepastian hukum sebaiknya dibuatkan suatu pengaturan mengenai kesahan perkawinan campuran itu.
  • Masalah Pencatatan

Mengenai perkawinan campuran dalam Undang-undang perkawinan No. 1 tahun 1974 tidak ada ketentuan yang mengatur secara khusus tentang pencatatan perkawinal campuran tersebut. Dengan demikian apabila perkawinan dilangsungkan di lndonesia maka berlaku ketentuan pasal 2 ayat (21)
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dan ketentuan Pasal 2 sampai dengan Pasal 9 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang No. I Tahun 1974 yarg antara lain disebutkan :
a) Pada Pasal 2 ayat (2) Undang-undang No. I Tahun 1974 tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b) PadaPasal 2 Peraturan Penierintah No.9 Tahrm 1975
Pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinannya menurut Agama Islam dilakukan oleh Pegawai Pencatat sebagaimana dimaksud dalam undang-wrdang No. 32 Tahun 1954 tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk Pencataian perkawinan dari mereka yang melangsrmgkan perkawinannya menurut agamanya dan kepercayaarmya itu selain Agama Islam dilakukan oleh Pegawai Pencatatan perkawinan pada Kantor Catatan Sipil sebagaimana dimaksud dalam berbagai perundangundangan mengenai pencatatan perkawinan.
Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan yang khusus berlaku bagi tata cara pencatatan perkawinan berdasarkan bertagai peraturan yang berlaku, tata cara pencatatan perkawinan dilakukan sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 3 sampai dengan Pasal 9.
Apabila pengaturannya demikiaru maka mengenai pencatatan ini akan timbul masalah kalau calon suami atau calon Isteri bersikeras tetap mempertahankan keinginannya maka akan dicatat dimana karena masalah perkawinan carnpuran pada Undang-undang No. I Tahun 1974 tidak mengatur tentang pencatatan perkawinan campuran, baik untuk perkawinan antar keyakinannya maupun perkawinan antar kewarganegaraan.
Demikian dalam hal pencatatan perkawinan apabila pasangan tersebut beragama Islam, meskipun adanya perbedaan kewarganegaraan tetap dicatatkan di KUA- Sedangkan apabila pasangan tersebut beragama non muslim meskiprm berHa kewarganegaraan tetap pencatatannya di
Kantor Catatan Sipil. Jadi yang perlu dipikirkan pengaturannya adalah pencatatan bagi pasangan yang berbeda agama- Untuk itu memang diperlukan pemikiran secara mendalam dari herbagai segi agar tidak merugikan salah satu Pasangan.
  • Masalah Harta Benda Perkawinan

Apabila pihak suami warga negara lndonesia. maka ketentuan hukum material berkaitan dengan harta kekayaan dianrr berdasarkan hukum suami, yaitu Undang-undang No. I Tahun 1974. Namun harta benda perkawinan campuan ini apabila tidak dilak-ukan perjanjian perkawinan yang menyangkut harta perkawinan maka berkenaan dengan harta perkawinan ini akan tunduk pada pasal 35, dimana ditentukaru bahwa:
Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama Harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan" adalah dibawah penguasaan masing-masing sepanjang para pibak tidak menentukan lain. Selanjuttya mengenai harta bersama ini dapat dikelola bersama-sama suami dan isteri, namun 'telarn setiap perbuatan hukum yang menyangkut harta bersama harus ada persetujuan kedua belah pihak (Pasal 36 ayat (t)
Sedangkan dalam hal hartz bawaan masing-masing suami dan isteri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai turta bendanya Pasal 36 ayat (2). Maka pahila teriadi perceraian. maka harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing (Pasal 37), yang dimaksud hukum masing-masing pihak di dalam undang-undang Perkawinan ini adalah hukum agama hukum adat atau hukum lainnya.
Untuk Perkawinan Campuran akan menjadi masalah Hukum Perdala intemasional, karena akan terpar.d 2 (dua) sistem hukum perkawinan yang yang berbeda, yang dalam penyelesaiannya dapat digunakan ketentuar Pasal 2 dan Pasal 6 ayat (l) .


Related Posts :

0 Response to "Makalah Perkawinan Campuran Dan Problematikanya"

Posting Komentar