Contoh Reseume Buku

BAB I
SEJARAH BUKU
A.    Dalam tugas resensi kali ini saya mengambil buku yang berjudul “ RIBA DALAM AL QUR’AN dan MASALAH PERBANKAN (Sebelum Tilikan Antisiptif)”
B.     Yang dikarang oleh Dr. Muh. Zuhri.
C.     Dan diterbitkan atas krjasama dengan badan penerbitan IAIN Walisongo Perss. Hak penerbitan pada PT RajaGrafindo Persada, Jakarta dicetak di Radar Jaya Offset.

BAB II
RESENSI BUKU
RIBA DALAM KEHIDUPAN EKONOMI DI MASA RASUL
A.    Jazirah Arab
Islam, adalah agama yang dibawa oleh Muhammad saw. Diturunkan dijazirah arab, tepatnya dimekah-madinah dan sekitrnya, ditandai dengan turunnya Al-Qur’an. Sering kali ayat Al-Quran turun dengan membawa gambaran kondisi sosial arab atau ksus tertentu tentang kehidupan mereka.
Jaziran arab terletak di asia sebelah barat daya dan dibatasi oleh daratan syam (syria) di sebelh utara, daratan dan teluk persia sert teluk oman di sebelah timur, lautan india dan teluk aden di sebelah selatan, dan laut merah di sebelah barat daratan arab yang tergolong sangat lua ini terdiri atas padang pasir luas dan stepa, dan sedikit tanah subur.
Dikaitkan dengan agama, penduduk arab dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu Nasrani, yahudi, dan penganut paganisme. Kedua agama yang tersebut terdahulu merupkan agama “impor”, sedangkan yang disebut terakhir agama “pribumi”. Beberapa abad sebelum islam, agama yahudi dan nasrani sudah tersebar di arab, bahkan telah sampai di arab bagian selatan. Daerah koloni yang terpenting bagi orang-orang yahudi adalah yasrib, kelak menjadi madinah, dan bagi orang nasrani adalah najran.
Yasrib merupakan kota jalur dagang (spice road) yang menghubungkan Yaman dengan Syria. Kota ini mempunyai banyak oase. Hasil bumi korma diperoleh di sana karena kesuburan tanahnya. Ketiak ditangan yahudi (Banu Nadir, Banu Quarizah  dab Banu Qainuqa), Kota yasrib menjadi pusat pertanian yang maju. Dengan demikian yasrib merupakan tempat yang cocok untuk pemukiman disamping kota dagang. Najran juga merupakan daerah yang subur dan padat penduduk. Hasil yang diperoleh dari daerah ini adalah kain sutera.
Disampin itu, di sana senjata dibuat dan kulit binatang diperdagangkan. Najran merupakan daerah yang menghailkan “perhiasan Yaman” yang terkenal dan banyak didendangankan oleh para penyair arab.
Sebelum islam datang, yasrib dihuni orang yahudi dan arab selatan yang dikenal dengan suku aus dan khazraj. Yahudi, yang dikenal pandai berdagang dan bercocok tanam. Semula hubungan anatara keduanya baik. Tetapi beberapa waktu sebelum nabi berhijrah kesana, hubungan mereka memberuk, dan yasrib menjadi ajang perbuatan premordial. Kesepakatan penduduk yasrib menghadirkan nabi di sana dilatarbelakangi oleh persoalan ini.
Kemajuan di biang perdagangan yang di capai masyarakat arab pada waktu itu tampaknya tidak terlepas dari peran dagang orang yahudi. Alfred Guillaume mengatakan, pada permulaan islam kehidupan ekonomi masyarakat hijaz di dominasi oleh orang-orang yahudi. Orang yahudi membangun ekonomi di madinah dari nol. Tetapi berkat kegigihannya, akhirnya mereka dapat memonopoli “industri besi”, menguasai pertanian, serta mengendalikan keuangan dan pasar. Penguaana mereka dalam berbagai bidang kehidupan ini membuat mereka hidup makmur. Jadi sungguhpun kendali ekonomi di makkah dikuasai oleh oarang Quraisy, tetapi di Hijaz secara keseluruhan, kendali ekonomi tetap di tangan orang yahudi. Menurut Guillaume, kemakmuran orang yahudi itu dirasakan oleh orang arab sebagai tantangan bagi mereka, khususnya oleh orang Quarisy di Mekkah dan orang Aus dan Khazraj di madinah.
Tampaknya sikap pragmatis mereka semenjak dahulu hingga datang islam tetap menonjol khususnya dalam kegiatn ekonomi. Mereka mempunyai kecenderungan berprilaku ekonomi menyimpang dari rasa keadilan, seperti memakan riba sebagaimana disebut dalam Al-Quran yang artinya sebagai berikut :
Artinya : “Maka karena kezaliamn orang-orang yahudi, kami haramkan atas mereka...dan karena mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka sudah dilarang.”
Al-Quran memperkenalkan kepada orang mukmin tentang sifat orang yahudi pada ayat lain, bahwa kebanyakan di antara mereka akan terlihat waktu itu segera berbuat dosa, permusuhan dan memakan yang haram, baik zatnya maupun cara memperolehnya.
Dalam membicarakan riba, uang selalu dikaitkan dengan inflasi, sebagai salah satu indikasi untuk memberi peluang pembedaan riba dengan bunga. Dalam hal ekonomi dikenal uang kartal dan uang giral. Uang karal dicetak/dikelurkan oleh masing-masing negara, terbut dari logam atau kertas. Uang giral berupa giro, rekening koran atau cek. Kecuali di negara-negara maju seperti Eropa dan USA, orang lbih memilih uang kartal dara pada uang giral, karena uang kartal lebih likuid.
Menyangkut inflasi, tampaknya pada masa rasul tidak ada dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah kenaikan harga-harga pada umumnya. Kenaikan harga untuk satu atau dua jenis barang saja serta tidak menyeret harga barang lain tidak dapat disebut inflasi demikian juga kenaikan harga secara musiman seperti yang terjadi menjelang hari-hari besar, tidak di sebut inflasi.  Rsaul pun dalam melakukan jual beli mengguakn uang logam. Kalau demikian, sifat perdagangan barter masih ada. Dalam perdagangan barter tidak diknal inflasi, karena, kalu pun ada penurnan harga atas barang dagangan tertentu, ia hanya brsifat musiman, tidak berkeanjangan. Dari keteranngn ini dapat di pahama bahwa di as Rasul tida ada inflasi.
B.     Riwayat-Riwayat Tentang Praktek Riba
Akar kata riba adalah rangkaian huruf ra’,ba’, dan huruf ‘illat. Menurut bahasa, riba berarti ziyadah (tambah) dan nama (tumbuh). Pertambahan bisa disebabkan faktor interen dan juga disebabkan oleh faktor eksteren. Dalam Al-Quran terdapat beberapa kata yang seakar dengan kata riba. Meskipun masing-masing kata mempunyai pengertian teknis yang berbeda tetapi trdapat unsur keasamaan, yaitu “tambah/lebih”. Rabiyan dalam surah al-Ra’d: 17 artinya mengapung diatas. Mengapung menggambarkan lebih tingginya sesuatu diatas permukaan air. Rabiyah dalam surah al-haqqah: 10 artinya (siksaan) yang amat berat. Siksaan menggambarkan bertambahnya drita yang tidak dikehendaki.
Jauh sebelum islam datang, riba sudah dikenal dan dikutuk orang. Dalam pehaman sederhana, riba adalah kegiatan ekonomi yang mengambil bentuk pembungaan uang. Plato seorang filosuf yunani (427-347 SM) termasuk orang yang mengutuk pembungaan uang, yang dlam literatur barat disebut usury dan interest. Sikap yang sama juga ditunjukan oleh solon, peletak dasar Undang-undang Athena, yang dikenal sebagai salah seorang di antara tujuh orang yang anti pembungaan uang.
Dari segi islam bukan hanya islam saja yang mengutuk praktik riba. Agama yahudi dan nasrani pun mengutuknya meskipun demikian praktek riba masih berjalan. Maka bila pada zaman jahiliyyah praktek riba berjalan, sebenarnya bukan hal baru. Bahkan dikalangn masyarakat jahiliyyah pun ada yang memandang riba sebagai tindakan tercela. Mengenai pandangan masyarakat jahiliyyah ini dapat dilihat penuturan ibn hasyam dalam sirah-nya.
Riba dikerjakan orang di beberapa kota arab di masa jahiliyyah. Karena itu ia disebut riba jahiliyyah. Isinya adalah transaksi pinjam meminjam dengan satu perjanjian, peminjaman bersedia mengembalikan jumlah pinjaman pada waktu yang telah disepakati berikut tambahannya. Pada saat jatuh tempo, si pemberi pinjaman, memita jumlah pinjaman yang dulu diberikn kepada peminjam. Jika peminjam mengatakan belum sanggup membayar, maka yang memberi pinjaman memberi tenggang waktu, dengan syarat, peminjam bersedia membeyar sejumlah tambahan diatas pinjaman pokok tadi.
Obyek riba bukan berupa uang saja  tetapi juga hewan ternak pun bisa. Al-Tabari menuturkan riwayat dari ibn zaid yang mwnirukan ayahnya, bahwa riba pad mas jahiliyyah adalah dalam lipat ganda dan umur hewan ternak, seperti unta. Bila tiba masa yang telah disepakati, pemberi pinjaman menemui peminjam, lalu berkata, “bayarlah hutangmu, atau kamu memberi tambahan kepadaku”.
Dewasa ini, fenomena trsebut cenderng terbalik. Hutang pada umumnya dilakukan oleh oranga-oaran berharta kepada bank untk mengembangkn usaha mereka. Sedangkan orang miskin yaris tidak berhubungan dengan bank karena untk mendapatkan kredit di bank diperlukan jaminn, sedangkan mereka tidak memilikinya. Dulu tidakada lmbag keungn yang mempunyai jasa menlurkan dana dengan cara kredit seperti yang dilaksankan oleh perbangkan, sehingga orang yang memerlukan dana haya dapat berhubungan dengan perseorangan. Sekarang ini bank sebagai lembaga penyalur dana saat ini menjadi kebutuhan setiap bangsa dan negara.
C.     Corak Riba
Para penulis sejarah mengatakan sebelum islam datang bentuk kesatuan masyarakat arab adalah kabilah (suku), kelompok keluarga yang mengaku mempunyai nenek moyang yang sama. Kabilah diikat oleh seumpulan peratuaran yang tidak tertulis, yang selalu berevolusi bersama perjalanan waktu. Meskipun dalam sistem kabilah dimungkinkan kerjasama, tetapi pembagaian kekuasaan seperti yang terdapat di negara-negara modern seperti lembaga legislatif, eksekuif, judukatif tidak ada. Dengan demikian tidak mengherankan bila tidak ada pula lembaga resmi yang menangani penyelesaian perkara bil diasosiasikan dengan kerangka kekuasan hukum. Tidak terkecuali di Mekkah dam Madinah, gambaran semacam ini terjadi.
Kekayaan yang tidak dilandasi iman benar-benar telah embawa pemiliknya hanyut dalam kesenagan dan mengbaikan orang lain yang seharusnya disantuni, sert fakir miskin dan anak yatim. Sikap seperti ini tidak hanya menimpa orang kafir, tetapi juga menimpa orang beragama. Dalam kondisi seperti ini Al-Quran turun. Menurut Fazlur Rahman, pesan utama Al-Quran adalah:
  1. Melurukan akidah dari syirk kepada tauhid,
  2. Memberi konsep keadilan sosial atas dasar atuhid.

Dengan pendekatan sosioekonomi dapat diketahui bahwa riba nsi’ah, mempunyai karakter sebagai berikut: Riba merupakan kegiatan ekonomi yang menymping dari asas kemanusiaan dan keadilan. Dalam sejarah terbentuknya huku islam dimasa rasul, pelarangan riba termasuk dalam sub sistem tata ekonomi yang dikehendaki islam yang berpijak pada kemanusiaan dan keadilan.  Fenomena praktik riba membawa gambaran bahwa pada umumnya riba menghadapkan orang kaya dengan orang miskin, kendati ada juga antar orang kaya namun, kasusnya sedikit. Darifnomen itu diketahui bahwa riba merupakan senjata efektif untuk mengembangkan kemiskinan dan penindasan orang kaya atas kaum lemah. Riba merupakan perjanjian berat sebelah, secara psikologi tlah memaksa satu pihak menerima perjanjian yang sebenarnya tidak didasari kerelaan.

AYAT-AYAT TENTANG RIBA
A.    Al-Qur’an Sebagai Petunjuk
Al-Qur’an adalah sebagai firman Allah yang diyakini oleh orang ila berfungsi sebagai petunjuk bagi manusia. Ia dikenal sebagai mu’jizat terbesar yang dibawa oleh Muhamad swa. Al-Qur’an diturunkan secara berangsur –angsur. Dengan cara ini, disamping Al-Qur’an muah dihapal, mudah juga dipahami pesan-pesannya. Dalam kerangka pranata sosial turunya sekelompok ayat atau satu surat selalu menggambarkan kondisi masyarakat, bahkan kadang-kadang berupa jawaban atas persoalan yang sedang dicari jawabannya. Dengan demikian, terlepa dari perdebatan qodim dan hudus Al-Qur’an, ayat-ayatnya merupakan respon atas keadaan, sebab, kondisi dan situasi kondisi masyarakat Arab.
Kontroversi menyangkut bunga bank di satu pihak ia dapat dimasukan kedlam riba, pihak lain keberadaan bank dengan segala konsekuansinya tidak dapat dipisahkan dari masyarakat, telah mengusik banyak tokoh islam menijau kembali karkteristik riba yang di sebut dalam Al-Qur’an.
B.     Kronologi Ayat-Ayat Riba dan Latar Belakang Turunya
Dalam Al-Qur’an Ayat yang pertama sekali berbicara tentang riba adlah surah Al-Rum: 39 Disebut pertama kali ia turun pada perio Makkah, sedangkan ayat-ayat lain yang berbicara tentang riba turun pada periode Madinah. Pembicaraan tentang triba pada ayat ini hanya memberi gambaran bahwa riba yag isangka orang enghasilkan enabahan harta, dalam pandangan allah tidak benar.  Yang benar zakatlah yang mndatangka lipat ganda. Di sini tidak dijelaskan bahwa riba itu dilarang.
Ayat-ayat tentang riba sesudahnya adalah surah al-nisa: 160-161, surah ali’imran: 130 dan al-baqorah :273-280...
Tidak begitu jelas mana yang lebih dahulu turun, antara surah al-nisa:160-161 dengan Ali’iman :130. Bila didasari kepada daftar kronologi turunya surah, sebagaiamana dikutip oleh al-Zanjani darai berbagai riwyat, dimana surah ali’imran lebih dahulu turun dari pada surah al-nisa, akan sampai pada kesimpulan bahwa ayat riba pada surah ali’imron lebih dahulu turun.
Pada awalnya ditemukan data bahwa pada permulaan turun ayat riba tidak dijelaskan bahwa riba itu diharamkan, tetapi ditegaskan lagi pada surah ali’imran. Dan bahwa ayat 278-280 al-Baqoroh sebagai ayat yang terakhir turun tanmpak tidak ada yang membantahnya. Begitu riwayat yang dikutup oleh mufasir ketika mereka menjelaskan sebab turunya kelompok ayat ini menyebut bahwa ayat tersebut merupakan ketegasan atas peragaan ribayang ditampilkan antara penduduk mekkah dengan Ta’if. Dalam kelompok ayat Al- Quran bebicara tentang riba denag tahapan sebagai berikut:
1.      Orang yng memakan riba itu tidak bias membedakan antara yang baik dan yang buruk, sehingga ia menyamakan jual beli dengan riba. Dalam Al-Quran menegaskan jul beli itu halal dan mengharamkan riba. Dan oleh karena itu yang menerima nasihat itu akan beruntung dan sebaliknya yang membangkan akan diancam neraka.
2.      Al-quran menegaskan bahwa it melumpuhkan sendi-sendi ekonomi, sedngkan sodakaoh meyuburkan ekonomi.
3.      Al-Quran memeuji orang yang beriman, beramal saleh, menegakan solat dan membeayar zakat.
4.      Al-Quran menegaskan ulang larangan riba karena pernah dilarang dalam surah Ali’imran: 130 dan sekaligus mengancam pemakan riba.
C.     Pendapat Ulama Tafsir
Dari segi riwayat yang melatarbelakangi turunnya ayat yang melarang riba dapat diyakini bahwa yang dimaksud dengn riba adalah riba yang dipraktekkan pada masa jahiliyyah. Al-Jassas berpendapat bahwa riba yang dibicarakan pada surah al-Bqaoroh mempunyai pengertian khusus, yang berbeda sama sekali dengan pengertin menurut bahasa. Riba merupakan kata mujmal yang memerlukan bayan (penjelasan Khusus) seperti istilah salat, zakat, Dan saum. Kata-kata itu dapat dipahami dan dilaksanakan setelah diberi penjelasan. Dengan kata lain tanpa penjelasan dari syari’ tentang riba, istilah itu tidak dapat dipahami secra baik.
Ibn al-Arabi berpendapat bahwa istilh riba itu tidak mujmal, tetapi sudah mempunyai pengertian yang jelas tersendiri.riba sudah dikenal orang Arab ketika Al-Quran Turun, bahkan mereka sudh melaksanakannya. Jadi Ibn al-Arabi membedakan keberadan istilah riba dengan istilah salat dan zakat.
Dengan uraian para musafir diatas, baik yang dituangkan dalam definisi maupun dalam bentuk gambaran praktis di masa jahiliyyah, riba yang mereka maksud dapat diindetifikasi sebagai berikut:
1.      Terjadi karena transaksi pinjam meminjam
2.      Ada tambahan dari jumlah ketika pelunasan.
3.      Tambahan tersebut dijanjikan terlebi dahulu, setidkanya beberapa waktu sebelum pelunasan.
4.      Tambahan itu diperhitungkan sesuai dengan panjang pendeknya tenggang waktu peminjaman.
Menghadapi bunga bank, al-Tabataba’i berpendapt bahwa bunga yang ditarik oleh bank dari nasabah sama dengan riba lain dalam dunia dagang. Keduanya sama-sama memberi beban yang semakin berat pada masyarakat ekonomi lemah dalam kewajiban mereka membanyar angsuran. Tidak ada itikat baik dari bank untuk menolong masyarakat meningkatkan kehidupn mereka.
Ungkapan tersebut menggambarkn bahwa al-Tabataba’i melihat bank sebagai penumpuk harta, bukan sebagai lembaga keuangan yang melancarkan sirkulasi perdagangan. Al-tababa’i mendapat kesan kuat bahwa perang dunia dan tata ekonomi dunia waktu itu oran terpecah menjadi dua. Kaum penjajah yang hidupnya senang, dan kaum terjajah yang miskin berhadapan dengan penumpukn harta dan rakus kekuasan yang ditimbulkan oleh penerapan riba sebagai yang diperankan oleh orang barat yang kekuatan ekonominya tidak terlepas dari perbankan.
Abduh melihat bank merupakan embagaa keuangan yang fungsi menojolnya adalah tempat penyimpanan uang orang kaya. Fungsi itu dipandang menghambat sirkulasi dan kelancaran arus dagang,. Bia uang yang seharunya memperudah kelancara lalu lintas dagang itu menjadi tujuan usaha untk disimpan ini menjadi pertandaakan tercabutnya kemakmuran orang banyak, karena harta merek akan terkuras di tangan orang-orang kaya pekerjaan merekan hanya menumpuk harta di tempat-tempatp penyimpanan, seperti bank. Sehingga para mufasir sepakat bahwa riba telah memperlebarkan jarak antara orang kaya dengan orang miskin,karena riba mempunyai watak tidak adil.
RIBA DALAM PEMIKIRAN UMUM
A.    Pandangan Ulama Fiqh
Para ulama fiqh membagi riba menjadi dua, riba nasi;ah dan riba fadl. Kedua riba itu dilarang sesuai dengan yang dijelaskan pada surah al-Baqoroh dan Ali’imron. Tetapi dalm perluasan ayat-ayat tersebt diterangkan bahwa ayat itu berbicara tentang riba nasi’ah,  sesuai dengan kasus –kasus riba jahiliyyah  yang melatarbelakangi turunya. Rumusan riba nasi’ah yang dikemukakn oleh para ulama Fiqh itu, bila dibandingkan dengan rmusan ulam tafsir tidak ada perbedaan. Dari rumusan itu dapat diketaui bahwa riba nas’ah mempunyai unsur:
1.      Terjadi dalam peminjaman dalam jangka waktu tertentu.
2.      Pihak yang berhutang berkajiban memberi tembahan kepada pihak pemberi utang ketika mengangsur atau perlunasan sesuai dengan perjanjian.
3.      Objek pinjaman berupa ribawi.
Begitu jelas dan mapannya rumusan riba nasi’ah sehingga para ulama fiqh tidak lagi  menganggap ada persoalan, apa sebab riba mendatangkan persoalan atau bagai mana kondisi pihak peminjam dan pemberi pinjaman ketika terjadi perjanjian yang menuju riba. Perhatian mereka menuju pada pencarian  illat, barang-barang apa yang boleh dijual-belikan dalam tenggang waktu, seperti yang baru dibicarakan.
B.     Pendekatan Fiqh
Fiqh yang menurut bahasa artinya paham, mengerti, adalah hasil jerih payah ulama memehami quran dan hadist dalam bentuk seperangkan norma mengatur perbuatan lahir manusia dengan penalaran sistematika. Wujid fiqh adalah keputusan-keputusan hukum seperti wajib, sunnah, halal, haram,sah dan batal. Untuk sampai kepada suatu keputusan hukum diperlukan proses, melalui manahij al-istinbat. Timbulnya fiqh dipicu muncunya persoalan baru yang timbul dan belum ada penyelesaiannya.
Riba dapat didefinisikan sebagai tambahan yang diperjanjiakan atas besarnya pinjaman ketika pelunasan hutang, dengan penekanan pada tambahan maka ia dijadikan ciri pokok riba. Rumusn semacam ini dibuat dengan pertimbngan yang sudah matang. Tidak ditemui oleh para fuqoha dan generasi sebelumnya peminjaman dengan tambahan tidak mendatangkan kesengsaraan. Jadi, tambahan relevan dengan kesengsaraan.
Riba dapat juga dpat didefinisikan dengan tambahan atas besarnya pinjamanktika pelunasan hutang yang mendatangkan kesengsaraan pihak peminjam.kali ini yang ditekankan “kesengsaraan/zulm”, bukan “tambahan”. Tambahan sebagai al-nau/species, sedangkan kesengsaraan sebagai al-jins/genus.
Dengan pendekatan fiqh dapat diketahui bahwa riba dalam al-quran mempunyai karakter: Riba berupa tambahan yang diperjanjikan atas jumlah hutang dengan akibat mendatangan keuntungan sepihak. Sedangkan tambahan yang diberikan oleh orang kaya ketika mengembalikan justru diharuskan sebagi pelaksanaan khairukum ahsanukum qada’anMenciptakan kemapanan dikotomis kaya dan miskin.

BUNGA UANG DAN BAGI HASIL DALAM PERBANKAN
A.    Usia lembaga perbangkan sebenarnya sudah tua. Sejak awal hingga sekarang, bank mengalami perkembangan melalui tahapan-tahapan. Perkembangannya dapat diklasifikasikan menjadi:
1.      Sebelum tahun 500,
2.      Antara tahun 500 s/d tahun 1500,
3.      Antara tahun 1550 s/d tahun 1750 dan
4.      Antara tahun 1750 samapai sekarang
Ketika orang islam mulai melakukan kontak dengan bank, ia sudah ada ditahap perbankan dengan pola modern.karenanya, benar bahwa kegiatan perbankn disebut sebagai proalan baru dalam kajian keislaman. Ia tidak pernah dibiarakan dalambuku-buu fiq ketika buku-buku itu membiacarakan fiqh muamalah. Ia juga tiadak dibicarakan dalam kitab tafsir lama.
Dalam perekonomian modern , pada dasarnya bank adalah lembaga perantara dn penyalur dana antara pihak yang berkelebihan dengan ihak yang kekurangan dana. Peran ini disebut financial intermediary . pada dasarnya tugas bank adalah menerima simpanan dan memberi pinjaman. Sesuai dengan kebutuhan manusia yang begitu kompleks, jasa yang diberikan oleh bank juga demikian, seperti penukuaran mata uang dari satu tempat ketempat lain, mengeluarkan dan mengedarkan uang. Dengan begitu bank berperan melancarkan transaksi prdagangan dan pembayaran serta memberi perlindungan keamanan uang dari berbagai gangguan, seperti perampokan.
Dalam melaksanakan tugasnya yang paling menonjol sebagai finanscial intermediary, bank bisa dikatakan membeli uang dari masyarakat pemilik dana ketika ia menerima simpanan, dan menjual uang kepada masyarakat yang memerlukan dana ketika ia memberi pinjamankepad mereka. Dalam kegiatan ini muncul apa yang dinamakan buang. Sri Edi Suswono, seorang pakar ilmu ekonomi berpendapat bahwa bunga adalah harga uang dalam transaksi jual-beli tersebut.
Pada sisi lain, transaksi tersebut merupakan kerjasama timbal balik antara bank dengn masyarakat, yang telah membuahkan suatu ketentuan untuk menunjang kegiatan serta perkembangan ekonomi. Dari sini, masyarakat yang menyediakan dana dengan imbalan bunga, menyimpan harta i bank, dan oleh bank disalurkan kepada pihak lain, baik perseorangan maupun badan usaha, dengan memungut jasa pemakaian dana yang juga disebut bunga. Oleh karenanya, bunga yang ditarik oleh bank dri pemakai jasa, di sini, merupakan ongkos administrasi dan ongkos sewa.
Terdapat du alasan mengapa bank harus membayar bunga keaada penyimpan dana:
1.      Dengan menyimpan dana dibank, penabng telah mengorbankan kesempatan atas keuntungan yang mungkin diperoleh dari pemakaian dana itu, andaikan i melakukannya.
2.      Dengan menyimpan uang dibank, penabung telah mengorbnkan kesempatan pemakaian dana untuk keperluan konsumsi.
Sebagai lembaga bisnis, bank tidak ingin sekedar hidup, tetapi ingin berkembang dalam kegiatannya, bank harus mengeluarkan dana untuk:
1.      Biaya dana (cost af fund) yang terdiri:
a.       Biaya bunga yang dibayarkan kepada penabung, sebagaimana diuraikan di atas.
b.      Biaya overhead berkaitan dengan pengelolan bank:
·         Gaji pegawai.
·         Biaya penyusutan dan pemeliharaan gedung.
·         Biaya penyelenggaraan administrasi bank.
2.      Faktor resiko tidak kembalinya kredit, yang besarnya tergantung paa sektor ekonomi yang dibiayai dan kredibilitas calon peminjam.
3.      Cabang inflasi.
B.     Bank Islam
Yang dimaksud dengan bank islam di sini adalah bank yang didirian oelh kelompok orang islam dengan ciri tanpa bunga, lazim disebut bank bagi hasil. Lembaga yang meloporinya adalah islamic Development Bank (IDB). Upaya mendirikan lembaga ini didasarkan atas pemahaman bahw bunga bank yang ditimbulkan dari transaksi simpan pinjam di bank konfesional adalah riba, sebagaimana dilarang dalam islam.
Bank dengan sistem bunga menetapkan bunga berdasarkan suku bunga yang sedang berjalan. Agar peminjam mmperoleh keuntungan dari usahanya, ia dalam memperhitungkan ongkos produksi harus memasukkan bung pinjam di dalamnya, disamping ongkos lain. Pendukung bank tanpa bunga mempunyai prinsip bahwa manusia tidak dapat memastikan terlebih dahulu keberhasila bagi sesuatu yang sedang diusahakan. Ketidak adilan sistem bunga juga dapat terjadi dalam kasus sebaliknya yaitu, bila dalam keadaan tertentu di mana suku bunga rndah, di bawah persentase keuntungan wirastawan.
Pendukung bank islam melihat, sistem bunga mengakibatkan tanmbahan atas nominal hutang menjadi brlipat ganda. Pinjaman mengrah kepada beratnya beban yang harus dipikul oelh peminjam untuk mengembalikan hutangn. Tetapi pada sisilain,”bunga tetap” juga dapat merugikan pihk penyimpanan ketika tingkat dan keuntngan wiraswasta pada umumnya inilah yang mendorong mereka untuk mengatakan bhwa bunga uang itu semua enganriba, setidaknya mengandung riba.
C.     Persinggunan
Dilihat dari peranan dalam kegiatan ekonominya, bank islam dan bank konvensional mempunyai keamnaan, sebagai bank lembaga penghimpun dan penyalur dana. Dengan perannya sebagai simpanan, ada kesan bank menjadi tempat penemupkan uang. Tetapi sebenarnya tidak demikian, sebab uang yang masuk dibank tidak akan ditambah begitu saja. Bahkan bank akan glisah bila terjadi kelesuan dalam penyaluran dana.Bunga yang timbul oleh penyaluran dana merupakan sumber keuntungan bank. Karena keuntunga tersebut akan dipergunakan untuk berbagai kepentingan, seperti, membayar kembali bunga simpanan dan biaya penyelenggaraan bank. Karenanya ban berperan penting atas kelancaran sirkulasi dana yang dikelolanya.

D.    Perjanjian Hutang
Pada umumnya pihak kreditur, seperti bank, tidak mau memberikan pinjaman kepada pihak lain tanpa ada suatu keyakinan bahwa peminjam akan mengembalikan pinjamannya dalam waktu yang ditentukan. Keyakinaan itu ada kalanya berupa persepsi atas prospek penggunaan dana yang disediakan olh bank, ada kalanya berupa jaminan berupa benda. Perjanjian utang dengan jaminan benda bergerak disebut gadai, sedangkan perjanjian hutang dengan jaminan benda tidak bergerak disebut hipotik.
Mngenai perjanjian utang dengan hipotik, H. F. A Vollmar mengatakan:
Memang benarlah, bhwa si pemegang hipotik, jika ada pembayaran tidak baik atas benda yang dilakuakan dan selanutnya menjual benda ini bagi pelunasan piutangnya baik berdasarkan akta hipotik maupun berdasarkan sebuah keputusan (hakim) yang diberikan melawan debitur.
Perjanjian hutang dengan jaminan dikenal dalam Al-Qur’an dengan istilah al-rahn, biasa diterjemahkan dengan “gadai”. Ayat yang mengenai al-rahn secara berurutan mengatur tentang perjanjian hutang adalah:
1.      Dalam perjanjian tidak diperkenankan memungut riba (al-baqoroh: 75-280)
2.      Perjanjian utang ditulis (al-baqarah: 283)
3.      Perjanjian denagn jaminan (al-baqarah: 283)
Dengan demikian, ad sgi persamaan dan perbedan antara perjanjian kredit bank dengan al-rahn.
a.       Baik perjanjian kredit bank maupun al-rahn, barang jaminan sebagai jaga-jaga/cadangan. Bedanya dalam perjanijian kredit bank pemilik lepas tangan dan pad masa tenggangnya di tidak bisa melunasinya,sedangakan al-rahn tidak ada.
b.      Merupakan sebuah alternatif yang ditawarkan dalam perjanjian hutang.

BAB III
PENUTUP
A.    Kelebihan
Setelah membaca dan menyimak dari buku yang saya ambil bahwa banyak sekali kelebihan dari buku ini, selain menjelaskan secara detail masalah-masalah yang terjadi dimasyarakat juga memberikan gambaran bagai mana cara penyelesaiannya, serta dalam buku ini mencantumkan seluk beluk terjadinya masalah yang di bahas dalam buku ini, dalil-dalilnya lengkap dan akurat sekali, dan pada awal halaman di sertakan transliterasi huruf arab ke-indonesia. Footnote, daftar pustaka dan sumber-sumber lainnya dapat di percaya.
B.     Kekurangan

Hampir tidak ada kekurangan dalm buku ini, tetapi tidak diungkiri lagi penulis adalah manusia pasti terdapat kekurangan. Bahwa yang saya temui adalah ketika saya berusaha memahai kata-katanya sangat sulit dikarenakan pembahasannya sangat luas sekali sehingga para pembaca harus membutuhkan waktu yang lama dalam memahami maksud dari buku ini.    

Related Posts :

0 Response to "Contoh Reseume Buku "

Posting Komentar