Paparan di atas
menjelaskan
bahwa seserahan dengan walimah dari segi pelaksanaannya memiliki hubungan yang erat walaupun, secara
hukum memiliki kedudukan hukum yang berbeda. Namun demikian hal itu bagi
masyarakat sudah dianggap sebagai suatu keharusan dengan demikian seserahan
dan walimah merupakan bagian dalam hukum adat.
Pengertian Khitbah
Khithbah atau dalam bahasa Indonesia berarti “peminangan”, kata peminangan
berasal dari kata dasar “pinang-meminang” (kata kerja). Meminang sinonimnya adalah melamar. Menurut etimologi, meminang atau
melamar artinya meminta sesuatu apapun kepada seseorang yang
menguasai untuk memilikinya. Meminang atau melamar wanita artinya meminta
seorang wanita kepada walinya, untuk
dijadikan istri.[1]Menurut
terminologi, peminangan ialah kegiatan atau upaya kearah terjadinya hubungan
perjodohan antara seorang pria dengan seorang wanita.[2]Atau
seorang laki-laki meminta kepada seorang perempuan untuk menjadi istrinya,
dengan cara-cara yang umum berlaku ditengah-tengah masyrakat.
Khithbah adalah jalan
pembuka menuju pernikahan. Boleh dikatakan, khithbah merupakan jenjang
yang memisahkan antara pemberitahuan persetujuan seorang gadis yang telah dipinang
oleh seorang pemuda dengan pernikahannya. Keduanya sepakat untuk menikah. Tetapi,
hal ini merupakan pengikat untuk dilanjutkan kejenjang pernikahan. Biasanya
bentuk pengikat ini diwujudkan dalam bentuk pemberian berupa perhiasan, hal ini
bukan merupakan suatu hal yang mengandung pengertian akad nikah.
Adapun wanita yang boleh dipinang harus memenuhi syarat sebagai berikut :
- Tidak dalam pinangan orang lain
- Pada waktu dipinang, perempuan tidak ada penghalang syara’ yang melarang dilangsungkannya pernikahan
- Perempuan itu tidak dalam masa iddah karena talak raj’i
- Apabila perempuan dalam masa iddah karena talak ba’in, hendaknya meminang dengan cara sirry (tidak terang-terangan).[1]
[1]H. Abdurahman,
hlm. 113. Dikutip dari, H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat, ( Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hal. 24-25.
Relasi Seserahan dengan Khithbah
Khithbah dengan seserahan
dilihat dari pelaksanaannya ada persaman dalam kedua acara tersebut dimana keduanya memiliki
makna memberi. Tetapi secara hukum memiliki perbedaan yang sangat menonjol. Pemberian
dari calon suami pada calon istri sangat dianjurkan oleh Rasulullah, namun ini
bukan termasuk mahar. Pemberian sesuatu dalam acara Khithbh sebagai
tanda jadi bahwa calon suami benar-benar serius akan menikahinya.
Jadi sebenarnya ada korelasi
antara seserahan dengan khithbah, yakni sama-sama memiliki makna memberi. Namun
berbeda dalam pelaksanaannya dan sumber hukumnya.
[1]Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 1994), Cet Ke-3 hal. 556.
[2] H. Abdurahman,
hlm. 113. Dikutip dari, H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat, ( Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hal. 24.
[3]H. Abdurahman,
hlm. 113. Dikutip dari, H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat, ( Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hal. 24-25.
0 Response to "Relasi Seserahan dengan Khithbah"
Posting Komentar