BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Hal yang melandasi penulisan makalah ini adalah untuk memperkenalkan cara pembagian waris yang sesuai dengan syari’at islam, agar
tidak ada kekeliruan lagi dalam masyarakat khususnya dalam proses pembagian
waris.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara perhitungan harta waris ?
C. Tujuan
Dari rumusan masalah di atas dapat
di simpulkan bahwa tujuan pembahasan adalah:
1. Untuk
mengetahui bagaimana perhitungan harta
waris
2. Untuk
mengetahui cara metode perhitungan harta waris.
3. Untuk
mengetahui dasar hukum perhitungan harta
waris.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pedoman Perhitungan Pembagian Harta Waris
Dalam pembagian harta warisan terlebih dahulu harus dipahami beberapa
petunjuk dan pedoman antara lain sebagai berikut:
1. Isabatul Furud
Isbatul furudh adalah ketentuan
bagian masing – masing ahli waris yaitu sebagai berikut:
a. Menentukan
siapa yang berhak menerima dari ahli waris yang ada.
b. Menentukan
beberapa bagian masing – masing ahli waris dan siapa yang berhak menjadi ashabah.
Kalau seseorang mati dengan
meninggalkan beberapa ahli waris misalnya: bapak, ibu, suami, kakek, paman,
keponakan, anak laki – laki, anak perempuan, saudara sekandung dan saudar
seibu. Sebelum ditetapkan bagian harta warisan masing – masing terlebih dahulu
harus diperiksa di antara mereka siapa yang mejadi mahjud dan ashabah.[1]
Ø Tidak mahjud
·
Bapak, ibu, suami.
Ø Mahjub
·
Paman mahjub oleh anak laki – laki
dan bapak.
·
Kakek mahjub oleh bapak
·
Keponakan mahjub oleh ank laki-
laki, kakek atau paman
·
Saudara sekandung mahjub oleh anak
laki – laki dan bapak
·
Saudara seibu mahjub oleh anak laki
– laki, bapak datuk, anak perempuan.
Ø Ashabah
·
Anak laki – laki menjadi ashabah .
·
Anak perempuan menjadi ashabuh bil
ghairi dengan anak laki – laki.
Dengan demikian ahli warisnya adalah sebagai berikut:
a. Bapak dapat
1/6 (seperenam) bagian karena ada anak.
b. Ibu dapat
1/6 (seperenam) bagian karena ada anak.
c. Suami dapat
1/4 (seperempat) bagian karena ada anak.
d. Anak laki –
laki dan anak perempuan bersama – sama menjadi ashabuh bil ghari menerima
sisanya, yaitu bagian anak laki – laki dua bagian dan anak perempuan satu
bagian.
2. Asal Masalah dan Cara Penghitungannya
Ketentuan
bagian ahli waris 1/2, 1/4, 1/8, 2/3, 1/3 dan 1/6 semuanya bilangan Pecahan,
untuk menghitung dan menetapka penerimaan ahli waris dapat ditempuh dengan cara
sistem asal masalah, setelah diketahui masing – masing ahli waris asal masalah
adalah kelipatan persekutuan bilangan yang terkecil yang dapat dibagi oleh
setiap penyebut fardh (bagian) para ahli waris.[2]
Para ulama faraid membagi kaidah tersebut menjadi dua
bagian:
Pertama: bagian
setengah (1/2), seperempat (1/4), dan seperdelapan (1/8).
Kedua: bagian dua
per tiga (2/3), sepertiga (1/3), dan seperenam (1/6).
Apabila para ashhabul furudh hanya terdiri dari bagian
yang pertama saja (yakni 1/2, 1/4, 1/8), berarti pokok masalahnya dari angka
yang paling besar. Misalnya, bila dalam suatu keadaan, ahli warisnya dari sahib
fardh setengah (1/2) dan seperempat (1/4), maka pokok masalahnya dari empat
(4).
Misal lain, bila dalam suatu keadaan ahli warisnya
terdiri dari para sahib fardh setengah (1/2), seperempat (1/4), dan
seperdelapan (1/8) --atau hanya seperempat dengan seperdelapan-- maka pokok
masalahnya dari delapan (8). Begitu juga bila dalam suatu keadaan ahli warisnya
terdiri dari sahib fardh sepertiga (1/3) dengan seperenam (1/6) atau dua per
tiga (2/3) dengan seperenam (1/6), maka pokok masalahnya dari enam (6). Sebab
angka tiga merupakan bagian dari angka enam. Maka dalam hal ini hendaklah
diambil angka penyebut yang terbesar.
Akan tetapi, jika dalam suatu keadaan ahli warisnya
bercampur antara sahib fardh kelompok pertama (1/2, 1/4, dan 1/8) dengan
kelompok kedua (2/3, 1/3, dan 1/6) diperlukan kaidah yang lain untuk mengetahui
pokok masalahnya. Kaidah yang dimaksud seperti tersebut di bawah ini:
- Apabila dalam suatu keadaan, sahib fardh setengah (1/2) --yang merupakan kelompok pertama-- bercampur dengan salah satu dari kelompok kedua, atau semuanya, maka pokok masalahnya dari enam (6).
- Apabila dalam suatu keadaan, sahib fardh seperempat (1/4) yang merupakan kelompok pertama-- bercampur dengan seluruh kelompok kedua atau salah satunya, maka pokok masalahnya dari dua belas (12).
- Apabila dalam suatu keadaan, sahib fardh seperdelapan (1/8) yang merupakan kelompok pertama-- bercampur dengan seluruh kelompok kedua, atau salah satunya, maka pokok masalahnya dari dua puluh empat (24).
Untuk lebih memperjelas kaidah
tersebut, perlu saya utarakan beberapa contoh. Misalnya, seseorang wafat dan
meninggalkan suami, saudara laki-laki seibu, ibu, dan paman kandung. Maka
pembagiannya sebagai berikut: suami mendapat setengah (1/2), saudara laki-laki
seibu seperenam (1/6), ibu sepertiga (1/3), sedangkan paman sebagai 'ashabah,
ia akan mendapat sisa yang ada setelah ashhabul furudh menerima bagian
masing-masing. Bila tidak tersisa, maka ia tidak berhak menerima harta waris. Dari
contoh tersebut tampak ada campuran antara kelompok pertama (yakni 1/2) dengan
sepertiga (1/3) dan seperenam (1/6), yang merupakan kelompok kedua. Berdasarkan
kaidah yang ada, pokok masalah pada contoh tersebut dari enam. Lihat diagram:
Pokok masalah dari enam (6)
Suami setengah (1/2)
|
3
|
Saudara laki-laki seibu seperenam (1/6)
|
1
|
Ibu sepertiga (1/3)
|
2
|
Paman kandung, sebagai 'ashabah
|
0
|
Contoh lain, seseorang wafat dan meninggalkan istri, ibu, dua orang saudara laki-laki seibu, dan seorang saudara laki-laki kandung. Maka pembagiannya seperti berikut: bagian istri seperempat (1/4), ibu seperenam (1/6), dua saudara laki-laki seibu sepertiga (1/3), dan saudara kandung laki-laki sebagai 'ashabah.
Pada contoh ini tampak ada campuran antara bagian
seperempat (1/4) --yang termasuk kelompok pertama-- dengan seperenam (1/6) dan
sepertiga (1/3). Maka berdasarkan kaidah, pokok masalahnya dari dua belas (12).
Angka tersebut merupakan hasil perkalian antara empat (yang merupakan bagian
istri) dengan tiga (sebagai bagian kedua saudara laki-laki seibu). Tabelnya
tampak berikut ini:
Pokok masalah dari dua belas (12)
Istri seperempat (1/4))
|
3
|
Ibu seperenam (1/6)
|
2
|
Dua saudara laki-laki seibu sepertiga (1/3)
|
4
|
Saudara kandung laki-laki sebagai 'ashabah (sisanya)
|
3
|
Misal lain, seseorang wafat dan meninggalkan istri, anak perempuan, cucu perempuan keturunan anak laki-laki, ibu, dan saudara kandung laki-laki. Maka pembagiannya sebagai berikut: istri mendapat seperdelapan (1/8), anak perempuan setengah (1/2), cucu perempuan keturunan anak laki-laki mendapat seperenam (1/6) sebagai penyempurna dua per tiga (2/3), dan bagian ibu seperenam (1/6). Sedangkan saudara kandung laki-laki sebagai 'ashabah, karenanya ia mendapat sisa harta waris bila ternyata masih tersisa.
Pada contoh ini tampak ada percampuran antara
seperdelapan (1/8) sebagai kelompok pertama dengan seperenam (1/6) sebagai
kelompok kedua. Maka berdasarkan kaidah yang ada, pokok masalah pada contoh ini
dari dua pulah empat (24). Berikut ini tabelnya:
Pokok masalah dari 24
Bagian istri seperdelapan (1/8)
|
berarti
|
3
|
Bagian anak perempuan setengah (1/2)
|
berarti
|
12
|
Cucu perempuan dari anak laki-laki seperenam (1/6)
|
berarti
|
4
|
Bagian ibu seperenam (1/6)
|
berarti
|
4
|
Saudara kandung laki-laki, sebagai 'ashabah (sisa)
|
1
|
Angka dua puluh empat (24) yang dijadikan sebagai pokok masalah timbul sebagai hasil perkalian antara setengah dari enam (yakni 3) dengan delapan (6 : 2 x 8 = 24). Atau setengah dari delapan (yakni empat) kali enam (6), (8 : 2 x 6 = 24). Hal seperti ini disebabkan setengah dari dua angka tersebut (yakni enam dan delapan) ada selisih, karenanya kita ambil setengah dari salah satu angka tadi, kemudian kita kalikan dengan angka yang lain dengan sempurna. Begitulah seterusnya.
B.
Metode
Perhitungan Harta Warisan
1.
Metode Usul
Al-Masail
Metode usul masail ialah suatu cara menyelesaikan pembagian harta pusaka
dengan mencari dan menetapkan asal masalah dari fardh-fardh para ahli waris.
Metode ini adalah salah satu metode yang sering dipakai oleh para ahli faraidh
dalam menyelesaikan masalah pembagian harta warisan.[3]
Cara-cara menyelesaikan masalah warisan menurut sistem usul masail ini ada
beberapa langkah, diantaranya yaitu :
1.
Sebelum
menetapkan usul masail adalah menyeleksi/mencari para ahli waris.
2. Siapa saja
ahli waris yang termasuk dzawil arham dan ashab al-faraid.
3. Siapa saja
ahli waris penerima Ashabah.
4. Siapa saja
ahli waris yang mahjub.
5. Menetapkan
bagian-bagian yang diterima oleh masing-masing ashab al-furud.
Misalnya : Apabila seorang meninggal
ahli warisnya terdiri dari :
- Suami - -
Nenek garis ibu
- 2 anak
perempuan -
Anak laki-laki saudara ibu
- Ibu - -
Cucu perempuan garis perempuan
- Bapak - -
3 saudara seibu
- Kakek - -
Paman
Dari seleksi yang dilakukan dapat diketahui bahwa ahli
waris yang termasuk Dzawil arham adalah :
- Cucu
perempuan garis perempuan
- Anak
laki-laki saudara ibu
Adapun ahli waris yang terhalang (ashabah) adalah :
- 3 saudara
seibu, terhalang oleh anak perempuan dan bapak.
- Nenek garis
ibu, terhalang oleh ibu dan bapak.
- Paman,
terhalang oleh bapak.
- Kakek
terhalang oleh bapak.
Jadi ahli waris yang menerima bagian dan besarannya
adalah :
- Suami 1/4
(karena ada anak)
- 2 anak
perempuan 2/3
(karena dua orang)
- Ibu 1/6
(karena ada anak)
- Bapak 1/6
+ ashabah (karena bersama anak perempuan)
Contoh kasus adalah sebagai berikut:
Seorang
meniggal dunia harta warisannya yang ditinggalkan sejumlah Rp. 12.000.000 ahli
warisnya terdiri dari: Suami, anak
perempuan, cucu perempuan garis laki – laki dan saudara perempuan sekandung,
bagian masing – masing adalah:
Ahli Waris
|
Bagian
(Bag)
|
AM
|
Harta
Waris Rp.12.000.000
|
Penerimaan
|
|
|
“12”
|
|
|
Suami
|
1/4 x 3
|
3/12
|
x Rp. 12.000.000
|
Rp. 3.000.000
|
Anak Pr
|
1/2 x 6
|
6/12
|
x Rp. 12.000.000
|
Rp. 6.000.000
|
Cucu Pr
|
1/6 x 2
|
2/12
|
x Rp. 12.000.000
|
Rp. 2.000.000
|
Sdr Pr (Ashobah)
|
Sisa 1
|
1/12
|
x Rp. 12.000.000
|
Rp. 1.000.000
|
Jumlah
|
12
|
|
|
Rp. 12.000.000
|
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Didalam pembagian waris sering
dijumapi kasus kelebihan dan kekurangan harta, apabila diselesaikan menurut
Furudh al – mukhadarah, kelebihan harta akan terjadi apabila ahli waris sedikit
dan tidak ada ahli waris.
Didalam penyelesaian kasus waris menurut hukum waris
islam bukan dalam proses penghitungan untuk menentukan bagian waris masing –
masing ahli waris sebagiamana dikatakan oleh banyak orang meliankan dalam hal
1. Menerapkan
kedudukan ahli waris tertentu didalam kelompok dan golonganm.
2. Menetapkan
apakah hak – waris, ahlo waris tertentu sudsh terbuka atau sebelum
Didalm pembagian waris terdapat metode
penghitugan metodenya adalah sebagai
berikut:
ü Metode usul al – masail dan cara penggunaannya
Langka pertama yang harus dilakukan
untuk menentukan ussl al – masail harus menyeleksi Ahli waris furud al –
muqadarah, ashab al – furudh, bagaian ashaba, hajib – mahjub dan syarat seseorang
dapat menerima bagian.
DAFTAR PUSTAKA
Ø Ahmad Rofiq,
Fiqih Mawaris, (Jakarta: PT. RajaGrafindo, 1993), h.75
Ø Fiqh mawaris
pembagian waris berdasarkan syariat islam Prof Dr Muhammad teungku hasbi ash-
shiddieqy
Ø Hukum waris islam, tela’ah terhadap hukum waris islam dan
implementasinya di Indonesia, Dr. H. Kosim Rusdi M.Ag
[1] Fiqh mawaris
pembagian waris berdasarkan syariat islam Prof Dr Muhammad teungku hasbi ash-
shiddieqy
[2] Fiqh mawaris
pembagian waris berdasarkan syariat islam Prof Dr Muhammad teungku hasbi ash-
shiddieqy
[3] Ahmad
Rofiq, Fiqih Mawaris, (Jakarta: PT. RajaGrafindo, 1993), h.75
0 Response to "Makalah Tatacara Penghitungan Harta Waris"
Posting Komentar