Makalah Penetrasi Budaya India di Indonesia


Yang dimaksud dengan penetrasi kebudayaan adalah masuknya pengaruh suatu kebudayaan ke kebudayaan lainnya. Penetrasi kebudayaan dapat terjadi dengan dua cara.
A.     Hubungan India Indonesia
Masuknya sebuah kebudayaan dengan jalan damai. Misalnya, masuknya pengaruh kebudayaan Hindu dan Islam ke Indonesia. Penerimaan kedua macam kebudayaan tersebut tidak mengakibatkan konflik, tetapi memperkaya khasanah budaya masyarakat setempat. Pengaruh kedua kebudayaan ini pun tidak mengakibatkan hilangnya unsur-unsur asli budaya masyarakat.
Penyebaran kebudayaan secara damai akan menghasilkan Akulturasi, Asimilasi, atau sintesis. Akulturasi adalah bersatunya dua kebudayaan sehingga membentuk kebudayaan baru tanpa menghilangkan unsur kebudayaan asli. Contohnya, bentuk bangunan Candi Borobudur yang merupakan perpaduan antara kebudayaan asli Indonesia dan kebudayaan India. Asimilasi adalah bercampurnya dua kebudayaan sehingga membentuk kebudayaan baru. Sedangkan sintesis adalah bercampurnya dua kebudayaan yang berakibat pada terbentuknya sebuah kebudayaan baru yang sangat berbeda dengan kebudayaan asli.
B.     Proses Asimilasi India-Indonesia
a.       Sejarah masuknya kebudayaan India ke Indonesia
Pada mulanya hubungan antara Indonesia dengan India dalam bentuk hubungan dagang. Hubungan ini kemudian berkembang menjadi hubungan agama dan budaya. Proses masuknya pengaruh budaya India ke Indonesia tidaklah berasal dari satu tempat atau daerah di Indonesia. Kita tidak mengetahui secara pasti agama mana yang mula-mula datang ke Indonesia. Tetapi pada masa sekitar permulaan tarikh masehi di Indonesia telah dikenal agama Hindu dan Budha. Pada mulanya agama Hindu yang berkembang dan mempunyai banyak pengikut di Indonesia. Sebenarnya agama Budha juga sudah masuk namun belum berkembang. Hal ini terbukti dari agama yang dipeluk oleh raja Mulawarman dari Kutai dan raja Purnawarman dari Tarumanegara, yakni agama Hindu.
Seorang pengembara Cina bernama Fa-shien menyebutkan bahwa agama Budha di Ye-po-ti (Pulau Jawa) tidak banyak. Pada tahun 414 Masehi, Fa-shien datang ke Pulau Jawa karena perahu yang ditumpanginya dari India mengalami kerusakan. Ia kemudian tinggal menetap untuk beberapa waktu di Indonesia. Dia mempelajari kehidupan bangsa Indonesia ketika itu dan mencatatnya. Disebutkannya bahwa kehidupan pemeluk agama Hindu dan Budha telah dapat hidup berdampingan secara damai. Setelah hidup berdampingan selama berabad-abad terjadilah sinkretisme (perpaduan) antara kedua agama tersebut. Hasil sinkretisme ini kemudian menumbuhkan suatu aliran baru yang disebut Siwa-Budha. Agama ini berkembang pesat pada abad ke-13 Masehi. Penganut aliran agama ini, antara lain raja Kertanegara dan Adityawarman. Meskipun unsur budaya India mempengaruhi budaya Indonesia, tetapi budaya Indonesia tidak kehilangan kepribadiannya. Dalam perkembangannya, pengaruh itu mewujudkan budaya Indonesia baru yang coraknya masih terlihat sampai sekarang.
Melalui para pedagang itulah agama dan budaya India disebarkan kepada masyarakat Indonesia. Para pedagang dari India yang beragama Hindu-Budha banyak bermukim di kota-kota pelabuhan. Bahkan, banyak di antaranya yang hidup menetap dan menikah dengan penduduk pribumi. Perkawinan dan permukiman tersebut kemudian mempercepat proses penyebaran agama dan budaya India. Sejak abad ke-7 agama Hindu-Budha mencapai perkembangannya di Indonesia.
Pengaruh budaya India di Indonesia yang dimaksud oleh tulisan ini sesungguhnya hendak memberi gambaran sejumlah pengaruh kebudayaan India yang datang dan melakukan kontak dengan penduduk kepulauan nusantara di masa lalu. Kebetulan, orang-orang India yang melakukan kontak tersebut beragama Hindu dan Buddha. Di masa awal ini, Islam belum terorganisasi secara formal sebagai agama di jazirah Arabia. Pengaruh India tidak hanya pada tataran agama. Pengaruh juga meliputi bahasa, bangunan, teknologi, aksara, politik, ataupun sistem sosial. Kendati secara tertulis pengaruh tersebut sekurangnya telah tercatat sejak 400-an Masehi, tetapi masih dapat diidentifikasi dalam budaya Indonesia saat ini. Jill Forshee bahkan mencatat, sejak abad pertama Masehi kontak-kontak antara masyarakat asli Indonesia dengan India bersifat intensif. Kontak terutama melalui jalur hubungan laut.
Koentjaraningrat menyatakan bahwa sebelum kontak dengan India, penduduk asli Indonesia telah mengembangkan pranata sosial Negara. Negara ini dibuktikan adanya prasasti Muara Kaman yang menunjukkan eksistensi kerajaan Kutai dengan rajanya Kudungga. Orang-orang Indonesia kemudian melakukan kontak dengan para pedagang dan pemimpin agama (pendeta) dari India. Selain Kutai, juga berdiri kerajaan-kerajaan asli di Jawa Barat tepatnya di tepi sungai Cisadane, Bogor.
Koentjaraningrat beranggapan kerajaan-kerajaan tersebut sudah hidup makmur lewat kontak dagangnya dengan India Selatan. Raja-rajanya lalu mengadaptasi sejumlah konsep Hindu (komponen non material budaya) ke dalam struktur kerajaannya. Mereka mengundang para Brahmana beraliran Wisnu dan Brahma dari India Selatan. Mereka memberi konsultasi dan nasehat mengenai struktur dan upacara-upacara keagamaan, termasuk bentuk, organisasi, dan upacara-ucapara kenegaraan menurut sistem India Selatan. Dari anggapan ini, maka sesungguhnya pengaruh India tidak datang lewat penaklukan melainkan permintaan (by request, by consent). Orang-orang Indonesia justru mengundang mereka karena ada kehendak untuk maju dan membuka diri. Lewat undangan inilah, kesusasteraan dan agama India masuk ke Indonesia. Namun, yang menerima pengaruh adalah lapisan atas kekuasaan dan masyarakat di sekitar istana. Masyarakat biasa hampir kurang tersentuh oleh pengaruh ini.

Akibat pengaruh India, struktur sosial Indonesia seperti desa yang awalnya egaliter perlahan berubah dengan masuknya konsep kenegaraan India Selatan yang hirarkis. Raja mulai dianggap turunan dewa. Namun, pengaruh hirarkis ini juga tidak dapat dipukul rata. Ia terutama diadaptasi oleh kerajaan-kerajaan di pedalaman Indonesia yang mengandalkan pertanian dan irigasi sebagai basis ekonominya. Masyarakat atau kerajaan di pesisir pantai tidak terlampau terpengaruh oleh sistem India Selatan ini. Contoh negara pesisir adalah Sriwijaya di mana perdagangan menjadi basis ekonomi andalan. Dalam Negara yang demikian, tidak diperlukan wilayah pertanian, petani yang banyak, serta wilayah pedalaman yang luas untuk menanam bahan pangan oleh sebab barang konsumsi dapat diperoleh lewat interaksi pertukaran (perdagangan). Sriwijaya pun lebih terpengaruh oleh Buddha yang lebih menekankan self-conscience dan individualitas. Tidak terlalu banyak peninggalan berupa candi di Sriwijaya jika dibandingkan dengan wilayah Jawa.
Sebaliknya, di Jawa pengaruh Hindu yang menekankan pada kolektivitas dan hirarki berkembang pesat. Ini akibat basis ekonomi Jawa di mana nuansa pertaniannya begitu kental. Contoh dari ini adalah kerajaan Mataram Hindu, Kediri, Singasari, ataupun Majapahit. Mereka adalah Negara-negara agraris. Letaknya di daerah-daerah subur lembah sungai, sekitargunung berapi, dan rakyatnya hidup dari bercocok tanam. Akibat surplus beras, mulailah kerajaan-kerajaan Jawa ini, misalnya Singasari, berekspansi keluar wilayah dengan mencari Negara-negara bawahan di kepulauan Nusantara. Politik tersusun secara hirarkis, di mana pendeta adalah pemimpin spiritual dan raja bertindak selaku pemimpin dunia. Pemberkatan seorang raja harus dilakukan pendeta. Namun, susunan ini hanya berlangsung di level atas (palace circle) sementara masyarakat biasa (terutama daerah pesisir pantai) hampir tidak tersentuh oleh kebiasaan ini. Barangkali ini pula yang mengakibatkan pengaruh-pengaruh lain (semisal Islam dan individualitas Barat) masuk dengan mudahnya ke kalangan masyarakat Indonesia. Pengaruh Budaya India di Indonesia
Pengaruh di Bidang Bahasa
Pengaruh Sanskerta terhadap Bahasa Melayu
Pengaruh India di Bidang Arsitektur

Pengaruh India di Bidang Kesusasteraan

Related Posts :

0 Response to "Makalah Penetrasi Budaya India di Indonesia"

Posting Komentar