Macam Macam Talaq


Selanjutnya Kompilasi Hukum Islam memuat aturan-aturan yang berkenaan dengan pembagian talak. KHI membagi talak kepada talak raj’i , talak ba’in sughra dan ba’in kubra. Seperti yang terdapat pada pasal 118 dan 119.
Yang dimaksud dengan talak raj’i adalah talak kesatu atau kedua, dimana suami berhak rujuk selama dalam masa iddah. Sedangkan talak bai’n shugra adalah (pasal 119) adalah talak yang tidak boleh dirujuk tapi boleh dengan akad nikah baru dengan bekas suaminya meskipun dalam iddah.
Talak ba’in shugra sebagaimana tersebut pada pasal 119 ayat (2) adalah talak yang terjadi qobla al-dukhul; talak dengan tebusan atau khulu’; dan talak yang dijatuhkan oleh pengadilan Agama. Sedangkan talak ba’in kubra (pasal120) adalah talak yang terjadi untuk yang ketiga kalinya. talak jenis ini tidak dapat dirujuk dan tidak dapat dinikahkan kembali, kecuali apabila pernikahan itu dilakukan setelah bekas istri menikah dengan orang lain dan kemudian terjadi perceraian ba’da al-dukhul dan telah melewati masa ‘iddah.[1]
Di samping pembagian di atas juga dikenal pembagian talak ditinjau dari waktu menjatuhkannya ke dalam talak sunni dan bid’i.
Adapun yang dimaksud dengan talak sunni sebagaimana yang terdapat pada pasal 121 KHI adalah talak yang dibolehkan yaitu talak yang dijatuhkan terhadap istri yang sedang suci dan tidak dicampuri dalam waktu suci tersebut. Sedangkan talak bid’I seperti yang termuat pada pasal 122 adalah talak yang dilarang karena dijatuhkan pada waktu istri dalam keadaan suci tapi sudah dicampuri pada waktu suci tersebut.
Menurut KHI, talak atau perceraian terhitung pada saat perceraian itu dinyatakan di depan sidang Pengadilan. Di samping mengatur tentang talak, KHI juga memberi aturan yang berkenaan dengan khulu[2] dan li’an[3] seperti yang terdapat pada pasal 124, 125, 126, 127 dan 128.
Selain sebab kematian yang dapat memutuskan ikatan perkawinan antara suami istri dikenal pula istilah talak, khulu’, dan fasakh sebagaimana dijelaskan dalam kitab fiqh. talak dan khulu’ termasuk dalam kelompok perceraian, sedangkan fasakh sama maksudnya dengan perceraian atas putusan Pengadilan. Disamping itu juga gugatan perceraian dimasukkan dalam kelompok perceraian (pasal 114 KHI).[4]
Ada yang menarik jika dikomparasikan antara aturan fiqh dengan Undang-undang perkawinan diantaranya dalam fiqh mazhab manapun tidak diatur tentang keharusan perceraian di Pengadilan. misalnya: dalam khulu’ tidak perlu diajukan kepada hakim (qadhi) menurut pendapat Hanabilah[5] begitu pula dengan talak yang menjadi hak mutlak seorang suami bebas digunakannya dimana dan kapan saja semaunya dia.
Dengan adanya aturan di atas mengharuskan bagi setiap perkara perceraian baik berupa cerai talak, khulu’, maupun cerai gugat didasarkan atas salah satu dari alasan-alasan yang disebutkan di atas kepada Pengadilan Agama yang tata cara mengajukan, memeriksa, dan menyelesaikan gugatan perceraian oleh Pengadilan diatur lebih lanjut dalam PP No. 9 Tahun 1975 pasal 20 sampai dengan pasal 36.




                [1] Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam………, hal. 223
                [2] Khulu’ adalah perceraian yang terjadi atas permintaan istri dengan memberikan tebusan (‘iwad)                kepada dan atas persetujuan suaminya. Lihat bab 1 tentang ketentuan umum.
                [3] Li’an adalah seorang suami menuduh istri berbuat zina dan atau mengingkari anak dalam kandungan atau yang sudah lahir dari istrinya, sedangkan istri menolak tuduhan atau pengingkaran tersebut. Lihat pasal 126 KHI.
                [4] Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam………., hal. 227
                [5] Wahbah Zuhailiy, Al-Fiqh Al-Islāmi Wa Adillatuhu…………, hal. 7012

Related Posts :

0 Response to "Macam Macam Talaq"

Posting Komentar