Yang
dimaksud masa tugas ḥakam ialah
jangka waktu sejak ditunjuk dan mulai bertugas sampai berakhirnya tugas yang
diembankan kepadanya. Menurut Sayuti Thalib ḥakam-ḥakam
dalam perkara shiqāq (ḥakamam) disebut “minjihatil hakim”
yakni dua ḥakam dari keluarga suami
sitri yang diangkat oleh hakim, dan masa tugasnya mulai diangkat sampai perkara
shiqāq itu diputus.[1]
Waktu
pengangkatan ḥakam hakim biasa
memberikan jangka waktu untuk menyelesaikan tugasnya. jika ḥakamain tidak sanggup menyelesaikan tugasnya, maka akan diangkat ḥakam yang lain. Dalam Mughril Muhtag
disebutkan bahwa apabila kedua ḥakam
berbeda pendapat maka hakim mengangkat dua ḥakam
yang lain agar dapat sepakat dalam satu pendapat.
Dalam
praktiknya di Indonesia pengangkatan ḥakam
melalui “putusan sela”, dengan demikian hakim mempunyai kewenangan menentukan
kapan berakhirnya, tugas ḥakam, yang
biasanya harus membuat laporan kepada hakim.
Hukum
lslam yang tampak pada karya fiqh kalangan mujtahid merupakan khazanah
intelektual yang bersifat manusia. Dengan merujuk pada ketentuan sumber hukum
Islam yang bersifat permanen dan menyediakan prinsip-prinsip umum, pendekatan
intelektual sangat mungkin dilakukan agar ketentuan ilahiah dapat diterapkan
dalam kebutuhan nyata. Pendekatan intelektual yang lazim disebut ijtihad juga
dapat digunakan dalam memformalkan abstraksi hukum Islam yang terkandung dalam
doktrin-doktrin fiqh ke dalam hukum positif. Di sinilah dibutuhkan suatu kepekaan
intelektual untuk menyerap, mengadopsi, dan mengaplikasikan nilai syariah ke
dalam pasal-pasal peraturan perundangan, sehingga ketentuan yang muncul memang benar-benar
bersumber pada syariat dan tidak terpaku pada perbedaan khazanah ijtihadiyah.
Doktrin
fiqh yang merupakan istinbat hukum atas ketentuan a1-Quran yang bersifat
mujnal, diserap dan diperbarui dalam berbagai unsurnya dalam bentuk ketentuan
peraturan perundangan yang bersifat umum dalam pasal 76 Undang-undang No. 50 Tahun
2009. Penyerapan dilakukan dalam hal definisi atau batasan shiqāq itu sendiri, sedang pembaharuan dilakukan dalam merumuskan fungsi
ḥakam, jumlah ḥakam, masa tugas ḥakam,
dan figur ḥakam pasal 76
Undang-undang No. 50 Tahun 2009 berbeda dalam merumuskan fungsi ḥakam yakni tidak sebagai wakil maupun
hakim sebagaimana doktrin fiqh. Jumlah ḥakam
lazimnya minimal dua sebagaimana dikenal dengan istilah ḥakamaim (dua orang ḥakam)
sesuai dengan lahir nash dalam konteks hukum positif dapat ditafsirkan tunggal
hanya seorang ḥakam.
Kekuatan
Berlakunya PERMA No. l Tahun 2008 pasal 2 ayat (3) PERMA ini menyatakan bahwa tidak
menempuh prosedur mediasi berdasarkan peraturan ini merupakan pelanggaran
terhadap pasal 130 HIR dan atau pasal 154 RBg yang mengakibatkan putusan batal
demi hukum.
Untuk
mengantisipasi ketentuan PERMA di atas keluarlah Keputusan Ketua Mahkamah Agung
Republik Indonesia Nomor 130/KMA/SKNI7/2010 tanggal 6 Juli 2010 tentang
Pembentukan Pilot Court Mediasi. Berdasarkan keputusan ketua Mahkamah Agung
tersebut Pengadilan Negeri Jakarta Selatan merupakan salah satu pilot court
dalam menerapkan mediasi di samping Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama
lainnya di Indonesia. Adapun pertimbangan hukum dikeluarkannya Keputusan Ketua
Mahkamah Agung tersebut adalah.
a. Bahwa mediasi merupakan salah satu proses
penyelesaian sengketa alternatif yang dapat memuaskan dan memenuhi rasa
keadilan para pihak.
b. Bahwa prosedur mediasi di pengadilan
telah menjadi bagian hukum formal dalam perkara perdata yang harus dilaksanakan
oleh semua pengadilan dalam lingkungan Peradilan umum dan Peradilan Agama se-Indonesia.
c. Bahwa dalam rangka mendapatkan mekanisme
dan pola ideal penerapan peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 tentang
prosedur mediasi di Pengadilan maka perlil ditunjuk Pengadilan Negeri dan
Pengadilan Agama sebagai pilot court mediasi sebagaimana disebutkan dalam surat
keputusan ini.[2]
0 Response to "Masa Tugas Ḥakam"
Posting Komentar