Tata Cara Penahanan Tersangka


Cara penahanan atau penahanan lanjutan, baik yang dilakukan penyidik maupun penuntut umum serta hakim, merujuk pada ketentuan Pasal 21 ayat (2) dan (3) KUHAP, yaitu:
a.       Dengan Surat Perintah Penahanan atau Surat Penetapan Penahanan yang dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum dilakukan dengan mengeluarkan atau memberikan surat perintah penahanan, sedangkan penahanan oleh hakim menggunakan surat penetapan penahanan. Surat perintah atau penetapan penahanan harus memuat hal-hal sebagai berikut:
1.       Identitas tersangka/terdakwa, terdiri dari nama, umur, pekerjaan, jenis kelamin dan tempat tinggal;
2.       Alasan penahanan, misalnya untuk kepentingan penyidikan atau pemeriksaan sidang pengadilan;
3.       Uraian singkat kejahatan yang disangkakan atau yang didakwakan agar yang bersangkutan mempersiapkan pembelaan dan demi kepastian hukum;
4.       Tempat ditahannya tersangka/terdakwa guna memberikan kepastian hukum bagi yang ditahan dan keluarganya.
b.      Tembusan Harus diberikan Kepada Keluarga
Pemberian tebusan surat perintah penahanan atau penahanan lanjutan maupun surat penetapan penahanan oleh hakim harus disampaikan kepada keluarga sebagai upaya pengawasan dari pihak keluarga untuk menilai apakah penahanan sah atau tidak.
Batas Waktu Penahanan
Instansi yang berwenang melakukan penahanan antara lain tiga (3) pejabat atau instansi yang berwenang melakukan penahanan, yaitu penyidik atau penyidik pembantu, penuntut umum dan hakim yang menurut tingkatan pemeriksaan terdiri atas hakim pengadilan negeri, pengadilan tinggi dan Mahkamah Agung. Dalam KUHAP terdapat pembatasan masa penahanan dan perpanjangannya, adapun beberapa prinsip yang menjadi landasan yaitu jangka waktu masa penahanan dan perpanjangannya yang diberikan kepada masingmasing instansi yang berwenang ditentukan secara limitatif; dan apabila telah lewat jangka waktu masa penahanan dilakukan pelepasan atau pengeluaran demi hukum terhadap tersangka/terdakwa.
Adapun mengenai jangka waktu penahanan, KUHAP menganut sistem pembatasan dengan rincian sebagai berikut, penahanan oleh penyidik maksimal 20 hari dan dapat diperpanjang oleh penuntut umum selama 60 hari guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai. Untuk kepentingan penuntutan, penuntut umum dapat mengeluarkan surat perintah penahanan selama 20 hari dan dapat diperpanjang selama 50 hari oleh Ketua Pengadilan Negeri. Sedangkan hakim dapat mengeluarkan surat perintah penahanan dengan jangka waktu maksimal 30 hari dan dapat diperpanjang oleh Ketua Pengadilan Negeri bila perlu.
Selanjutnya apabila terhadap perkara tersebut diajukan upaya hukum, maka proses penahanannya untuk pemeriksaan banding, hakim pengadilan tinggi berwenang mengeluarkan surat perintah penahanan maksimal 30 hari dan dapat diperpanjang 60 hari oleh Ketua Pengadilan Tinggi bila perlu. Pada tingkat kasasi, Hakim Mahkamah Agung berwenang mengeluarkan surat penahanan paling lama 50 hari dan dapat diperpanjang oleh Ketua Mahkamah Agung hingga 60 hari.[1] Setiap perpanjangan hanya dapat diberikan oleh pejabat berwenang atas dasar alasan dan resume hasil pemeriksaan yang diajukan tersebut.81 Namun, terdapat pengecualian mengenai jangka waktu penahanan tersebut, yaitu ketentuan Pasal 29 ayat (1) KUHAP.[2] Perpanjangan jangka waktu penahanan dilakukan untuk kepentingan pemeriksaan, namun terdapat pengecualian berdasarkan ketentuan Pasal 29 KUHAP yaitu dalam hal:[3]
c.       Tersangka atau terdakwa menderita gangguan fisik atau mental yang berat dibuktikan dengan keterangan dokter; atau
d.      Perkara yang sedang diperiksa diberikan untuk jangka waktu paling lama 30 hari dan apabila penahanan masih diperlukan dapat diperpanjang lagi selama 30 hari.
Penahanan merupakan tindakan menghentikan kemerdekaan seseorang, sedangkan kemerdekaan itu adalah hak asasi manusia. KUHAP merupakan undang-undang yang sangat menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, oleh karena itu terdapat pembatasan jangka waktu penahanan.[4]



[1] Ansorie Sabuan, Syarifudin Pettanasse dan Ruben Achmad, op.cit., hal.96.
[2] Andi Hamzah, op.cit., hal.132-133, lihat juga Anshorie Sabuan, op.cit., hal. 96-97.
[3] Mohammad Hatta, Sistem Peradilan Pidana Terpadu, (Jakarta: Galangpress Group, 2008), hal.23.
[4] Martiman Prodjohamidjojo, Penangkapan dan Penahanan, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984), hal.19.

Related Posts :

0 Response to "Tata Cara Penahanan Tersangka"

Posting Komentar