1. Pengertian riba
Riba yang berasal
dari bahasa
arab, artinya tambahan (ziyadah/addition, Inggris), yang berarti:
tambahan pembayaran atas uang pokok
pinjaman. Sementara menuut Istilah
riba adalah
pengambilan tambahan baik dalam transaksi jual beli, maupun pinjam
meminjam secara batil atau bertentangan
dengan prinsip mua’amalat
dalam Islam.
2. Dasar hukum riba
Dasar hukum melakukan riba adalah haram menurut
Al-Qur’an, sunnah dan ijma’ ulama. Keharaman riba terkait dengan sistem bunga dalam jual beli yang bersifat komersial. Di dalam melakukan transaksi atau jual beli, terdapat
keuntungan atau bunga tinggi
melebihi keumuman atau batas kewajaran,
sehingga merugikan pihak-pihak tertentu, sehingga identik dengan
nuansa sebuah transaksi pemerasan.
3. Macam-macam Riba
Para ulama Fikih membagi riba menjadi empat macam, yaitu:
a. Riba Fadl
Riba fadl adalah tukar menukar atau jual beli antara dua buah barang
yang sama jenisnya, namun
tidak sama ukurannya yang disyaratkan
oleh orang yang menukarnya, atau jual beli yang mengandung unsur riba pada
barang yang sejenis dengan
adanya tambahan pada salah satu
benda tersebut. Sebagai contoh
adalah tukar-menukar emas
dengan emas atau beras dengan beras,
dan ada
kelebihan yang disyaratkan oleh orang yang
menukarkan. Kelebihan yang
disyaratkan itu disebut
riba fadl. Supaya tukar-menukar seperti ini
tidak termasuk riba, maka harus
ada tiga
syarat yaitu:
1) Barang yang ditukarkan tersebut harus sama.
2) Timbangan atau takarannya harus sama.
3) Serah terima pada saat itu juga.
b. Riba Nasi’ah
Riba nasi’ah yaitu mengambil keuntungan dari
pinjam meminjam atau atau tukar-menukar barang yang sejenis maupun yang tidak sejenis karena
adanya keterlambatan waktu pembayaran. Menurut ulama Hanafiyah, riba nasi’ah
adalah memberikan kelebihan terhadap pembayaran
dari yang ditangguhkan, memberikan kelebihan pada benda dibanding untung
pada benda yang ditakar
atau yang
ditimbang yang berbeda jenis atau
selain yang ditakar dan ditimbang
yang sama jenisnya. Maksudnya adalah
menjual barang dengan sejenisnya,
tetapi yang satu lebih banyak
dengan pembayaran diakhirkan, seperti menjual 1 kg beras
dengan 1 ½ kg beras yang dibayarkan setelah
dua bulan
kemudian. Kelebihan pembayaran yang disyaratkan inilah yang disebut riba nasi’ah.
c. Riba Qardi
Riba qardi adalah
meminjamkan sesuatu dengan syarat ada
keuntungan atau tambahan dari orang yang meminjam. Misalnya
Andi
meminjam uang kepada Arman sebesar Rp 500.000, kemudian Arman mengharuskan
kepada Andi untuk mengembalikan uang itu sebesar Rp. 550.000. inilah
yang disebut riba qardi.
d. Riba yad
Riba yad yaitu
pengambilan keuntungan dari proses jual
beli dimana
sebelum terjadi serah terima
barang antara penjual dan pembeli
sudah berpisah. Contohnya, orang
yang membeli
suatu barang sebelum ia menerima
barang tersebut dari penjual, penjual dan pembeli tersebut
telah berpisah sebelum serah
terima barang itu. Jual beli
ini dinamakan
riba yad.
4. Hikmah Dilarangnya
Riba
Hikmah diharamkannya riba yaitu:
a. Menghindari tipu daya di antara sesama manusia.
b. Melindungi harta sesama muslim agar tidak dimakan dengan batil.
c. Memotivasi orang muslim untuk menginvestasi hartanya pada usaha-usaha
yang bersih dari penipuan,
jauh dari
apa saja
yang dapat
menimbulkan kesulitan dan kemarahan di antara kaum muslimin.
e. Menjauhkan orang muslim dari sesuatu yang menyebabkan kebinasaan
karena pemakan riba adalah
orang yang zalim dan akibat
kezaliman adalah kesusahan.
f. Membuka pintu-pintu kebaikan di depan orang muslim agar ia mencari
bekal untuk akhirat.
g. Rajin mensyukuri nikmat
Allah
Swt. dengan cara memanfaatkan untuk
kebaikan serta tidak menyia-nyiakan nikmat tersebut.
h. Melakukan praktik jual beli dan utang piutang secara baik menurut Islam.
B. BANK
1. Pengertian Bank
Kata bank berasal
dari bahasa
Italia, banca yang berarti meja.
Menurut UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan, yang dimaksud
bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kembali kepada masyarakat
dalam bentuk kredit dan atau
bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Fungsi bank adalah sebagai berikut:
a. Menyimpan dana masyarakat.
b. Menyalurkan dana masyarakat ke publik.
c. Memperdagangkan utang piutang.
d. Mengatur dan menjaga stabilitas peredaran uang.
e. Tempat menyimpan harta
kekayaan (uang
dan surat
berharga) yang
terbaik dan aman.
f. Menolong manusia dalam mengatasi
kesulitan ekonomi keuangan.
Tujuan bank di antaranya
yaitu :
a. Menolong manusia dalam banyak kesulitan
(peminjaman uang tunai atau
kredit).
b. Meringankan hubungan antara para pedagang dan pengusaha dengan
memperlancar pemindahan
uang (money-transfer).
c. Bagi hartawan
adalah untuk menjaga keamanan dan memberi perlindungan
dari penjahat dan pencuri dengan menyimpan
di tempat yang aman.
d. Untuk
kepentingan dan perkembangan
kepentingan, baik nasional
maupun internasional dalam seluruh bidang kehidupan.
2. Jenis-jenis Bank
Jenis perbankan dewasa ini dapat ditinjau dari beberapa segi, yaitu segi fungsi,
kepemilikan, status, dan cara menentukan
harga atau bunga.
a. Dilihat dari Segi Fungsi
Menurut UU Pokok Perbankan Nomor 10 Tahun 1998, jenis bank menurut fungsinya adalah sebagai berikut.
1) Bank
umum, yaitu bank yang dapat memberikan jasa dalam lalu
lintas pembayaran.
2) Bank Perkreditan Rakyat, adalah bank yang
melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional atau berdasarkan prinsip syariah
yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam
lalu lintas
pembayaran.
b. Dilihat dari Segi Kepemilikan
Jenis bank berdasarkan kepemilikannya dapat dibedakan sebagai berikut:
1) Bank milik pemerintah
Bank milik pemerintah
merupakan bank yang akte pendiriannya
maupun modal bank ini
sepenuhnya dimiliki oleh pemerintah, sehingga keuntungannya dimiliki oleh pemerintah pula. Contoh bank milik pemerintah adalah Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia
(BNI), Bank Rakyat Indonesia (BRI), dan Bank Tabungan Negara (BTN). Contoh bank milik pemerintah
daerah antara lain Bank DKI,
Bank Jabar, Bank
Jateng, Bank Jatim, Bank DIY, Bank
Riau, Bank Sulawesi Selatan, dan Bank Nusa Tenggara Barat.
2) Bank milik swasta nasional
Bank milik swasta
nasional merupakan bank yang seluruh
atau sebagian besar sahamnya dimiliki oleh
swasta nasional, sehingga keuntungannya menjadi milik swasta pula. Contoh bank milik swasta
nasional antara lain Bank Central Asia, Bank Lippo, Bank Mega, Bank
Danamon, Bank Bumi Putra, Bank
Internasional Indonesia, Bank Niaga, dan Bank Universal.
3) Bank milik koperasi
Bank milik koperasi
merupakan bank yang kepemilikan saham- sahamnya oleh perusahaan yang
berbadan hukum koperasi. Contoh bank milik koperasi adalah Bank
Umum Koperasi
Indonesia (Bukopin).
4) Bank milik asing
Bank milik asing
merupakan cabang dari bank yang
ada di
luar negeri, atau seluruh sahamnya dimiliki oleh pihak asing (luar negeri).
Contoh bank milik asing antara lain ABN
AMRO
Bank, American Express Bank, Bank of America, Bank of Tokyo, Bangkok Bank, City
Bank, Hongkong Bank, dan Deutsche Bank.
5) Bank milik campuran
Bank milik campuran merupakan bank yang sahamnya dimiliki
oleh pihak asing dan pihak swasta nasional
dan secara mayoritas
sahamnya dipegang oleh
warga Negara
Indonesia. Contoh bank campuran adalah Bank
Finconesia, Bank Merincorp, Bank PDFCI,
Bank Sakura Swadarma,
Ing Bank, Inter Pacifik Bank, dan Mitsubishi
Buana Bank.
Adapun dalam pengaturan
dan pengawasan
Bank seacara
umum terdapat Bank sentral di Indonesia yang dipegang oleh Bank Indonesia
(BI). Menurut UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Bank Indonesia merupakan lembaga negara
yang independen
bebas dari campur tangan pemerintah dan atau pihak-pihak lainnya,
kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang tersebut.
Fungsi bank sentral
adalah sebagai bank dari pemerintah
dan bank
dari bank umum (banker’s
bank), sekaligus untuk mencapai dan
memelihara kestabilan nilai rupiah.
Sementara tugas bank sentral antara lain sebagai berikut:
1) Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter.
2) Mengatur dan menjaga kelancaran
sistem pembayaran.
3) Mengatur dan mengawasi
bank
4) Sebagai penyedia
dana terakhir (last lending resort) bagi bank
umum dalam bentuk Bantuan Likuiditas
Bank Indonesia (BLBI).
c. Berdasarkan jenis atau sistem pengelolaannya, bank dapat dikelompokkan
menjadi 2, yaitu:
a. Bank Konvensional (dengan sistem bunga)
Bank dengan sistem
bunga (Konvensional) ada dua jenis,
yaitu bank umum dan bank perkreditan
rakyat.
b. Bank Syariah
(Bank dengan prinsip Bagi Hasil)
Karena belum ada
kata sepakat
dari para
ulama tentang hukum bank konvensional sementara umat Islam harus
mengikuti perkembangan ekonomi sehingga
perlu jalan keluar, maka
lahirlah bank syariah dengan prinsip bagi hasil.
Bank Syariah
Bank syariah adalah
suatu bank
yang dalam
aktivitasnya; baik dalam
penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran
dananya memberikan
dan mengenakan imbalan atas dasar prinsip syariah.
a. Konsep Dasar Transaksi
1) Efisiensi, mengacu
pada prinsip
saling menolong untuk berikhtiar,
dengan tujuan mencapai laba sebesar
mungkin dan biaya yang dikeluarkan selayaknya.
2) Keadilan, mengacu pada
hubungan yang
tidak menzalimi
(menganiaya), saling ikhlas mengikhlaskan
antar pihak-pihak yang terlibat dengan persetujuan yang adil tentang proporsi bagi hasil,
baik untung maupun rugi.
3) Kebenaran, mengacu pada
prinsip saling menawarkan bantuan dan
nasehat untuk saling meningkatkan produktivitas.
b. Produk Perbankan
Syariah
1) Produk penyaluran
dana
·
Prinsip Jual Beli (Ba’i)
Transaksi jual beli dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya
dan waktu penyerahan
barang, seperti:
- Pembiayaan
Murabahah
Murabahah adalah transaksi
jual beli
di mana
bank menyebut
jumlah keuntungannya. Bank bertindak sebagai penjual, sementara
nasabah sebagai pembeli. Harga
jual adalah
harga beli
bank dari
pemasok ditambah keuntungan. Kedua pihak harus menyepakati
harga jual dan jangka waktu pembayaran.
Harga jual dicantumkan
dalam akad jual beli
dan jika
telah disepakati tidak dapat berubah
selama berlakunya akad. Dalam
perbankan, murabahah lazimnya dilakukan dengan cara pembayaran cicilan (bi tsaman ajil). Dalam transaksi ini barang diserahkan segera
setelah akad, sedangkan pembayaran dilakukan secara tangguh.
- Salam
Salam adalah
transaksi jual beli di mana barang yang
diperjualbelikan belum ada. Dalam
praktik perbankan, ketika barang telah diserahkan kepada bank, maka bank akan menjualnya
kepada nasabah itu sendiri
secara tunai atau secara angsuran.
Umumnya transaksi
ini diterapkan dalam penbiayaan barang yang
belum ada, seperti pembelian
komoditi dijual kembali secara tunai
atau secara cicilan.
- Istisna
Produk istisna menyerupai
produk salam, namun dalam istishna
pembayarannya dapat dilakukan oleh
bank dalam
beberapa kali (termin) pembayaran.
Skim istishna dalam bank syariah umumnya
diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur
dan kontruksi.
Ketentuan umum Istisna sebagai berikut :
·
Prinsip Sewa (Ijarah)
Transaksi ijarah
dilandasi adanya perpindahan manfaat. Jadi
pada dasarnya prinsip ijarah sama saja
dengan prinsip jual beli, namun
perbedaanya terletak
pada objek
transaksinya. Bila pada
jual beli objek
transaksinya adalah barang, maka pada
ijarah objek transaksinya adalah jasa.
Pada akhir masa
sewa, bank dapat saja menjual
barang yang disewakan kepada nasabah. Karena
itu dalam
perbankan syariah dikenal dengan ijarah muntahiya
nittamlik (sewa yang diikuti dengan
berpindahnya kepemilikan). Harga sewa
dan harga
jual disepakati
pada awal perjanjian.
·
Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)
Produk pembiayaan syariah
yang didasarkan
pada prinsip
bagi hasil
adalah:
- Musyarakah
Musyarakah adalah semua
bentuk usaha yang melibatkan dua
pihak atau lebih dimana
secara bersama – sama memadukan seluruh bentuk sumber daya baik
yang berwujud
maupun tidak berwujud. Bentuk kontribusi dari
pihak yang bekerja sama dapat
berupa dana, barang perdagangan
(trading asset),
kewiraswastaan (entrepreneurship), keahlian
(skill), kepemilikan (property),
peralatan (equipment), atau intangible asset (seperti hak paten
atau goodwill), kepercayaan/reputasi (credit
worthiness) dan barang-barang lainnya yang dapat dinilai
dengan uang. Dengan merangkum seluruh kombinasi
dari bentu
kontribusi masing
-masing pihak dengan
atau tanpa
batasan waktu menjadikan produk ini sangat Àeksibel.
- Mudarabah
Mudarabah adalah bentuk kerjasama antara
dua atau
lebih pihak dimana pemilik modal mempercayakan sejumlah modal kepada
pengelola dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan. Bentuk
ini menegaskan kerjasama dengan
kontribusi 100% modal dari pemilik modal dan keahlian dari pengelola.
3. Hukum Bank dalam Islam
Bank merupakan masalah baru
dalam khazanah hukum Islam, maka
para ulama masih memperdebatkan keabsahan sebuah
bank. Berikut ini beberapa pandangan mengenai hukum perbankan, yaitu mengharamkan, tidak
mengharamkan, dan syubhat (samar-samar).
a. Kelompok yang mengharamkan
Ulama yang mengharamkan riba di antaranya adalah Abu Zahra (guru
besar Fakultas Hukum, Kairo, Mesir), Abu A’la al-Maududi
(ulama Pakistan), dan Muhammad
Abdullah al-A’rabi (Kairo). Mereka
berpendapat bahwa hukum bank
adalah haram, sehingga kaum Muslimin
dilarang mengadakan hubungan dengan
bank yang
memakai sistem bunga, kecuali dalam keadaan darurat atau terpaksa
b. Kelompok yang tidak mengharamkan
Ulama yang tidak mengharamkan di antaranya adalah Syekh Muhammad
Syaltut dan A.Hassan.
Mereka mengatakan bahwa kegiatan bermuamalah
kaum Muslimin dengan bank
bukan merupakan perbuatan yang dilarang.
Bunga bank di Indonesia
tidak bersifat ganda, sebagaimana digambarkan
dalam QS. Ali Imran [3]:130.
c. Kelompok yang menganggap syubhat (samar)
Bank merupakan perkara
yang belum
jelas kedudukan hukumnya dalam Islam
karena bank merupakan sebuah produk baru yang tidak ada nasnya.
Hal-hal yang belum ada
nas dan masih diragukan ini
yang dimaksud
dengan barang syubhat (samar).
Karena untuk kepentingan umum atau
manfaat sosial yang sangat
berarti bagi umat, maka berdasarkan
kaidah usul (maslahah mursalah),
bank masih
tetap digunakan dan dibolehkan. Namun ketentuan ini hanya untuk
bank pemerintah
(non-swasta), dan tidak berlaku untuk bank
swasta dengan alasan tingkat kerugian
pada bank swasta sangat tinggi dibanding dengan bank pemerintah.
0 Response to "Makalah Tentang Riba "
Posting Komentar