Kata Pengantar, Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang
senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah serta Inayah-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas pembuatan makalah ini yang membahas tentang Praperadilan dapat
diselesaikan dengan tepat tanpa mengalami hambatan yang berarti. Semoga dengan
selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi kami selaku penulis dan bagi para
pembaca semuanya.
Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu demi penyempurnaan tulisan ini, kami
mengharapkan masukan dan saran yang bersifat membangun.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat
bagi pihak-pihak yang berkompeten. Amin.
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dalam
makalah ini peyeusun akan membahas dan menguraikan sebagaimana dalam rumusan
masalah. Baikalah untuk lebih jelasnya akan dibahas berikut ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apa
itu pengertian praperadilan?
2. Apa
sajah syarat-syarat praperadilan?
3. Bagaimana
wewenang praperadilan?
4. Apa
tujuan praperadilan?
5. Pihak-pihak
yang dapat diajukan Praperadilan?
C. Rumusan Tujuan
1. Menjelaskan
tentang pengertian praperadilan
2. Menjelaskan
syarat-syarat praperadilan
3. Menjelaskan
wewenang praperadilan
4. Menjelaskan
tujuan praperadilan
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Tinjauan Umum
Tentang Praperadilan
Salah
satu perbedaan yang tampak antara KUHAP dengan HIR adalah mengenai
Praperadilan, dimana Praperadilan tidak diatur dalam HIR. Dalam KUHAP ketentuan
mengenai Praperadilan diatur dalam Pasal 77 sampai dengan Pasal 83. Hal-hal
yang diatur dalam KUHAP mengenai ketentuan Praperadilan meliputi :
B. Pengertian
Praperadilan
Praperadilan
hanya suatu lembaga baru yang ciri dan eksistensinya berada dan merupakan
kesatuan yang melekat pada Pengadilan Negeri, dan sebagai lembaga pengadilan,
hanya dijumpai pada tingkat Pengadilan Negeri sebagai satuan tugas yang tidak
terpisah dari Pengadilan Negeri,dengan demikian, Praperadilan bukan berada di
luar atau disamping maupun sejajar dengan Pengadilan Negeri, tetapi hanya
merupakan divisi dari Pengadilan Negeri,administratif yustisial, personil,
peralatan dan finansial bersatu dengan Pengadilan Negeri dan berada di bawah
pimpinan serta pengawasan dan pembinaan Ketua Pengadilan Negeri, tata laksana
fungsi yustisialnya merupakan bagian dari fungsi yustisial
C. Syarat-syarat
Praperadilan
Ada
empat kriteria yang harus digunakan hakim praperadilan dalam menentukan sah
atau tidak sahnya penahanan:
1.
Apakah penahanan
didasarkan pada tujuan yang telah ditentukan KUHAP ? Pasal 20 KUHAP, menentukan
bahwa penahanan hanya dapat dilakukan “untuk kepentingan penyidikan, penuntutan
atau pemeriksaan di sidang pengadilan”. Dengan demikian, dalam rangka
penyidikan, suatu tindakan penahanan dilakukan dalam rangka “mencari serta
mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana
yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya” (Pasal 1 angka 2 KUHAP).
Berdasarkan hal ini, maka ketika “bukti yang membuat terang tindak pidana dapat
dikumpulkan tanpa penahanan” dan/atau “tersangka tindak pidana dapat ditemukan
tanpa penahanan”, maka penahanan tidak lagi diperlukan
2.
Apakah penahanan
memiliki dasar (hukum) dalam undang-undang yang berlaku, terutama dasar hukum
kewenangan pejabat yang melakukan penahanan tersebut ? Selain itu, sesuai
dengan teori tentang kewenangan dan ketentuan Pasal 3 KUHAP, yang mengharuskan
pengaturan acara pidana hanya berdasar pada undang-undang, maka kewenangan
melakukan penahanan hanya dapat timbul sepanjang telah diberikan oleh
undang-undang. Dalam penyidikan, pada dasarnya penahanan merupakan kewenangan
penyidik Polri (Pasal 6 ayat (1) huruf a jo Pasal 7 ayat (1) huruf d KUHAP).
Sementara itu, penyidik pegawai negeri sipil lainnya (Pasal 6 ayat (1) huruf b
KUHAP) umumnya tidak diberikan kewenangan penahanan. Namun demikian, dengan
ketentuan yang bersifat khusus (lex specialis), ketentuan umum ini disimpangi,
sehingga penyidik kejaksaan yang terakhir berdasarkan Undang-Undang No. 16
Tahun 2004 dan penyidik KPK berdasarkan Undang-Undang No. 30 Tahun 2002,
mempunyai kewenangan melakukan penahanan.
Khusus
berkenaan dengan kewenangan penahanan oleh penyidik KPK dapat dibedakan menjadi
dua bagian, yaitu kewenangan melakukan penanahanan secara langsung (Pasal 38
ayat (1) Undang-Undang No. 30 tahun 2002) dan kewenangan penahanan secara tidak
langsung, yaitu melalui bantuan kepolisian atau instansi lain yang terkait
(Pasal 12 huruf i Undang-Undang No. 30 tahun 2002).Kewenangan melakukan
penahanan secara langsung penyidik KPK, merupakan bagian dari kewenangan
lembaga itu yang merupakan rembesan dari segala kewenangan yang berkaitan
dengan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan yang diatur dalam KUHAP.
Kewenangan ini hanya dapat dilakukan terhadap tersangkayang disangka melakukan
tindak pidana korupsi sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang No. 31 Tahun
1999 jo Undang-Undang No. 20 tahun 2001 (Pasal 39 ayat (1) Undang- Undang No.
30 tahun 2002).
3.
Apakah terdapat
alasan melakukan penahanan, baik alasan subyektif (Pasal 21 ayat (1) KUHAP)
maupun alasan obyektif (Pasal 21 ayat (4) KUHAP)? Alasan subyektif melakukan
penahanan adalah dalam hal adanya kekhawatiran tersangka atau terdakwa akan
melarikan diri, merusak barang bukti dan/atau mengulangi tindak pidana. Hanya
saja, seperti istilahnya (alasan subyektif), dalam praktek hukum umumnya alasan
ini dipandang ada tanpa ukuran-ukuran yang objektif. Dengan demikian, tanpa
kriteria objektif dalam menentukan alasan subyektif penahanan maka telah
mengubah prinsip penahanan menjadi: “arrested is principle, and non arrested is
exception.” Alasan subyektif penahanan menjadi konkretisasi dari“discretionary
power” yang terkadang sewenang-wenang, yang bukan tidak mungkin dijadikan modus
pemerasan oleh oknum tertentu. Sebenarnya, permasalahan penahan ini berpangkal
tolak dari kekeliruan dalam melakukan penafsiran Pasal 21 ayat (1) KUHAP. Pasal
ini menetukan:
Perintah
penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau
terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang
cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran tersangka atau
terdakwa akan melarikan diri, merusak barang bukti dan/atau mengulangi tindak
pidana.
4.
Apakah penahanan
dilakukan menurut prosedur atau tata cara yang ditentukan dalam KUHAP? Dalam
hal ini, surat perintah dari penyidik menjadi mutlak. Dalam surat perintah
tersebut, harus disebutkan identitas tersangka, alasan dilakukannya
penahanan,uraian singkat tentang sangkaan tindak pidananya, dan tempat
dilakukannya penahanan (dalam hal dilakukan penahanan rumah tahanan negara).
Selain itu, sebenarnya surat perintah penahanan juga harus memuat jangka waktu
dilakukannya penahanan tersebut, yang masih dalam batas limitatif yang
ditentukan undang-undang.
Turunan
surat perintah ini diserahkan kepada keluarga pesakitan.Ada baiknya, jika dalam
pemeriksaan sebelumnya tersangka didampingi satu atau lebih penasihat hukum,
turunan surat perintah penahanan juga diserahkan kepada penasihat hukumnya.
Sebagai kelengkapannya adalah surat perintah/tugas melakukan penahanan dan
Berita Acara penahanan. Pengabaian atas prosedur penahanan ini dapat berakibat
tidak sahnya tindakan tersebut.
D. Wewenang
Praperadilan
Wewenang
Praperadilan sendiri diatur dalam KUHAP, khususnya dalam BAB X yang mengatur
tentang Wewenang Pengadilan Dalam Mengadili khususnya dari Pasal 77 sampai
dengan Pasal 83 dan BAB XII mengenai Ganti Rugi dan Rehabilitasi. Sebagaimana
diatur dalam Pasal 77 KUHAP, disebutkan bahwa Praperadilan hanya merupakan
tambahan wewenang yang diberikan kepada Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan
memutus tentang :
a.
Sah atau
tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian
penuntutan, dan;
b.
Ganti kerugian
dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada
tingkat penyidikan atau penuntutan. Melihat Pasal 77 butir a, jelas bahwa dalam
pemeriksaan praperadilan, pengadilan negeri hanya berwenang untuk memeriksa dan
memutus sah atau tidaknya penangkapan dan atau penahanan, serta sah atau
tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan. Kondisi ini
menyebabkan hakim prapedilan hanya berwenang untuk memeriksa dan memutus
hal-hal tersebut saja.
E. Pihak-Pihak yang
dapat mengajukan Praperadilan
Ketentuan
mengenai pihak-pihak mana saja yang bisa mengajukan Permohonan Praperadilan di
atur juga dalam KUHAP. Hal ini berarti dalam mengajukan permohonan Praperadilan
tidak bisa diajukan oleh setiap orang, karena berdasarkan ketentuan dalam
KUHAP, pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan Praperadilan antara lain
adalah sebagai berikut :
1.
Mengenai
permohonan Praperadilan terhadap pemeriksaan sah atau tidaknya suatu
penangkapan atau penahanan, pihak-pihak yang diberi wewenang untuk mengajukan
permohonan Praperadilan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 79 KUHAP, adalah :
2.
Mengenai sah
atau tidaknya suatu penangkapan :
1) Tersangka;
2) Keluarga;
3) Kuasanya.
Mengenai
sah atau tidaknya penahanan :
1) Tersangka;
2) Terdakwa;
3) Keluarga;
4) Kuasanya.
Mengenai
permohonan Praperadilan terhadap pemeriksaan sah atau tidaknya penghentian
penyidikan atau penuntutan, pihak-pihak yang diberi wewenang untuk mengajukan
permohonan Praperadilan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 80 KUHAP, adalah :
a. Mengenai
sah atau tidaknya penghentian penyidikan :
1. Penuntut
Umum;
2. Pihak
ketiga yang berkepentingan.
b. Mengenai
sah atau tidaknya penghentian penuntutan :
1. Penyidik;
2. Pihak
ketiga yang berkepentingan.
3. Mengenai
permohonan Praperadilan terhadap permintaan ganti rugi dan/atau rehabilitasi,
pihak-pihak yang diberi wewenang untuk mengajukan permohonan Praperadilan
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 81 KUHAP adalah tersangka, terdakwa dan
pihak ketiga yang berkepentingan.
4. Mengenai
permohonan Praperadilan karena adanya benda yang disita yang tidak termasuk
alat pembuktian, pihak-pihak yang diberi wewenang untuk mengajukan permohonan
Praperadilan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 82 ayat (1) huruf b KUHAP
adalah tersangka, terdakwa dan pihak ketiga atau darimana benda tersebut
disita.
F. Pihak-pihak yang
dapat diajukan Praperadilan
Pihak-pihak
yang bisa diajukan dalam Praperadilan selaku termohon, juga ditentukan secara
limitatif dalam KUHAP. Pihak-pihak tersebut antara lain adalah :
1)
Penyidik
Penyidik adalah salah
satu pihak yang bisa diajukan dalam Praperadilan selaku termohon, alasan
penyidik dapat diajukan dalam Praperadilan antara lain :
c. Tidak
sahnya penangkapan dan/atau penahanan;
d. Tidak
sahnya penghentian penyidikan; Ada benda yang disita, yang tidak termasuk alat
pembuktian;
e. Ganti
rugi dan/atau rehabilitasi terhadap tidak sahnya penangkapan atau penahanan;
f. Ganti
rugi dan/atau rehabilitasi terhadap sahnya penghentian penyidikan.
2)
Penuntut umum
Penuntut umum juga
termasuk salah satu pihak yang bisa diajukan dalam Praperadilan selaku
termohon, alasan penuntut umum dapat diajukan dalam Praperadilan antara lain :
a.
Tidak sahnya
penahanan;
b.
Tidak sahnya
penghentian penuntutan;
c.
Ganti rugi
dan/atau rehabilitasi terhadap tidak sahnya penahanan;
d.
Ganti rugi
dan/atau rehabilitasi terhadap sahnya penghentian penuntutan.
G. Tujuan
praperadilan
Praperadilan
bertujuan untuk mengawasi tindakan upaya paksa yang dilakukan penyidik atau
penuntut umum terhadap tersangka, supaya tindakan itu benar-benar dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan undang-undang, dan benar-benar proporsional dengan
ketentuan hukum serta tidak merupakan tindakan yang bertentangan dengan hukum.
Pengawasan dan penilaian upaya paksa inilah yang tidak dijumpai dalam tindakan
penegakkan hukum dimasa HIR. Bagaimanapun perlakuan dan cara pelaksanaan
tindakan upaya paksa yang dilakukan penyidik pada waktu itu, semuanya hilang
oleh kewenangan yang tidak terawasi dan tidak terkendali oleh koreksi lembaga
manapun.
Tulisan ini diambil dari skripsinya
saudara Abi Hikmoro yang berjudul Peran dan Fungsi Praperadilan dalam Penegakan
Hukum Pidana di Indonesia. Semoga tulisan yang saudara Abi Hikmoro bermanfaat
bagi kemajuan keilmuan islam.
0 Response to "Makalah Tentang Praperadilan"
Posting Komentar