Kata Pengantar, Alhamdulillah puji
syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah serta
Inayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah ini yang
membahas tentang Tentang Wadiah dan
dapat diselesaikan dengan tepat tanpa mengalami hambatan yang berarti. Semoga
dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi kami selaku penulis dan
bagi para pembaca semuanya.
Kami
menyadari dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu demi penyempurnaan tulisan ini, kami mengharapkan masukan dan saran
yang bersifat membangun.
Akhirnya
penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang
berkompeten. Amin.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam makalah ini peyeusun akan membahas dan menguraikan
sebagaimana dalam rumusan masalah. Baikalah untuk lebih jelasnya akan dibahas
berikut ini.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa itu Pengertian
Wadiah?
2.
Apa Rukun Wadiah,
Jenis dan sifatnya?
C.
Rumusan Tujuan
1.
Menjelaskan
tentang Pengertian
Wadiah
2.
Menjelaskan
Rukun
Wadiah, Jenis dan sifatnya
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Wadiah Secara Etimologi
Menurut
Muhammad Syafi’i wadiah berasal dari kata Al- Wadi’ah yang berarti titipan
murni (amanah) dari satu pihak ke pihak yang lain, baik individu maupun badan
hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendakinya.
Wadiah bermakna amanah. Wadiah dikatakan bermakna amanah karena Allah menyebut
wadiah dengan kata amanah dibeberapa ayat Al-Qur’an.
Sedangkan
secara terminologi, ulama mahzab Hanafi mengartikan wadiah adalah memberikan
wewenang kepada orang lain untuk menjaga hartanya. Contohnya seperti ada
seseorang menitipkan sesuatu pada seseorang dan si penerima titipan menjawab ia
atau mengangguk atau dengan diam yang berarti setuju, maka akad tersebut sah hukumnya.
“mengikut sertakan orang lain dalam memelihara harta baik dengan ungkapan yang
jelas maupun isyarat” Sedangkan mahzab Maliki, Syafi’i, Hanabilah mengartikan
wadiah adalah mewakilkan orang lain untuk memelihara harta tertentu dengan cara
tertentu. “mewakilkan orang lain untuk memelihara harta tertentu dengan cara
tertentu“.
B. Pengertian
Wadiah Secara Istilah.
Wadiah
secara istilah menurut Ihkwan Abidin Basri adalah akad seseorang kepada pihak
lain dengan menitipkan suatu barang untuk dijaga secara layak (menurut
kebiasaan). Atau ada juga yang mengartikan wadiah secara istilah adalah
memberikan kekuasaan kepada orang lain untuk menjaga hartanya/barangnya dengan
secara terang-terangan atau dengan isyarat yang semakna dengan itu”.
Dalam
Ensiklopedi Hukum Islam Wadiah secara bahasa bermakna meninggalkan atau
meletakkan, yaitu meletakkan sesuatu pada orang lain untuk dipelihara atau
dijaga. Sedangkan secara istilah adalah Memberikan kekuasaan kepada orang lain
untuk menjaga hartanya atau barangnya dengan secara terangterangan atau dengan
isyarat yang semakna dengan itu.
Pengertian
Wadiah Menurut Bank Indonesia (2008) adalah akad penitipan barang/uang antara
pihak yang mempunyai barang/uang dengan pihak yang diberi kepercayaan dengan
tujuan untuk menjaga keselamatan, keamanan serta keutuhan barang/uang.
Dari
pengertian di atas maka dapat dipahami bahwa apabila ada kerusakan pada barang
titipan, padahal benda tersebut sudah dijaga sebagaimana layaknya, maka si
penerima titipan tidak wajib menggantinya, tapi apabila kerusakan itu disebabkan
karena kelalaiannya, maka ia wajib menggantinya. Yang dimaksud dengan “barang”
disini adalah suatu yang berharga seperti uang, dokumen, surat berharga dan
barang lain yang berharga di sisi Islam.
Dengan
demikian akad wadi’ah ini mengandung unsur amanah, kepercayaan (trusty). Dengan
demikian, prinsip dasar wadi’ah adalah amanah, bukan dhamanah. Wadiah pada
dasarnya akad tabarru’, (tolong menolong), bukan akad tijari.
C. Rukun Wadiah
Rukun
wadiah berdasarkan mahzab yang dianutnya, dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
a.
Menurut Imam Abu
Hanafi, rukun wadiah hanya ijab dan qabul.
b.
Sedangkan
menurut jumhur ulama rukun wadiah ada tiga, yaitu :
1.
Wadiah.
Wadiah
adalah barang yang dititipkan, adapun syaratnya adalah:
a.
Barang yang
dititipkan harus dihormati (muhtaramah) dalam pandangan syariat.
b.
Barang titipan
harus jelas dan bisa dipegang atau dikuasai. Jadi, barang yang dititipkan dapat
diketahui identitasnya dan dapat dikuasai untuk dipelihara.
2.
Sighat
Sighat
adalah akad, adapun syaratnya adalah lafadz dari kedua belah pihak dan tidak
ada penolakannya dari pihak lainnya. Dan lafadz tersebut harus dikatakan di
depan kedua belah pihak yang berakad (Mudi’ dan wadii’) .
3.
Orang yang
berakad
Orang
yang berakad ada dua pihak yaitu Orang yang menitipkan (Mudi’) dan Orang yang
dititipkan (Wadii’). Adapun syarat dari orang yang berakad adalah :
a) Baligh
b) Berakal
c) Kemauan
sendiri, tidak dipaksa. Dalam mazhab Hanafi baligh dan telah berakal tidak
dijadikan syarat dari orang yang berakad, jadi anak kecil yang dizinkan oleh
walinya boleh untuk melakukan akad wadiah ini.
D. Sifat Wadiah
Ulama
fikih sepakat mengatakan, bahwa akad wadi’ah bersifat mengikat kedua belah
pihak. Akan tetapi, apakah tanggung jawab memelihara barang tersebut bersifat
amanat atau bersifat ganti rugi (dhamaan). Ulama fikih sepakat, bahwa status
wadi’ah bersifat amanah bukan dhamaan, sehingga semua kerusakan penitipan tidak
menjadi tanggungjawab pihak yang dititipi, berbeda sekiranya kerusakan itu
disengaja oleh orang yang dititipi, sebagai alasannya adalah sabda Rasulullah
SAW “Orang yang dititipi barang, apabila tidak melakukan pengkhianatan tidak
dikenakan ganti rugi (HR. Baihaqi dan Daru-Quthni)”
Dengan
demikian, apabila dalam akad wadi’ah ada disyaratkan ganti rugi atas orang yang
dititipi maka akad itu tidak sah. Kemudian orang yang dititipi juga harus
menjaga amanat dengan baik dan tidak boleh menuntut upah (jasa) dari orang yang
menitipkan.
Karena
wadiah termasuk akad yang tidak lazim, maka kedua belah pihak dapat membatalkan
perjanjian akad ini kapan saja. Karena dalam wadiah terdapat unsur permintaan
tolong, maka memberikan pertolongan itu adalah hak dari wadii’. Kalau ia tidak
mau, maka tidak ada keharusan untuk menjaga titipan. Namun kalau wadii’
mengharuskan pembayaran, semacam biaya administrasi misalnya, maka akad wadiah
ini berubah menjadi “akad sewa” (ijarah) dan mengandung unsur kelaziman.
Artinya wadii’ harus menjaga dan bertanggung jawab terhadap barang yang
dititipkan. Pada saat itu wadii’ tidak dapat membatalkan akad ini secara
sepihak karena dia sudah dibayar.
E. Jenis-jenis
Wadiah
Berdasarkan sifat
akadnya, wadiah dapat dibagi menjadi dua bentuk, yaitu:
1.
Wadiah Yad
Amanah
2.
Wadiah yad
dhamanah
0 Response to "Makalah Tentang Wadiah "
Posting Komentar