Di era informasi sekarang yang serba
cepat ini, sebenarnya infonnasi tentang nikah sirri sudah
banyak dimunculkan lewat media massa, buku-buku, lembaga swadaya
masyarakat yang berkompeten akan hal ini. Terutama terungkapnya korban nikah sirri yang
secara langsung mengakul sendiri adanya pelecehan dan kekerasan.
Dari beberapa kasus yang dilansir oleh
Rafka Annisa Women Crisis Center ternyata yang banyak
dirugikan adalah pihak perempuan
Banyak kasus yang dimunculkan
perempuan oleh perempuan korban nikah sirri pada
Rifka karena kebetulan mempunyai kepentingan pragmatis, seperti
kepentingan akte kalahiran untuk anak, hak kewarisan dan hak tunjangan isteri,
serta hak pengajuan di hadapan hukurn apahila wanita diperlakukan secara tidak terhormat.
Ini hanya perempuan
yang mempunyai kepentingan praktis saja. Belum
kasus lain bagi seorang perempuan
yang tidak mempunyai kepentingan praktis, yang sengaja dipendam tidak
diekspose. .
Kasus di atas ternyata, sebuah gambaran
bahwa sebetulnya yang melakukan nikah sirri itu banyak yang melakukannnya.
Mereka semua pada awalnya tidak akan mengira
bahwa dengan cara mudah, cepat dan murah dengan mengabaikan prosedur hukum, akan mengalami nasib yang lebih tragis
ketika harus berhadapan dan adaftasi dengan
lingkungannya.
Tetapi praktek seperti ini kalau
melihat realitas di lapangan ternyata banyak yang melakukan dan ini perlu disikapi secara arif dan bijaksana. Karena ini menyangkut
hak kemanusiaan yang mempunyai status yang sama di hadapan hukum. Dan kebetulan yang menjadi korban adalah pihak
perempuan.
Oleh karena itu berdasarkan
pertimbangan kemanusiaan, supaya mendapat status hukum yang
jelas dengan oreintasi pemberdayaan terhadap korban nikah sirri perlu
penyelesaian secara hukurn pula. Dalam hal hal ini sebagai alternatif adalah dengan
cara diberikan keleluasaan Itsbat Nikah Sirri, sebagai
jalan keluar untuk melindungi perempuan dari korban
nikah sirri yang jelas mendapatkan
ketidakadilan.
Dengan Itsbat Nikah Sirri perernprran seperti
ini, akan mendapatkan
perlindungan hukum menyangkut jaminan
hak-hak perernpuan. Sebelum menjurus ke arah perlindungan terhadap perempuan ini, terlebih
dahulu akan disampaikan maksud dan tujuan Itsbat Nikah secara umum dan dasar
apa yang dijadikan materi pijakannya.
Itsbat Nikah adalah penetapan secara
sah, secara hukum melalui keputusan Pengadilan Agama terhadap
pernikahan yang semula hanya sah menurut hukum Islam (materiil)
tetapi belum sah menurut hukum formil. ''
Itsbat Nikah ini dapat terjadi
dengan pengakuan/ pernyataan secara yuridis melalui keputuan
Pengadilan Againa ciiantaranya terhadap perkawinan yang secara nyata (de
facto) telah dilakukan secara sah karena telah memenuhi rukun dan
syaratsyaratnya tetapi secara yuridis tidak/ belum dicatatkan
pada PPN.
Berarti dalam hal ini Itsbat Nikah
merupakan proses atau prosedur pengganti yang mengantarkan perkawinan d.rri
pasal 2 ayat (1) ke pasal 2 ayat (2) UU Perkawinan, yakni
dari perkwinan yang tidak tercatat menjadi perkawinan tercatat dan
mempunyai Surat Nikah.
Adapun tujuan Itsbat Nikah agar
perkawinan yang telah ada mendapat kekuatan dan kepastian hukum, yang
berupa pengakuan sah menurut hakim sehingga dapat dicatatkan
serta mendapat Akta Nikah sebagai alat bukti yang sah. Dengan tujuan
ini Itsbat Nikah dimaksudkan untuk mengatasi problem yang mungkin timbul dalam
masyarakat apabila ada suatu perkawinan yang sah tetapi tidak mempunyai Surat
Nikah.
Adapun yang menjadi dasar Itshat Nikah adalah pasal 7 ayat (2) Kompilasi
Hukum Islam (KHI) yang
menyatakan, "dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan Akta
Nikah, dapat diajukan Itshat Nikahnya ke Pengadilan Agarna". Pasal ini menjadi
dasar adanya Istbat Nikah, juga menjadi dasar kewenangan bagi Pengadilan Agama untrrk
memeriksa dan memiliki perkara Itsbat Nikah, sebagaimana telah diatur
dalam pasal 3 ayat (5) UU No. 2 tahun 1946, Penjelasan pasa149 ayat (2) UU No. 7
tahun 1989 dan pasal 3 1 ayat PMA No. 2 tahun 1990
jo. Pasal 63 ayat 1 UU No. I tahun 1974.
Dengan pemaparan diatas menjadi
jelas, bahwa wanita yang menjadi korban nikah sirri dapat
mengajukan ketidakmasannya ke Pengadilan Agama. Tetapi dalam hal ini apakah
perkawinan yang sudah dilaksanakan itu sudah memenuhi standar hukum atau tidak ?, sebagaimana sudah digariskan dalam peraturan perundangundangan perkawinan. Kalau tidak memenuhi stndar
hukum Islam tetap belum mendapatkan
fasilitas Itsbat Nikah sirri. Lain halnya perkawinan sirri yang
telah dilakukan sudah memenuhi
kriteria hokum Islam seperti yang disebutkan di atas. Karena apabila syarat-syaratnya sudah terpenuhi hakim
dapat menjatuhkan putusannya dan
mengabulkan permohonan termohon.
Kedudukan keputusan Pengadilan Agama
dalarn memfasilitasi perempuan korban nikah sirri dengan putusan Itsbat Nikah sirri ini, selanjutnya bukan merupakan bukti adanya
perkawinan, melainkan hanya mengantarkan yustisial ke PPN untuk mendapatkan Surat Nikali. Karena
perkawinan itu hanya dapat dibuktikan dengan
Surat Nikah yang dibuat oleh MIN (pasa7 ayat (1) KHI).
Jadi jelaslah dengan adanva putusan
Itsbat Nikah Sirri yang kemudian dihantarkan
ke PPN untuk mendapatkan Surat Nikah dimaksudkan untuk memberi perlindungan
hukurn din keadilan perempuan dan anak-anaknya
agar tidak menjadi korban nikah sirri.
Ualam hal ini ada dua hal yang
harus dijamin olch Pengadilan Agama: (I) adanya suara norma hukum svari yang hams dijatnin dan diakui keabsahannya, yaitu akad nikah
yang sah secara syari, sehingga harus diitsbatkan dan tidak mungkin dinatikan begitu saja. (2) Adanya hak-hak
isteri dan anak-anaknya serta
pihak ketiga lainnya yang timbul dari perkawinan tersebut.
Penutup
Sebenarnya dasar-dasar teoritis dan
yuridis perlindungan terhadap perempuan sudah jelas secara fuikum agama
(m,itcri1l) ataupun hukum positif. (formal). Tetapi apabila
dataran materiil agama saja yang ditempuh tetap tidak akan memberikan perlindungan terhadap perempuan terutama korhan nikah sirri. Harus pula diikuti dengan sebuah pencatatan administrasi agar dapa
memberikan kepastian hukum. Perkawinan yang lepas dari pencatatan tetap saja
banyak menimbulkan kerawanan menyangkut aspek perlindungannya terutama bagi
pihak perempuan - yang selam ini secara nature dan nurture dianggap lemah- dan
anak-anaknya. Oleh karena itu, perlu dihindari pernikahan secara sirri karena
sering menimbulkan problem
dilematis. Bilamana nikah sirri dimaksudkan
untuk upaya menghindari perbuatan dosa, tetapi apabila suami tidak menunaikan kewajibannya secara maksimal apalagi dikaitkan dengan hukum formal dan sosial, bisa jatuh pada perbuatan dosa pula.
Adapun bagi mereka yang sudah
melakukan nikah sirri - dalam rangka memerikan
perlindungan terhadap
perempuan korban nikah sirri atas
dasar kemanusiaan dan hukum - supaya mendapatkan kepastian hukum maka dapat dilakuan
Itsbat Nikah Sirri ke
Pengadilan Agama sebagai lembaga yang berwenang untuk memberikan legalitas fornial, kemudian hasil putusan PA tersebut
dihantarkan ke hadapan PPN untuk
mendapatkan bukti sah sebuah perkawinan.
Perlu diperhatikan hahwa nikah sirrri sebagai jarak antara perkawinan standar dapat diterima, namun perlu ditolak jika nikah sirri menjadi
institusi permanen.
Bukan saja nilai masalahanya terlalu
minimal, justru akibat yang tidak terpuji dari segi
agama, hukum dan kemasyarakatan tidak terhindarkan. Terutama semakin merebaknya
kasus pelecehan terhadap perempuan hasil dari nikah sirri yang tidak harmonis.
0 Response to "Pemberdayaan Perempuan Korban Nikah Sirri "
Posting Komentar