1. Hukum Taklif
a. Fardhu
Adalah apa-apa
yang dituntut untuk
dikerjakan oleh agama dengan
tuntutan yang pasti dan harus, dengan dalil qath’I (pasti), Contohnya,
rukun Islam yang
lima, yang terdapat dalam
al-Quran dan Sunnah
mutawatirah, atau sesuatu yang
termasyhur seperti membaca Al-Quran dalam shalat. Maka
jika hukum yang
fardlu diberi pahala
jika dikerjakan, dan disiksa jika ditinggalkan dan dihukumi kafir jika
meninggalkannya.
b. Wajib
Adalah apa-apa
yang dituntut untuk
dikerakan oleh agama dengan
tuntutan yang keras, dengan dalil yang dzan (tidak pasti),
seperti, wajibnya zakat
fitrah, shalat witir dengan dalil dari hadits ahad (tidak mutawatir).. Menurut qaidah lain,
sesuatu yang diberi pahala jika dikerjakan, dan disiksa jika ditinggalkan dan
tetapi tidak dihukumi kafir jika meninggalkannya. Jumhur ulama menyamakan
antara wajib dan fardlu kecuali Madzhab Al-Hanafiyah
c. Al-Mandub atau Sunnah
Apa-apa yang
dituntut untuk dikerjakan
oleh syara’ tetapi tidak dengan keras, atau apa-apa yang
diberi pahala ketika mengerjakannya tetapi
tidak disiksa jika
meninggalkanya. Contohnya, menulis
perjanjian utang, sahalat
sunnah rawatib, puasa
sunnah dan lainnya.
Para ulama menamakan
mandub dengan nafilah,
mustahab, tatawu’, muragab
fihi, ihsan dan
hasan, kecuali Al- Hanafiyah, beliau
membagi mandub kepada
mandub muakkad seperti
shalat jam’ah, mandub
masyru’ seperti shaum hari senin dan kamis, mandub zaid
seperti meniru Rasul SAW. dalam makan
dan minum.
d. Haram
Adalah apa yang dituntut
untuk ditinggalkan oleh
agama dengan tuntutan yang keras, menurut Al- Hanafiyah, sesuatu
yang harus ditinggalkan
berdasarkan dalil yang qath’i
seperti, haramnya membunuh,
minum khamar, berzina dan
lain sebagainya. Maka
hukumnya wajib menjauhinya dan
akan disiksa ketika meninggalkannya, Alhanafiyah menamakan
haram juga dengan,
ma’shiyah, dzanba, qabih, mazjur anhu, muatawaidan alaih.
e. Makruh Tahrim
Adalah apa yang harus dituntut
untuk ditinggalkan oleh agama dengan tuntutan yang keras tetapi dengan dalil
dzani, seperti haramnya menjual
dagangan orang lain, haramnya mengkhitbah yang
sudah dikhitbah oleh
orang lain, haramnya memakai
sutra, dan emas bagi laki-laki Apa bila ulama Al-Hanafiyah mengatakan makruh
biasanya makruh tahrim dan hal
ini lebih dekat
kepada haram menurut mereka.
f. Makruh Tanzih
Menurut Al-Hanafiyah,
adalah sesutau yang
dituntut oleh agama untuk
ditinggalkan tetapi tidak
keras tuntutannya dan tidak
disiksa bila sampai
melakukannya, seperti wudlu dari
bekas ludah kucing,
memakan hasil buaruan burung
seperti elang dan gagak dan lain sebagainya Menurut jumhur
ulama makruh hanya
satu jenis yaitu sesuatu yang dituntut untuk dikerjakan
oleh agama dengan tuntutan yang tidak
keras, atau dengan
kata lain sesuatu yang
diberi pahala ketika
meninggalkannya tetapi tidak disksa ketika mengerjakannya.
g. Mubah
Adalah apa-apa
yang diperbolehkan oleh
agama, baik ditinggalkan atau
dikerjakan, seperti makan, minum, tidur, berjalan dan lain sebagainya
2. Hukum Wadh'i
a. Sebab
Adalah susuatu yang menjadikan
hukum itu ada, apakah hal itu di akui oleh syara’ atau tidak. Misalnya,
memabukan adalah yang menyebabkan
keharaman khamar, safar (bebrgian) yang
menjadi sebab dibolehakanya berbuka shaum di
bulan Ramadhan dan
diperbolehlkannya mengqoshor
shalat, sedang sebab
yang tidak diakui
oleh syara’ misalnya, tergelincir
matahari yang menyebbkan diwajibkannya shalat Dzuhur atau
terlihatnya hilal di bulan Sya’ban
menjadi sebab diwajibkannya
shaum pada esok harinya.
b. Syarat
Adalah sesuatu
yang menyebabkan sahnya
sesuatu tetapi bukan bagian
dari sesuatu, seperti,
wudlu yang menjadi syarat shahnya
shalat tapi wudlu bukan bagian dari shalat.
c. Rukun
Sesuatu yang
menyebabkan shahnya sesuatu
dan merupakan bagian dari sesuatu, , mislanya, takbiratul ihram
adalah yang menyebabkan
shahnya shalat dan
takbiraul ihram merupakan bagian dari shalat.
d. Penghalang
Sesutu yang apa bila ada
menyebabkan hukum menjadi tidak ada atau menjadi bathal karenanya, contohnya,
adanya najis pada pakaian
menjadi sebab tidak
shahnya hukum shalat, atau punya
utang menjadi sebab tidak wajibnya zakat bagi seseorang.
e. Sah
Apa-apa yang terpenuhi rukun dan
syaratnya menurut Syara’ misalnya, shalat yang dilakukan menurut rukun dan
syaratnya, menyebabkan shalat itu shah.
f. Batal
Sebaliknya dari Shahih menurut
jumhur ulama, adapun menurut ulama Al-Hanafiyah
bathil adalah, sesuatu
yang terdapat cacat dalam aqad pokok, yang merupaan rukun dari
sesuatu itu. Misalnya,
kesalahan dalam akad
jual beli, kesalahan pada yang
melakukan aqadnya misalnya ia orang gila atau anak kecil.
g. Rusak
Menurut jumhur
ulama sama dengan
bathil, tetapi menurut ulama
Al-Hanafiyah adalah sesuatu yang terdapat cacat
dalam satu kriteria
aqad atau dalam
salah satu syaratnya. Misalnya,
menjual barang dengan
harga yang tidak diketahui,
menikahkan tanpa saksi, maka muamalah itu menjadi fasid
karena salah satu
kriteria syaratnya tidak terpenuhi.
h. Al-Ada'
Mengerjakan suatu
kewajiban pada waktu
yang ditentukan menurut syara’ misalnya, shalat atau shaum pada
waktunya.
i. Al-I’adah (mengulang)
Mengerjakan suatu kewajiban yang
kedua kalinya pada waktunya.
Misalnya mengerjakan shalat
berjama’ah di masjid setelah
mengerjakannya dirumah, atau
mengulang puasa kedua kalinya karena yang pertama tidak sah karena suatu
sebab.
j. Al-Qadha’
Mengerjakan suatu
kewajiban setelah lewat waktunya,
seperti mengerjakan shalat yang
terlupa karena tidur
atau yang lainnya (tidak
disengaja) misalnya, mengerjakan shlat shubuh sedang matahari sudah tinggi.
h. Al-‘Azimah
Peraturan agama yang pokok yaitu
sebelum perauran itu tidak ada peraturan lain yang mendahuluinya dan beralaku
umum bagi seluruh
mukallaf dalam semua
keadaan dan waktu sejak dari
semulanya. Seperti kewajiban shalat lima waktu
dengan jumlah rekaat
yang ditentukan secara sempurna. Lawannya
adalah rukhsah. Contoh
lain, semua bangkai haram dimakan
oleh semua orang dan dlam keadaan apapun, ini disebut peraturan pokok atau
azimah.
k. Ar-Rukhshah
Peraturan tambahan yang
dijalankan berhubung ada hal-hal
yang memberatkan (masyaqqah)
sebagai pengecualian dari peraturan-peraturan pokok.
Contoh, dalam keadaan terpaksa bangkai
boleh dimakan asal
tidak maksud menentang dan
berlebih-lebihan, maka hal
itu disebut rukhshah.
0 Response to "Apa itu Istilah Hukum Taklif dan Wadhi"
Posting Komentar