Ikhtilaf yang mengikuti ketentuan-ketentuan
akan memberikan manfaat, jika didasarkan pada beberapa hal berikut ini:
- Niatnya jujur dan menyadari akan tanggung jawab bersama. Ini bisa dijadikan salah satu dalil dari sekian banyak model dalil.
- Ikhtilaf itu digunakan untuk mengasah otak dan untuk memperluas cakrawala berpikir
- Memberikan kesempatan bicara pada lawan bicara atau pihak lain yang berbeda pendapat dan bermu’amalah dengan manusia lainnya yang menyangkut kehidupan diseputar mereka.
Faedah dan manfaat dari ikhtilaf dapat
diperoleh bila dalam berikhtilafitu berpijak pada ketentuan dan adab yang
terkandung di dalamnya. Namun jika ketentuan dan batasan itu dilanggar, maka
sudah pasti akan menimbulkan perpecahan. Hal ini akan menimbulkan kesulitan dan
kejahatan, sehingga dapat mengganggu kehidupan ummat. Jika begitu keadaannya,
maka ikhtilaf akan berubah menjadi ajang kehancuran.
Perbedaan pendapan dalam menetapkan sebagian
hokum masalah furu’ adalah suatu kemestian. Sehubungan dengan ini DR.
Yusuf al-Qardhawy mengomentari, bahwa orang yang ingin menyatukan kaum muslimin
dalam satu pendapat tentang hokum ibadat, mu’ammalat dan cabang agama
lainnya,hendaklah ia mengetahui dan menyadari, bahwa mereka sebenarnya
menginginkan sesuatu yang nihil. Upaya mereka untuk menghapuskan perbedaan (khilfah
fiqhiyyah) ini tidak akan menghasilkan apa-apa, selain dari bertambah luas
perbedaan dan perselisihan itu sendiri. Aksi semacam itu hanyalah menunjukan
kesan kedunguan mereka, oleh karena perbedaan dalam memahami hukum-hukum
syari’at yang tidak diprinsipil iniadalah suatu kemestian (darurat) dan
tidak dapat dihindari. Lebih jauh beliau mengemukakan beberapa factor adanya
kemestian hal diatas sebagai berikut:
1) Tabiat Agama
Allah SWT menghendaki diantara
hukum-hukumnya ada yang ditegaskan secara eksplisit dan ada yang ditegaskan
secara implicit. Diantara yang ditegaskan secara eksplisit pun terdapat hal
yang qath’iyyah (pasti) dan zhanniyah (tidak pasti) serta sharih
(jelas) dan mu’awwal (kemungkinan adanya interprestasi). Berkenaan
dengan hal yang memungkinkan ijtihad dan istinbath, maka kita dituntut untuk
menerima dan meyakininya (ta’abbudi).
Seandainya Allah menghendaki consensus kaum
muslimin dalam segala hal, niscaya Dia menurunkan Kitab-Nya dalam bentuk
nash-nash yang semuanya muhkamah serta jelas penunjukan (dalalah)nya,
sehingga tidak akan menimbulkan perbedaan pemahaman dan interprestasi. Tetapi
Allah menghendaki di dalam Kitab-Nya ada yang muhkamat dan ada yang
mutasyabihat. Bagian-bagian mutasyabihat ini disamping sebagai ujian, juga
merupakan motifasi bagi akal untuk melakukan analisis secara maksimal
(ijtihad).
2) Tabiat Bahasa
Al-Qur’an adalah wahyu ilahi yang
diaplikasikan dalam wujud teks-teks bahasa dan lafal. Demikian pula sebagian
besar sunnah dalam memahami teks-teks al-Qur’an dan sunnah ini, harus mengikuti
kaedah-kaedah bahasanya. Di dalam bahasa al-Qur’an ada lafal yang multi
maknanya (musytarak) yaitu mengandung lebih dari satu arti, majaz (arti
kiasan), ‘am(umum) khash (tertentu), muthlaq dan muqayyad.
3) Tabiat Manusia
Allah menciptakan manusia dalam bentuk yang
beragam. Setiap insane berbeda bentuk wajahnya, tekanan suaranya, sidik jarinya
dan lain sebagainya. Demikian pula pola pemikiran, pribadi, sikap, profesinya,
kecendrungan dan pandangannya terhadap sesuatu.
Perbedaan karakter manusia serta
kecendrungan psikologisnya itu akan mengakibatkan perbedaan mereka dalam
menilai sesuatu dari berbagai aspek, baik faqhiyyah atau politik maupun
sebagainya.
Sehubungan dengan masalah diatas, Ibnu
Taimiyah pernah ditanya tentang seseorang yang mengikuti sebagian ulama dalam
permasalahan ijtihadiyah. “apakah dia harus diingkari” jawabnya. Demikian pula
tentang orang yang melaksanakan salah satu dari dua pendapat. Beliau menjawab,
“segala puji bagi Allah, seseorang yang dalam persoalan ijtihadiyah mengamalkan
sebagian pendapat ulama, tidak boleh diingkari ataupun dihindari, demikian pula
orang yang mengamalkan salah satu dari dua pendapat, maka bagi orang yang telah
Nampak mana yang lebih akurat, boleh
beramal sesui dengannya, tetapi jika tidak, maka dia boleh mengikuti
sebagian ulama yang dapat dipercaya dalam menjelaskan pada kondisi dan
lingkungan social tertentu”.[1]
Artikel yang bermanfaat jangan lupa kunjungan baliknya
BalasHapuspandangan 4 madzhab tentang musik
sejarah islam di indonesia
fatwa mui tentang musik
dalil tentang seni musik
hukum musik dalam islam
hukum musik menurut imam syafi'i
madzhab yg dipakai diindonesia pengertian mazhab syafi'i
tujuan menikah secara umum
sholat tolak bala dalam islam