Kaidah Fiqih Tentang Niat

BAB II
KAIDAH NIAT
A.  Kaidah Niat dan Landasan Hukumnya
1.      Kaidah Niat
ﺍﻻﻤﻭﺮ ﺑﻤﻗﺎﺻﺩﻫﺎ                
Artinya : Segala sesuatu itu bergantung pada tujuannya.
Niat memiliki posisi penting kaerna ia sebagai penentu segala gerak tingkah dan amaliyah yang dilakukan menjadi bernilai baik atau tidak.
2.      Landasan Hukum Kaidah Niat
a.       QS. Al -Bayyinah 5 dan QS Ali Imran 145.
b.      Hadist
ﺍﻧﻤﺎ ﺍﻻﻋﻤﺎﻞ ﺒﺎﻟﻧﯾﺎﺕ ﻮﺍﻧﻤﺎﻟﻜﻞ ﺍﻤﺮﺀ ﻤﺎﻧﻮﻯ                

Artinya : Sesungguhnya segala amal itu menurut niat dan sesungguhnya bagi setiap orang sesuai apa yang telah ia niatkan.

B.  Obyek Pembahasan Kaidah Niat dan Fungsinya
1.      Obyek Kaidah Motivasi.
Dalam menanggapi hadits tentang niat, para ahli hukum Islam berpendapat bahwa posisi hadits ini sangat penting, mengingat semua kasus bisa tercakup di dalamnya, bahkan mereka berbeda - beda dalam memberikan komentarnya.(hal.30)
2.      Fungsi Niat
a.       Niat sebagai pembeda mana yang  berstatus sebagai ibadah dan mana yang hanya merupakan suau kebiasaan.
Misalnya wudhu ada kesamaannya dengan membasuh muka.
b.      Niat sebagai pemilah strata dari suatu ibadah, misalnyafardlu, sunnah atau lainnya, bahkan amaliyah yang bernilai boleh (ibahah), bisa bernilai menjadi ibadah jika aktifitasnya diniati sebagai sarana penunjang ibadah.
Misalnya shalat sunnah dzuhur, ada kesamaanya dengan shalat ashar.
c.       Niat sebagai penunjuk maksud dari sebuah ungkapan yang memiliki kemungkinan arti yang tidak langsung dan arti asli (malzum) yang dikenal dengan istilah kinayah.
Misalnya suami yang menceraikan isterinya dengan menggunakan kata - kata berbentuk kinayah atau sindiran.(hal. 32- 34)
3.      Aktifitas ritual ibadah yang tidak harus ada niat
a.       Amaliyah ibadah yang tidak ada kesamaannya dengan amaliyah ‘adah.
Misalnya iman. Iman (kepercayaan) itu tidak ada kesamaannya dengan ‘adah, makannya dalam masalah iman tidak disyaratkan harus ada niat.
b.      Amaliyah meninggalkan larangan, baik yang statusnya haram maupun makruh.
Misalnya meninggalkan zina, pembunuhan, maupun meninggalkan rokok dsb. (hal.34)
C.  Penentuan Obyek Niat (Ta’yin al -Niyyat)
1.      Arti Ta’yin al -Niyyat dan latar belakangnya
Ta’yin al -Niyyat ialah penentuan obyek amaliyah secara spesifik, setelah sebelumnya didahului niat pada jenis amaliyah tersebut.
Adapun yang melatarbelakangi diwajibkannya ta’yin niat adalah adanya keanekaragaman jenis aktifitas ritual ibadah yang harus dikerjakan.
Misalnya dalam masalah zakat ada zakat fitrah dan zakat mal.

2.      Ta’yin Fardliyah (spesifikasi fardlu) dalam niat.
Artinya niat menentukan status fardlu dalam aktifitas ritual peribadahan itu, harus menjadi syarat sahnya orang yang berniat, misalnya shalat fardhu ashar, maghrib dan puasa fardhu.
Mengingat status amaliyah fardlu tersebut wajib, maka status penentuan kefardluan padanya juga ikut wajib. Hal ini sesuai dengan kaidah al - munasabah/korelasi sebagai berikut :
ﻛﻞ ﻤﻮﻀﻊ ﺇﻔﺗﻗﺭ ﺍﻠﻰ ﻨﯿﺔ ﺍﻠﻔﺭﻀﯿﺔ ﺇﻔﺗﻗﺭ ﺍﻠﻰ ﺗﻌﯿﯿﻨﻬﺎ               

Artinya : “Setiap ibadah yang membutuhkan niat fardlu, maka wajib pula untuk menta’yinkannya.“(hal.38)
3.      Pengecualian kaidah ta’yin fardliyah dalam niat
Contohnya penyebutan kalimat fardlu dalam niat bertayamum.
Pengecualian ini sesuai dengan kaidah pengabaian dalam hukum Islam berikut :
ﻜﻞ ﻤﺎ ﻻﯿﻓﺗﻗﺮ ﺇﻠﻰ ﻧﯿﺔ ﺍﻠﻓﺮﯿﺿﯿﺔ ﻻﯿﺷﺗﺮﻄ ﺍﻠﺗﻌﯿﯿﻦ                 

Atinya: “Setiap ibadah yang tidak membutuhkan niat fardliyyah, maka tidak disyaratkan ta’yin.“(hal.40)
4.      Aplikasi kaidah ta’yin ijmali dan tafshili.
Dalam menanggapi kaidah ta’yin ijmali dan tafshili ini berlaku kaidah :
ﻤﺎ ﯾﺠﺐ ﺍﻟﺗﻌﺮﺾ ﻟﻪ ﺠﻤﻟﺔ ﻮﻻﯿﺷﺗﺮﻃ ﺗﻌﯿﯿﻧﻪ ﺗﻔﺻﯿﻼ ﺇﺬﺍﻋﯿﻧﻪ ﻮﺍﺧﻃﺎﺀ ﻀﺮ      
Artinya : Sesuatu yang disyaratkan penjelasannya secara global dan tidak disyaratkan penjelasannya secara rinci, ketika ditentukan dan ternyata tidak tepat, maka membahayakan statusnya.
Misalnya seseorang yang berniat menjadi makmum dari imam yang bernama Bayu, padahal imamnya bernama Wisnu, maka shalatnya batal.(hal.40-41)
5.      Ikhlas dan Tasyrik dalam niat
Ikhlas artinya adanya keterfokusan orang yang berniat pada obyek yang diniati, tanpa ada percampur- adukan (tasyrik) dengan yang lain, misalnya shalat. Jika niatnya disamping melaksanakan kewajiban, ditambah lagi dengan niat berolahraga, maka niatnya tidak sah dan shalatnya batal. (hal.45)
Sedangkan tasyrik dalam niat adalah membersamakan niat dalam satu pekerjaan dengan pekerjaan lain.
a.       Niat melakukan ibadah disertai  niat selain ibadah.
Contohnya : Mandi jinabat disertai dengan niat bertabarrud (menyegarkan badan). Jika demikian, mandi janabatnya sah sebab dengan niat mandi janabat saja, tabarrud sudah diperoleh dengan sendirinya, sekalipun tanpa berniat melakukannya.(hal.48)
b.      Ibadah fardlu diniati sebagai ibadah sunnah sekaligus.
1)      Keduanya berstatus sah, seperti orang mandi janabat sekaligus diniati sebagai mandi jum’at
2)      Fardlu saja yang sah, seperti : melaksanakan haji dengan niat haji fardlu dan haji sunnah.
3)      Sunnah saja yang sah, seperti : memberikan harta  yang belum mencapai ukuran nishab atau haul sebagai zakat, dengan niat mengeluarkan zakat dan shadaqah sekaligus.
4)      Keduanya batal dan tidak sah.,Contohnya Takbiratul ihramnya makmum masbuk ketika imam dalam keadaan rukku’. Takbiratul ihram (wajib) diniati sekaligus sebagai takbir intiqal (berpindah) menuju rukuk (sunnah)
c.       Melakukan suatu peribadatan dengan dua niat fardlu, seperti niat mandi janabat disertai niat berwudu sekaligus. Hal ini keduanya dianggap sah.
d.      Suatu ibadah dengan dengan dua niat sunnah, seperti orang mandi, niatnya mandi sunnah jum’ah dan mandi sunnah hari raya. Hal ini keduanya dianggap sah.(hal.47-49)
D.  Waktu Pelaksanaan Niat
Waktu pelaksanaan niat adalah bersamaan dengan permulaan ibadah itu dilaksanakan, kecuali hal - hal tertentu seperti niat puasa ramadhan dsb.(hal.52)

E.  Tempat pelaksanaan niat
Yang menjadi tempat niat untuk semua ibahah adalah dalam hati, bukan dalam lisan dengan suatu ucapan . Hal ini hanya terdapat pada ibadah - ibadah yang berhubungan dengan Allah, bukan dengan manusia.(hal. 61)
ﺍﻟﻤﻌﺗﺒﺮ ﻔﻰ ﺍﻮﺍﻤﺮﺍﻟﻟﻪ ﺍﻟﻤﻌﻧﻰ ﻮﺍﻟﻤﻌﺗﺒﺮﻔﻰ ﺍﻤﻮﺮ ﺍﻟﻌﺒﺎﺪ ﺍﻻﺴﻢ ﻮﺍﻟﻟﻔﻈ                    
Artinya : Patokan dasar dalam perintah - perintah Allah adalah niat dan patokan yang berkaitan dengan hak - hak manusia adalah lafalnya.
F.   Status Niat (Rukun dan Syarat)
Fuqoha berbeda pendapat tentang status niat ini,
Pertama, jika dilihat dari sisi penyebutan niat yang harus dilakukan di awal permulaan ibadah, maka niat berstatus sebagai rukun.
Kedua, jika dilihat dari sisi bahwa niat itu harus tetap ada, artinya tidak hanya amaliah yang bertentangan atau yang menegaskan atau memutuskan niat, maka niat berstatus  suatu syarat.(hal.64)
G.  Aplikasi Niat dalam Yamin di Depan Pengadilan
Kalimat - kalimat yamin ( sumpah) terwujud dalam dua bentuk
1.      Yamin (sumpah) yang penafsirannya diserahkan kepada yang bersumpah.
2.      Yamin (sumpah) yang diserahkan kepada hakim yang menangani kasus.
Untuk menjaga akan kesakralannya, sumpah yang memiliki multi interprestasi (banyak penafsiran), diserahkan artinya sesuai dengan niat seorang hakim, akhirnya muncullah kaidah hokum Islam (Kaidah Maqashidu al -Lafdhiy) (hal.70)
ﻤﻗﺎﺴﺪ ﺍﻟﻟﻔﻈ ﻋﻟﻰ ﻨﯾﺔ ﺍﻟﻟﻔﻈ ﺇﻻ ﻔﻰ ﻣﻮﺿﻊ ﻮﺍﺤﺪ ﻮﻫﻮ ﺍﻟﯾﻤﻳﻦ ﻋﻧﺪ ﺍﻟﻗﺎﺿﻰ         
Artinya : Maksud atau kandungan arti dari suatu perkataan itu, akan diserahkan sepenuhnya kepada orang yang mengucapkannya, kecuali dalam kasus sumpah di depan hakim (qadhi)


Related Posts :

0 Response to "Kaidah Fiqih Tentang Niat"

Posting Komentar