Penangkapan
menurut Pasal 1 angka 20 KUHAP merupakan suatu tindakan penyidik berupa
pengekangan kebebasan tersangka atau terdakwa sementara waktu di mana terdapat
dugaan keras bahwa seseorang telah melakukan tindak pidana dan dugaan tersebut
didukung bukti permulaan yang cukup guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan
atau peradilan. Sedangkan penahanan menurut Pasal 1 angka 21 KUHAP adalah
penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik atau
penuntut umum atau hakim dengan dengan penetapannya, dalam hal serta menurut
yang diatur oleh KUHAP.48 Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan,
penyidik adalah Polri yang berwenang melakukan penangkapan dan penahanan.
Selain berwenang melakukan penahanan sebagaimana diatur dalam KUHAP, Kejaksaan
juga memiliki kewenangan untuk melakukan penangkapan dengan dasar undang-undang
khusus seperti dalam kasus korupsi.
penetapannya,
dalam hal serta menurut yang diatur oleh KUHAP.Batas waktu penangkapan
ditentukan dalam Pasal 19 ayat (1) KUHAP, yaitu dilakukan untuk maksimum satu
hari. Berdasarkan ketentuan ini seseorang hanya dapat dikenakan penangkapan
tidak boleh lebih dari satu hari. Lebih dari satu hari, berarti sudah terjadi
pelanggaran hukum dan dengan sendirinya penangkapan dianggap tidak sah.
konsekuensinya tersangka harus dibebaskan demi hukum. Jika batas waktu itu
dilanggar, tersangka, penasehat hukumnya atau keluarganya dapat meminta
pemeriksaan pada praperadilan tentang sah atau tidaknya penangkapan dan sekaligus
dapat menuntut ganti rugi.[1]
Batasan
lamanya penangkapan yang sangat singkat itu akan menjadi masalah bagi pihak
penyelidik, terutama di tempat-tempat atau daerah yang transportasinya sangat
sulit, apalagi jika daerah masih tertutup dari sarana komunikasi. Keadaan yang
demikian tidak memungkinkan dalam waktu satu hari dapat menyelesaikan urusan
penangkapan dan menghadapkan tersangka kepada penyidik.[2]
Untuk
mengatasi hambatan-hambatan tersebut, Pedoman Pelaksana KUHAP memberikan jalan
sebagai berikut:
a. Penangkapan dilakukan atau
dipimpin oleh penyidik agar segera dapat dilakukan pemerikasaan di tempat yang
terdekat;
b. Jika penangkapan dilakukan
oleh penyelidik, pejabat penyidik mengeluarkan surat perintah kepada penyelidik
untuk membawa dan menghadapkan orang yang ditangkap kepada penyidik.
Namun,
beberapa jalan tersebut tetap mengalami kesulitan, terutama terkait kewajiban
penyidik untuk menyampaikan salinan surat perintah penangkapan kepada keluarga
tersangka.[3]
Penangkapan hanya diberikan kepada pelaku kejahatan sementara terhadap pelaku
pelanggaran tidak dapat dilakukan penangkapan, kecuali dalam hal ia telah
dipanggil secara sah dua kali berturut-turut tidak memenuhi panggilan itu tanpa
alasan yang sah.[4]
[1] 63
Indonesia (a), op.cit., Pasal 1 angka 10 jo. Pasal 95 ayat (1).
[2] Rusli
Muhammad, op.cit., hal.28.
[3] Yahya
Harahap, op.cit., hal.161.
[4] Indonesia (a), op.cit., Pasal 19 ayat (2).
0 Response to "Batas Waktu Penangkapan dalam Undang-Undang"
Posting Komentar